KUR di sektor pertanian masih sulit dijangkau | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Semarang
Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad mengatakan, pemerintah perlu melakukan pendekatan berbeda untuk meningkatkan realisasi KUR di luar sektor perdagangan. "Pemerintah perlu mendalami kemungkinan adanya KUR khusus untuk mendorong ekskalasi pertumbuhan KUR di luar sektor perdagangan," kata Muliaman.
Hasil kajian cepat yang dilakukan OJK terhadap data debitur pada tiga bank BUMN, yakni BRI, BNI, Mandiri, pada Juni 2016 yang menujukkan bahwa sebesar 58,30% debitur yang menerima fasilitas KUR pada 2016 merupakan debitur baru.
Sementara itu, sebesar 23,73% merupakan debitur switching dari KUR skema lama dan 17,97% merupakan debitur switching dari kredit komersial.
Oleh karena itu menurut Darmin, jumlah debitur-debitur switching tersebut pada tahun depan harus dikurangi.
Menurut Darmin, salah satu penyebab tersendatnya realisasi KUR ke sektor pertanian adalah minimnya sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki kalangan bank penyalur untuk menjangkau para calon debitur di lapangan.
Menurutnya, sektor perdagangan berada di garda terdepan dan mudah dijangkau. Sementara sektor pertanian masih sulit dijangkau.
Berdasarkan sektornya, hingga 31 Agustus 2016, realisasi penyaluran KUR untuk sektor perdagangan mencapai 68%. Sedangkan sektor pertanian yang termasuk perkebunan, kehutanan hanya mencatat penyerapan 15,51%. Sektor lainnya bahkan lebih kecil lagi, yakni jasa-jasa 10,86%, industri pengolahan 4,49%, dan perikanan 1,15%.
"Padahal arah yang diinginkan pemerintah, KUR mestinya menyasar kredit mikro. Komposisi yang sekarang belum sesuai dengan komposisi perekonomian kita. Kita ingin KUR ini lebih disalurkan kepada petani, nelayan dan peternak," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution dalam rapat koordinasi tentang KUR, Jumat (16/9).
Fasilitas kredit usaha rakyat (KUR) masih belum tepat sasaran. Penikmat fasilitas KUR hingga kini masih berasal sektor perdagangan, baik besar maupun eceran.
Pemerintah mencatat, hingga September 2016 realisasi penyaluran KUR mencapai sekitar 65% dari target Rp 120 triliun. Penyaluran tersebut meliputi kredit mikro sebesar Rp 44,7 triliun dan ritel Rp 20,5 triliun. Sementara, KUR untuk tenaga kerja Indonesia (TKI) baru terealisasi Rp79,5 miliar.
Pemerintah Susun Payung Hukum Koperasi Salurkan KUR | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Semarang
Pemerintah bakal mengeluarkan payung hukum yang mengatur koperasi nantinya bisa sebagai penyalur kredit usaha rakyat (KUR). Selama in penyalur KUR adalah perbankan.
Hal tersebut disepakati dalam rapat koordinasi mengenai KUR yang dipimpin Menko Perekonomian Darmin Nasution dan dihadiri oleh Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, Menkop dan UKM AAGN Puspayoga, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, serta Dirut BRI Asmawi Syam.
Mardiasmo menambahkan jika selama ini pinjaman di koperasi biasanya banyak digunakan untuk hal-hal yang bersifat konsumtif. Nantinya Otoritas Jasa Keuagan (OJK) akan diminta untuk mengawasi juga koperasi.
"SKP-nya harus untuk usaha yang produktif, tidak boleh untuk konsumsi. Kan yang namanya simpan pinjam itu kan misalkan mau buat beli kendaraan, bantu anak perkawinan, beli tv, itu enggak boleh. Namanya kan kredit usaha rakyat yang kita berikan ya yang usaha," jelas Mardiasmo.
"Peraturan Menko-nya diubah. Sudah disepakati Permenko diubah bahwa koperasi bisa sebagai penyalur KUR," kata Puspayoga, di Kemenko Perekonomian, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Jumat (16/9/2016).
Puspayoga mengatakan pihaknya akan mengkaji terlebih dahulu beberapa koperasi sebagai percontohan yang akan menyalurkan KUR. Disebutkannya ada tujuh koperasi yang akan diajukan untuk menyalurkan KUR, satu sampai dua di antaranya akan dijadikan percobaan.
"Selama ini kan koperasi linkaged. Sekarang langsung koperasi sebagai penyalur KUR," tutur dia.
Program KUR Menyasar Sektor Pangan | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Semarang
Pemerintah ingin penyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) fokus ke sektor pangan, termasuk menyasar ke profesi petani, nelayan, dan peternak. Alasannya, selama ini tercatat porsi penyaluran KUR masih dikuasai oleh sektor perdagangan, baik besar dan eceran, yang mencapai 68 persen.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman Hadad menyarankan pemerintah untuk mengambil pendekatan baru dalam menggenjot realisasi KUR di luar sektor perdagangan.
“Untuk tahun depan, yang switching ini harus dikurangi. Pemerintah perlu mendalami kemungkinan adanya KUR khusus untuk mendorong ekskalasi pertumbuhan KUR di luar sektor perdagangan,” ujar Muliaman.
Kementerian Perekonomian mencatat, hingga September 2016 penyaluran KUR baru mencapai 65 persen dari target penyaluran sebesar Rp 120 triliun. Rinciannya, penyaluran tersebut meliputi kredit mikro sebesar Rp 44,7 triliun dan ritel Rp 20,5 triliun. Sementara untuk penempatan tenaga kerja Indonesia baru terealisasi Rp 79,5 miliar.
OJK juga merilis hasil kajian terhadap 3 bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memegang data debitur yakni BRI, BNI, dan Mandiri yang dilakukan pada tengah tahun ini. Hasilnya, diketahui 58,30 persen debitur yang menerima fasilitas KUR pada 2016 merupakan debitur baru, 23,73 persen merupakan debitur switching dari KUR skema lama, sisanya sebanyak 17,97 persen merupakan debitur switching dari kredit komersial.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian merilis, sektor pertanian yang di dalamnya mencakup perkebunan dan kehutanan baru menyerap KUR sebesar 15,51 persen. Sektor lainnya menyerap KUR lebih rendah lagi, yakni sektor jasa sebesar 10,86 persen, industri pengolahan 4,49 persen, dan perikanan 1,15 persen.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyebutkan kondisi pemetaan porsi penyaluran KUR saat ini belum sesuai dengan target. Ia menilai KUR semestinya menyasar kredit mikro yang menyentuh petani, nelayan, dan peternak.
Tersendatnya KUR ke sektor pangan, lanjut Darmin, lantaran minimnya sumber daya manusia (SDM) atau petugas yang dimiliki perbankan dalam menjangka calon debitur di lapangan. "Komposisi yang sekarang belum sesuai dengan komposisi perekonomian kita. Sektor perdagangan selama ini lebih menguasai. Ini disebabkan karena perdagangan berada di garda terdepan, paling mudah dijangkau. Sementara sektor pertanian sulit untuk dijangkau,” jelas Darmin di kantornya, Jumat (16/9).