Ada beberapa faktor yang harus menjadi perhatian bersama | PT Rifan Financindo Berjangka
Deputi Pengembangan Regional Bappenas Arifin Rudiyanto mengungkapkan, sejumlah faktor yang memengaruhi hal tersebut. Seperti, dari sisi regulasi, perencanaan dan kepemimpinan daerah, koordinasi antar pemangku kepentingan terkait, sampai dengan anggaran yang terbatas.
"Kemudian, road map (peta jalan) ke depan, ketersediaan infrastruktur di daerah, hingga kualitas dan kuantitas daerah," ungkap Arifin dalam sebuah diskusi di kantornya, Jakarta, Rabu 11 Januari 2017.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas mencatat, setidaknya ada beberapa faktor yang menyebabkan minimnya inovasi kebijakan dari setiap pejabat daerah, dalam usaha memajukan struktur perekonomian daerah.
Sebab sampai saat ini, masih dibutuhkan penguatan sektor-sektor lain, untuk mendukung munculnya suatu inovasi baru. Salah satunya, adalah dengan sinkronisasi dan kebijakan lintas pemangku kepentingan, yang hingga saat ini masih bersiat parsial. Ini menjadi suatu perhatian.
"Tugas pokok dan fungsi pemerintah pusat dan daerah juga belum jelas. Regulasi di darah juga harus kondusif, dan terintegrasi dalam dokumen perencanaan," katanya.
Arifin memandang, kesuksesan inovasi dipengaruhi oleh tiga faktor. Mulai dari sisi kepemimpinan setiap Kepala Daerah, regulasi yang memadai, serta alokasi anggaran yang mencukupi untuk membuat inovasi tersebut tidak hanya menjadi isapan jempol semata.
"Butuh perintisan data inovasi daerah berbasis online yang bisa dipakai semua pihak. Jadi sistem informasi di suatu daerah bisa diakses oleh semua daerah," ujarnya
Selain itu, Bappenas juga mencatat bahwa sampai saat ini belum ada pengembangan insentif untuk inovasi daerah, ditambah dengan sistem untuk mendukung kinerja inovasi yang juga belum memadai. Sehingga, dibutuhkan berbagai penguatan kepada sektor tersebut.
Regulasi hingga Keterbatasan Anggaran Hambat Inovasi Pemda | PT Rifan Financindo Berjangka
Deputi Pengembangan Regional Bappenas Arifin Rudiyanto mencatat, ada beberapa hal yang menghambat inovasi kebijakan dan kreativitas pejabat daerah. Hambatan tersebut antara lain regulasi, perencanaan dan kepemimpinan daerah, koordinasi antar pemangku kepentingan terkait, sampai dengan anggaran yang terbatas.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas menyarankan pemerintah daerah bisa lebih kreatif dan inovasi dalam mengembangkan ekonomi daerah. Meskipun daerah memiliki masalah keterbatasan anggaran.
Sementara pendorong inovasi, kata dia dipengaruhi tiga faktor. Seperti kepemimpinan setiap Kepala Daerah, regulasi yang memadai, serta alokasi anggaran yang mencukupi. Ketiga faktor tersebut membuat inovasi pemda bisa berjalan dengan baik.
“Kemudian, roadmap ke depan, ketersediaan infrastruktur di daerah, hingga kualitas dan kuantitas daerah,” kata Arifin di kantor Bappenas, Rabu (11/1/2017).
Namun untuk mengembangkan inovasi dalam mendorong ekonomi daerah memerlukan sinkronisasi dan kebijakan lintas pemangku kepentingan, yang hingga saat ini masih bersiat parsial. Ini menjadi suatu perhatian.
Pihaknya juga menyoroti hingga kini tidak ada insentif bagi pemerintah daerah untuk mengembangkan inovasi. “Butuh perintisan data inovasi daerah berbasis online yang bisa dipakai semua pihak. Jadi sistem informasi di suatu daerah bisa diakses oleh semua daerah,” tukasnya.
“Tugas pokok dan fungsi pemerintah pusat dan daerah juga belum jelas. Regulasi di darah juga harus kondusif, dan terintegrasi dalam dokumen perencanaan,” tambah dia.
Kepala Daerah Harus Mampu Berinovasi | PT Rifan Financindo Berjangka
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional(PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Bambang Brodjonegoro, menjelaskan, untuk dapat menerapkan inovasi yang berkelanjutan di daerah, setiap pemimpin juga harus dapat menjadi pemimpin yang kreatif.
Kepala Daerah harus mampu menerapkan inovasi yang berkelanjutan untuk menciptakan daerah yang mandiri dan tidak bergantung pada pemerintah pusat.
"Dalam konteks otonomi daerah, diarahkan bagi kepala daerah untuk menjadi pemimpin yang kreatif. Semua itu bisa terlaksana bila ada inovasi dalam masa kepemimpinannya," kata Bambang, dalam seminar dengan tema "Pembangunan Inovatif, Pemimpin Kreatif, dan Daerah Kompetitif" di gedung Bappenas, Jakarta, Rabu (11/1).
Dalam membangun daerah, persoalan yang dihadapi pemimpian daerah hampir sama yaitu keterbatasan anggaran. Bahkan, anggaran yang ada pun terjadi ketimpangan antara belanja pegawai dengan belanja pembangunan. Oleh sebab itu, untuk mensiasati keterbatasan anggaran, pemerintah daerah bisa membuat inovasi pembangunan.
Menurutnya, dengan kemampuan untuk meningkatkan kebijakan dan implementasi inovasi di daerah dan mendorong peningkatan kualitas dan kuantitas layanan publik, mampu untuk meningkatkan kualitas pemerintahan lokal dan mempercepat perkembangan pembangunan daerah.
Seharusnya, jika bangsa Indonesia memiliki SDA yang cukup melimpah, maka seharusnya masyarakatnya pun ikut sejahtera. Namun demikian, dari literatur pembangunan di negara-negara lain di seluruh dunia, negara yang memiliki SDA yang melimpah, justru terjadi banyak ketimpangan.
"Dalam litelatur pembangunan, justru banyak negara yang timpang, biasanya disebut kutukan SDA. Kita biasanya hanya eksploitasi SDA tersebut. Mungkin ada waktu negara tersebut akan makmur, sejahtera, namun yang sering dilupakan kejadian yang menguntungkan tersebut bersifat sangat sementara," ujar Bambang.
Dikatakan Bambang, di dalam misi yang diemban Bapennas, salah satunya adalah mewujudkan bangsa yang mandiri, termasuk penerapan inovasi yang berkelanjutan dengan didukung sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas.
"Inovasi harus didukung ssumber daya alam (SDA) dan SDM. Berbicara SDA, tidak ada yang meragukan lagi. Namun kenapa dengan SDA yang melimpah, tetapi belum bisa mensejahterakan masyarakat kita," ujarnya.
Oleh sebab itu, Bappenas sendiri akan memberikan apresiasi sebesar-besarnya jika ada kepala daerah yang mampu memberikan inovasi bagi kemajuan ekonomi daerahnya. Kedepannya inovasi-inovasi yang sudah dilakukan diharapkan juga dapat diadopsi kepala daerah lain di seluruh Indonesia.
"Inovasi dimulai tidak harus dari sesuatu yang besar. Bisa dilakukan dengan sesuatu yang kecil atau sederhana. Inovasi akan lebih mudah diterima masyarakat jika kearifan lokal dapat dimaksimalkan," ucap Bambang.
Dicontohkan, seperti yang dialami oleh bangsa Indonesia sendiri, secara ekonomi makro, turunnya harga minyak membuat indonesia dipaksa melakukan reformasi pajak tahap I. Sebaliknya, Indonesia juga pernah merasakan implikasi naiknya harga minyak dunia yang sempat membuat cadangan devisa nasional cukup melimpah.
"Kenapa inovasi menjadi penting karena inovasi itu muncul ketika sedang berada di dalam kondisi yang sangat terbatas. Dalam konteks otonomi daerah, semakin banyak kepala daerah yang ingin menggerakan ekonomi daerahnya, maka semakin baik," katanya.