Terbaru

Kemendag Raih Penghargaan Kinerja Anggaran 2016

Kemendag meraih peringkat  ke-4 | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Pekanbaru

PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Pekanbaru

Kementerian Perdagangan (Kemendag) meraih penghargaan peringkat ke-4 atas kinerja pelaksanaan anggaran tahun anggaran (TA) 2016 dengan kategori pagu sedang.

“Diharapkan ke depan kita mampu meningkatkan kualitas perencanaan dan pengelolaan keuangan,” ujar Karyanto melalui keterangan resmi, Rabu (1/3/2017).

Penghargaan diterima langsung Sekretaris Jenderal Kemendag Karyanto Suprih dalam Rapat Koordinasi Nasional Pelaksanaan Anggaran TA 2017. Karyanto mengungkapkan, penghargaan tersebut akan dijadikan pemacu dalam melaksanakan anggaran selanjutnya.

Pada 2015, lanjut Karyanto, Kemendag meraih peringkat ke-44 pada penilaian kinerja pelaksanaan anggaran dari 87 Kementerian dan Lembaga.

“Namun penilaian tersebut belum ada klasifikasi berdasarkan jumlah pagu yang dimiliki oleh masing-masing Kementerian dan Lembaga,” ujarnya.

Karyanto menjelaskan, penilaian kinerja pelaksanaan anggaran dilakukan Kementerian Keuangan dengan memperhatikan 12 indikator kinerja.

Paradigma pengukuran kinerja pelaksanaan anggaran bergeser dari berdasar tingkat realisasi menjadi pengukuran pada keseluruhan proses, sejak perencanaan atau penganggaran sampai dengan pertanggungjawaban.

“Evaluasi kinerja pelaksanaan anggaran dan operasional dilakukan untuk memperbaiki tata kelola pelaksanaan anggaran. Kemendag sebagai lembaga negara akan terus mendukung hal tersebut guna tercapainya program strategis nasional dan mendorong pertumbuhan ekonomi,” pungkas Karyanto.

Evaluasi kinerja pelaksanaan anggaran dan spending Review dilakukan Kemenkeu sebagai strategi optimalisasi peran belanja kementerian dan lembaga dalam rangka ketahanan fiskal dan ekonomi.

Astaga, Pemborosan Anggaran Belum Juga Hilang! | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Pekanbaru

PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Pekanbaru

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara Kemenkeu, tingkat pemborosan belanja K/L dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 diperkirakan mencapai Rp8,6 triliun. Meskipun belum hilang, angka ini terus turun dibandingkan APBN 2013 yang mencapai Rp50 triliun, APBN 2014 sebesar Rp20 triliun, APBN 2015 sebesar Rp8,92 triliun, dan APBN 2016 sebesar Rp50 triliun.

Evaluasi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terhadap perencanaan belanja kementerian dan lembaga (K/ L) dalam APBN menemukan pemborosan akibat penetapan pagu yang berlebihan (over-budgeting) selama perencanaan belum hilang.

Kami juga melihat rata-rata penyerapan anggaran sekitar 95%, bahkan kadang-kadang ada yang 92%. Jadi, ada 5% uang yang tidak dibelanjakan,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Rapat Koordinasi Nasional Pelaksanaan Anggaran K/L 2017 di Jakarta kemarin. Sri Mulyani berharap K/L memperbaiki kualitas perencanaan anggaran setiap tahunnya.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menyebut, Presiden juga memerintahkan agar penyerapan belanja bisa dipercepat dan tidak menumpuk di akhir tahun. Kemenkeu sudah melakukan berbagai penyederhanaan kuantitas laporan dari 44 menjadi dua dan petunjuk teknis dari 307 menjadi 87. ”Kami persilakan para pengguna anggaran untuk mengkritisi lagi kalau ada prosedur yang tidak perlu,” katanya.

Dengan begitu, pemerintah tidak menetapkan defisit anggaran yang terlalu besar sehingga penarikan utang pun bisa dikurangi. Tidak hanya itu, kualitas pengelolaan anggaran juga mencerminkan martabat dan harga diri bangsa. ”Ini mencerminkan karakter bangsa. Perencanaan dan pertanggungjawaban yang amburadul berarti negara dikelola secara amburadul,” kata dia.

 Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Askolani menilai, sebenarnya tidak ada alasan bagi K/L membuat perencanaan yang buruk. Pasalnya, Presiden telah menetapkan tenggat penyampaian DIPA pada Desember sebelum tahun berjalan. Artinya, K/L memiliki waktu yang cukup untuk membuat perencanaan yang bagus. 

”Kalau perencanaan bagus, pelaksanaan solid, maka output- nya pun bagus. Pelaporannya pun bisa WTP (wajar tanpa pengecualian). Itu yang kami harapkan,” pungkasnya.

Di tempat yang sama, Direktur Jenderal Perbendaharaan Negara Kemenkeu Marwanto mengungkapkan, pemborosan terjadi karena adanya duplikasi kegiatan atau proyek. Pihaknya pun sebenarnya sudah melakukan evaluasi dini sebelum kegiatan atau proyek itu disetujui. 

”Misalnya ada K/L yang bangun gedung di awal anggarannya besar, tapi tahun depan masih pakai dasar yang sama. Mestinya kebutuhannya lebih sedikit. Kami temukan ini awalnya Rp14 triliun, sekarang sudah kecil tapi masih ada Rp3,6 triliun,” ujar Marwanto.

Marwanto menambahkan, berbagai kegiatan atau proyek yang menjadi ”lemak” dalam anggaran pun harus dihilangkan. Pola ini terjadi tiap tahun. Tahun lalu Kemenkeu menerima hingga 22.000 revisi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) atau rata-rata 255 revisi setiap K/L.

Selain itu, metode lain yang digunakan untuk mengevaluasi adalah benchmarking. Dia mengaku kerap menemukan belanja barang atau operasional suatu K/L yang berlebihan padahal spesifikasi objeknya sama, misalnya biaya listrik dengan gedung dan kapasitas muatan orang yang sama. ”Sejauh ini inefisiensi belanja barang mencapai Rp254 miliar,” ujarnya.

Marwanto pun berharap K/L serius memperbaiki perencanaan agar tidak over-budgeting. Di satu sisi, kondisi ekonomi yang tengah sulit membuat pemerintah kesulitan memperoleh pajak. Di sisi lain, K/L justru melakukan pemborosan anggaran. Pemerintah menginginkan agar setiap rupiah yang dikeluarkan berdampak maksimal terhadap pertumbuhan ekonomi serta kesejahteraan masyarakat.

Jika tidak direvisi, pagu anggaran pada akhir tahun bisa negatif. ”Deviasi antara perencanaan dan realisasi banyak terjadi pada kuartal II dan III ke batas bawah. Pas kuartal IV justru realisasi melonjak. Kalau ini terjadi pada minggu kedua atau ketiga bulan Desember, bisa jadi temuan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan),” ucapnya.

Potensi Pemborosan APBN Rp 8,7 Triliun | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Pekanbaru

PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Pekanbaru

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta kementerian/lembaga melakukan evaluasi belanja untuk menekan potensi pemborosan dalam APBN tahun ini. Ditjen Perbendaharaan Kemenkeu telah menemukan potensi pemborosan anggaran hingga Rp 8,7 triliun. Tahun lalu pemborosan belanja mencapai Rp 9,6 triliun. Pemborosan tersebut berasal dari belanja perjalanan dinas, khususnya meeting dan honorarium.

Mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu meminta setiap K/L menyusun anggaran dengan lebih serius. Sebab, pada tahun anggaran yang lalu, Ditjen Perbendaraan menemukan adanya 20.000 DIPA (daftar isian pelaksanaan anggaran) yang direvisi. Di sisi lain, besaran anggaran yang tidak dibelanjakan masing-masing K/L mencapai 5 persen dari pagu. Artinya, penyerapan anggaran rata-rata baru mencapai 95 persen. "Waktu buat perencanaan bagaimana? Apakah sengaja, asal jalan dulu, lalu buat saja yang bagus-bagus supaya Kemenkeu dan Bappenas setuju, lalu direvisi seenaknya," keluhnya.

"Saya minta digunakan spending review pelaksanaan anggaran 2017 agar semakin baik. Beberapa langkah simplifikasi dilakukan sehingga tidak membebani dan mengurangi alasan untuk tidak efisien," katanya dalam Rakornas Pelaksanaan Anggaran K/L di Gedung Dhanapala, Kemenkeu, Jakarta, kemarin (28/2).

Setelah tax amnesty berakhir, pihaknya menyiapkan draf Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Kerahasiaan Bank. Perppu tersebut memungkinkan pembukaan data nasabah yang diduga melakukan pelanggaran di bidang perpajakan. Perppu itu juga merupakan bagian dari kesepakatan sejumlah negara terhadap rencana otomatisasi keterbukaan informasi atau AEOI (auto­matic exchange of information).

Di sisi lain, pemerintah kembali mengingatkan para wajib pajak (WP) untuk mengikuti program pengampunan pajak. 

''Sebentar lagi saya akan keluarkan perppu ini. Kalau lewat undang-undang, terlalu lama. Ini harus dikeluarkan. Kalau tidak, bisa di­kucilkan kita, dianggap negara tidak kredibel, kita tidak mau itu. Ini efektif Juni 2018. Artinya, Juni tahun depan, siapa pun tidak bisa lagi menyembunyikan hartanya di dalam dan di luar negeri. Tidak bisa lagi menghindari pajak di dunia mana pun,'' bebernya. 

Dalam acara sosialisasi yang dihadiri 12 ribu pengusaha tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menuturkan, setelah delapan bulan program itu berlangsung, perolehan uang tebusan sudah mencapai Rp 112 triliun. Deklarasi harta mencapai Rp 4.413 triliun.