Terbaru

Pengusaha Minta Ekspor Kulit Hewan Dilarang

Kementerian Keuangan diminta naikkan tarif bea keluar ekspor kulit | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Axa

PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Axa


Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto mengaku mendapatkan keluhan dari para pengusaha dan produsen kerajinan kulit,  yang kesulitan memperoleh bahan baku di dalam negeri. Kalau pun ada  harga yang dibanderol tinggi. 

"Kami mengenakan bea keluar 15 sampai 25 persen. Nanti kita kaji lagi, apakah bea keluar bisa ditingkatkan," ujarnya di kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Selasa, 1 November 2016.

Kementerian Perindustrian bersama Kementerian Keuangan akan mengkaji penyesuaian tarif bea keluar ekspor kulit hewan. Saat ini aturan yang diterapkan yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.140/2016 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar, yang diterbitkan pada 20 September 2016.

Para pengusaha pun meminta pihak pemerintah untuk dikeluarkannya aturan tidak boleh mengekspor. Sehingga, bahan baku tersedia di dalam negeri. Menanggapi hal tersebut,  Airlangga pun memahami kesulitan para pelaku usaha. Terlebih lagi, kulit yang diimpor tidak sebagus yang diekspor ke luar negeri. 

Di tempat yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, bahwa jika yang dituntut untuk mengeluarkan kebijakan pelarangan total ekapor kulit, hal tersebut sangat tidak memungkinkan. 

Namun menurutnya, peningkatan tarif bea keluar dimungkinkan. Tetapi, harus berdasarkan rekomendasi Kementerian Perindustrian. 

"Pelarangan ekspor tidak bisa, kita perlu liat perundang-undangan. Kami mendukung dan perlu memahami kondisi permasalahan," ujar Ani, sapaan akrab Sri Mulyani. 

Ekspor Kulit Ditentang, Menperin Minta Bea Keluar Dinaikkan | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Axa

PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Axa


Ketua Umum APKI Sutanto Haryono menganggap, pengusaha kulit mentah memilih untuk menjual kulit berkualitas ke luar negeri, sedangkan yang kualitasnya rendah dipasok ke industri nasional. Ia menduga, perbedaan satuan penjualan kulit menjadi alasan pengusaha kulit mementingkan ekspor ketimbang memasarkan di dalam negeri. 

"Terkadang, bahan baku yang dijual kepada kami itu sudah dicampur air sehingga menjadi berat. Mungkin karena sistem penjualannya dilakukan dengan satuan kg, jadi mereka memberatkan kulit yang mereka pasok ke kami. Secara tidak langsung, pencampuran itu bikin kualitas kulit menurun, sehingga bahan baku kami pun menjadi buruk," tutur Sutanto di Kementerian Perindustrian, Selasa (1/11).

 Asosiasi Penyamakan Kulit Indonesia (APKI) meminta pemerintah melarang ekspor kulit mentah guna memenuhi kebutuhan pasokan bahan baku berkualitas bagi industri kulit nasional. 

Menurutnya, selama ini penjualan kulit di Indonesia menggunakan satuan harga per kilogram, sedangkan yang diekspor satuan lembaran. Hal ini dianggap tidak adil dan berpotensi mencurangi industri penyamakan dengan memanipulasi bobot kulit mentah.

Hal ini sangat disayangkan, mengingat harga kulit mentah impor terbilang lebih murah 10 hingga 20 persen dibanding kulit mentah domestik.

Di sisi lain, lanjut Sutanto, industri penyamakan memiliki kemampuan terbatas dalam mendapatkan bahan baku impor. Pasalnya, Kementerian Pertanian hanya memperbolehkan impor kulit dari 60 negara, padahal ada 100 negara yang berpotensi mengekspor kulit mentah ke Indonesia. 

Tetapi, ia menyadari diperlukan banyak regulasi untuk bisa memperluas impor kulit mentah. Maka dari itu, ia meminta pemerintah untuk melarang ekspor kulit mentah dan khusus dialokasikan bagi industri dalam negeri.

"Padahal, kalau bahan baku lebih efisien, maka hasil kulit penyamakan bisa lebih murah. Dengan demikian, kami memasok industri persepatuan pun bisa lebih efisien. Sehingga ada peluang besar untuk meningkatkan nilai ekspor industri persepatuan dari angka saat ini US$4 miliar per tahunnya," tuturnya.

Selain itu, ia juga meminta satuan penjualan kulit mentah diganti dari per kilogram menjadi per lembaran, demi meminimalisasi kecurangan volume.  "Paling efektif ya peraturannya direvisi. Kalau tidak boleh diekspor kan dengan sendirinya kulit mentah dialokasikan untuk dalam negeri," ujar Sutanto.

Sebagai informasi, saat ini bea keluar ekspor untuk kulit dikenakan sebesar 15 hingga 25 persen, sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 140 tahun 2016.

Sementara itu, Menteri Perindustrian Airlangga Hartanto mengaku telah mendengar keluhan industri penyamakan kulit. Menangapi permintaan pelaku usaha, instansinya akan bertemu dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk menaikkan bea keluar ekspor kulit mentah agar pengusahan kulit domestik mau menyalurkan hasilnya ke industri dalam negeri.

Saat ini, kapasitas terpasang industri penyamakan sebesar 5 juta lembar dengan utilisasi mencapai 40 persen. Pertumbuhan industri kulit, barang kulit, barang dari kulit dan alas kaki mengalami pertumbuhan mencapai 7,74 persen per triwulan II 2016. 

"Kalau bea keluar naik, harusnya harga di domestik lebih menarik. Sehingga pengusaha kulit mau menyalurkan produksinya bagi industri penyamakan. Dengan cara ini kami yakin ekspor kulit mentah bisa berkurang," tutur Airlangga.

Kemenperin Berencana Naikkan Bea Keluar Kulit Hewan | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Axa

PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Axa


Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, bahan baku industri penyamakan kulit berupa kulit hewan terus mengalami permasalahan terkait kontinuitas pasokan dari dalam negeri maupun impor. Bahan baku ini pun menjadi salah satu keluhan para pelaku industri kulit, alas kaki, dan aneka.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berencana menaikan bea keluar untuk bahan baku kulit hewan. Berdasarkan PMK 140 tahun 2016 tentang Penetapan Barang Ekspor Yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar, kulit dikenakan bea keluar sebesar 15-25%.

"Kita mengenakan bea keluar 25% sama 15%. Nanti kita kaji lagi, apakah bea keluar bisa ditingkatkan lagi,"ujar Airlangga, di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Selasa (1/11/2016).

"Kita lihat sama seperti yang dikatakan Pak Menperin, kalau dari segi policy kita lihat dari bahan baku kulit disampaikan opsinya adalah menggunakan bea keluar tapi kita lihatlah dari usulan yang disampaikan Menperin berdasarkan input dari pelaku instrumen apa yang paling tepat untuk bisa meresponnya," ujarnya.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menambahkan, bahan baku kulit dari sisi perundangan tidak bisa dilarang. Tapi, untuk memaksimalkan potensi industri kulit, alas kaki dan aneka, bisa menggunakan bea keluar maksimal.