Pabrik PT Semen Indonesia sebenarnya tidak menyalahi aturan berdasarkan data geologis | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Axa
Peneliti Utama LIPI Hermawan Sulistyo atau yang akrab disapa Kikiek menegaskan berdasarkan data geologis Rembang bukan termasuk wilayah pegunungan karst Kendeng. Sebab itu pabrik PT Semen Indonesia sebenarnya tidak menyalahi aturan dengan memanfaatkan apa yang ada di kawasan itu. Namun justru akan memberikan banyak dampak positif untuk kemajuan negara ini.
Ketika ditanya apakah harus semen, Kikiek mengatakan memang tidak. Namun ia kembali bertanya apa yang ditawarkan daerah itu selain pabrik semen agar daerah tersebut bisa maju dengan pesat. "Saya ingin anak-anak Indonesia semua jadi doktor, jadi kalau mau tahu rumah kita seperti apa, ya keluarlah dari rumah. Saya sudah berkeliling ke sejumlah negara, tidak ada satu petani pun yang makmur bertani diatas batuan Gamping, kawasan itu kalau tidak salah termasuk daerah paling miskin di Rembang, ini tidak memiliki daya tawar lain," tandasnya yang mengaku memiliki data-data kuat terkait pendirian pabrik yang tidak akan merusak lingkungan.
Indonesia, ungkapnya tertinggal 100 hingga 200 tahun dari negara-negara maju lain. Ia yang mengaku sudah berkeliling di banyak negara ini mengatakan, kedatangan Semen Indonesia yang merupakan milik BUMN alias milik negara menjadi tawaran dan kesempatan masyarakat untuk maju. "Masalah pabrik ini sangat komplek, meliputi ekonomi, sosial, politik dan lainnya. Di kawasan itu masih miskin dan warganya tidak berpendidikan, kemudian ada yang datang menawarkan ini malah distop dihentikan sama saja mundur lagi 160 tahun," tandasnya dalam diskusi Dampak Penutupan Semen Rembang di Hotel Pandanaran, Selasa (24/1).
Terkait pabrik semen, Kikiek yang merupakan profesor riset ini mengatakan jika masyarakat harus membuka mata dan melihat lebih jauh. Keberadaan pabrik yang jelas-jelas milik negara ini harus dilihat dampaknya demi kemajuan bersama. "Kita sudah ekpansi hingga Vietnam, e malah di negeri kita sendiri kita digebuki, ini ada apa? Semen itu untuk membangun, rumah dibangun memakai semen, gedung ini juga dibangun menggunakan semen, apa iya rumahnya mas Gunretno dibangun tidak memakai semen?, dan kalau ini dihentikan, apa iya kita akan membiarkan Indonesia miskin dan melarat terus," tandas Kikiek.
Pernyataan itu justru ditanggapi dengan senyum oleh salah satu penolak pabrik semen yakni Sukinah yang juga hadir dalam diskusi tersebut. Ia mengatakan berterimakasih justru jika dibilang tidak sekolah dan tidak pintar. Meski begitu, ia tidak mau dibilang miskin karena memiliki lahan pertanian jagung yang setiap panen per satu hektarnya bisa mencapai 7 ton. Ia juga mengatakan memiliki empat sapi, dan semua warga di kawasan Tegaldowo (daerah yang dibangun pabrik) juga memiliki sapi, sehingga ia tidak mau dibilang miskin.
Sementara itu menanggapi putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung yang memenangkan pihak yang menolak, Kikiek menegaskan bahwa hakim yang bertugas merupakan hakim 'goblok'. Menurutnya hakim yang menangani kasus tersebut tidak pernah membaca dengan teliti novum atau bukti baru yang diajukan oleh kelompok yang anti pabrik semen. Sehingga muncul nama-nama palsu yang kemudian dijadikan dasar banyaknya warga yang menolak pabrik tersebut. "Bagaimana mungkin Ultraman, Power Ranger, presiden, dan raja copet termasuk dalam 2.500 orang yang menolak dan tanda tangan dan ini dijadikan bukti, itu petani darimana?" tandasnya. Selain itu, ia mengatakan jika setiap gugatan yang diajukan oleh kisaran lima orang dimenangkan, maka akan merugikan ribuan orang lain.
Kikiek juga menyatakan mendukung pembangunan pabrik semen diteruskan. Soal adanya kekhawatiran kerusakan lingkungan hal itu adalah hipotesa yang belum terbukti. Dia mencontohkan Semen Indonesia memiliki lima pabrik dan semua tidak ada yang melanggar ambang batas debu 80 milimikron. "Di Gresik partikelnya ukuran 70, Tuban I 60 dan Tuban II 50, kalau di Rembang kisaran 30-40," terangnya. Dengan ukuran tersebut, maka hampir tidak ada partikel debu yang menganggu. hal itulah menurutnya yang nantinya harus dikawal agar pendirian pabrik benar-benar tidak merusak lingkungan. "Bukan menghentikan di awal,"tegasnya.
Dia menilai ada penyesatan informasi terkait polemik pabrik semen. Salah satunya soal hasil pertanian padi yang disampaikan mencapai 17 ton untuk luasan 1 hektare. "Jika ini terjadi, harus ada usulan ke PBB agar dapat penghargaan karena dengan rekayasa genetika untuk sawah kelas satu itu maksimal 9 ton, kelas satu itu dengan perairan yang bagus, dan kalau itu terjadi di dunia ya baru disitu. Kalau mau bicara mari dengan data dan fakta, saya ini ilmuwan, boleh salah tapi tidak boleh bohong" tegas Kikiek.
Lebih lanjut, lokasi pabrik semen di Rembang tidak termasuk dalam karst Pegunungan Kendeng sehingga tidak ada masalah dengan lingkungan. Kikiek mengatakan Emil Salim yang menyatakan perlunya moratorium pabrik semen adalah menteri zaman orde baru yang menerbitkan Hak Pengelolaan Hutan (HPH). "Dia itu yang jelas merusak ribuan hektare hutan, dan sekarang rumahnya yang besar itu juga dibangun dengan semen, tapi mahasiswa yang menolak semen, 5 atau 10 tahun lagi butuh semen untuk membangun rumahnya tidak? butuh. Kalau Emil tidak butuh lagi karena rumahnya sudah besar," jelasnya.
Bupati Rembang: Daerah Kami Ingin Maju Seperti Tuban | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Axa
Keberadaan pabrik semen di Rembang, masih memicu pro dan kontra. Bahkan pasca pencabutan izin operasi pabrik semen di Rembang oleh Gubernur Jateng Ganjar Pranowo beberapa waktu lalu, kondisi di daerah tersebut menurut Bupati Rembang Abdul Haviz cukup aman.
Dia menambahkan, bahwa sebelum ada pabrik semen di Rembang, sudah ada study banding. ‘Kami ingin Rembang seperti di Tuban. Sebelum di Tuban ada pabrik semen. kondisinya seperti di Rembang. Namun setelah ada pabrik semen, Tuban lebih maju daripada Rembang,” tambahnya.
“Namun ada keluhan dari puluhan anak muda yang sempat bekerja di pabrik semen, tiba-tiba dihentikan, dan mereka mengadu ke gubernur. Oleh Gubernur Jateng, mereka akan dicarikan solusi agar dapat terus bekerja. Sebab mereka tidak memiliki pekerjaan lain,” kata Abdul Haviz dalam Diskusi Prime Topic dengan tema: Dampak Penutupan Pabrik Semen, di Hotel Pandanaran Semarang, Selasa (24/1).
Peneliti LIPI Prof Hermawan Sulistyo mengatakan, bahwa persoalan yang muncul dalam pembangunan pabrik semen di Rembang, sangat komplek. “Dalam bidang ekonomi, pertama, karena ekonomi kita ketinggalan ratusan tahun. Untuk itu perlu dibangun pake semen. Kedua, khusus semen argumennya stok masih banyak. Terus habisnya kapan? Sementara kebutuhan kita adalah 63 juta ton semen per tahun. Sedangkan stok semen 80 juta per tahun. Apa jadinya jika satu pabrik semen berhenti beroperasi atau tidak jadi dibangun? Kemudian apakah, kawasan sekitar pabrik semen sebelumnya pernah makmur? mana mungkin pertanian bisa dibudidayakan di tanah gamping? Karena miskin, kalau ada pabrik semen butuh konversi agar mereka tidak miskin lagi. Kalau peluang itu ditutup atas nama pelestarian, jadinya seperti apa? kalau mereka (pabrik semen) ditolak, terus dari daerah mau nawari apa?” tanya Hermawan.
Tak mau kalah dengan Sukinah, warga Rembang lainnya, Gun Retno mengatakan, bahwa perlunya mencari solusi atas kasus pembangunan pabrik semen di Rembang. “Di daerah kami, ada 20 ribu usia produktif. Namun berdasarkan dokumen amdal, bahwa untuk masa konstruksi pabrik semen di Rembang menyerap tenaga kerja 1.200 orang. Sementara setelah konstruksi rampung, akan diserap tenaga lokal sebanyak 350 orang. Lalu yang lain bagaimana? Maka itu kami sudah rembugan sebelumnya dengan pihak pabrik semen dengan syarat, kegiatan peralatan dihentikan. Namun justru peralatan itu tetap beroperasi. Maka itu di forum ini bisa dicari solusinya,” kata Gun Retno.
Pernyataan Hermawan, memicu tanggapan dari dua warga Rembang yang hadir di forum itu. Sukinah warga Rembang mengatakan bahwa petani di daerahnya mampu menghasilkan jagung sebanyak tujuh ton per tahun. “Kami tidak marah dianggap miskin. Walau begini, kami punya empat ekor miskin. Ngapunten kulo mboten nggurui (maaf, tidak ada maksud menggurui),” kata Sukinah, membela diri.
Sementara itu Prof Dr Tri Marhaeni Puji Astuti Sosiolog Unnes mengatakan, bahwa dampak yang ditimbulkan adanya pabrik semen di Rembang itu bisa berdampak positif dan negatif.
“Tetapi coba lihat, setelah ada pabrik semen di Rembang, ekonomi di daerah itu justru mengeliat. Bahkan banyak wisatawan yang datang ke daerah itu. Hingga sempat muncul gagasan adanya Festival Rembang untuk lebih mengeliatkan ekonomi di daerah itu. Termasuk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) juga akan berdampak semakin positif dengan adanya pabrik semen itu,” kata Tri Marhaeni.
Bupati Rembang: Kami Ditangisi 2.500 Orang yang Bekerja di Pabrik Semen | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Axa
Koordinator Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) Gunretno yang hadir dalam diskusi ini, mengatakan, dalam dokumen Amdal rencana pembangunan pabrik semen di Rembang oleh PT SI, saat pembangunan memang butuh tenaga kerja sekitar 1.200 orang, tapi pasca operasi hanya 356 orang.
"Kita memang sama-sama mendukung BUMN karena itu tangungjawab bersama, tapi nggak pernah dihitung bahwa luasan lahan yang hilang itu juga berkaitan dengan nasib petani yang tidak terkover sejumlah 356 orang pasca operasi," katanya.
Bupati Rembang, Abdul Hafid menyayangkan rencana pembangunan pabrik semen oleh PT Semen Indonesia (SI) yang adalah perusahaan milik negara atau BUMN, gagal beroperasi di daerahnya.
Selain itu, dirinya sebagai Kepala Daerah, mengaku iri dengan perkembangan dan kemajuan daerah tetangga. Karena masing-masing daerah yang terdapat investasi besar, mampu mengubah perekonomian warganya dan wajah daerah setempat. Kemiskinan juga dapat terentaskan.
Dalam diskusi yang digelar stasiun radio swasta di Hotel Pandanaran, Kota Semarang, Selasa (24/1/2017), Abdul Hafid mengungkapkan, bahwa PT SI sudah mengeluarkan biaya pembangunan fisik pabrik sekitar Rp 5 triliun, dan memberikan CSR ke masyarakat Rembang sekitar Rp 25 miliar.
Ia mengatakan, sebenarnya selama ini di Rembang ada 14 perusahaan yang melakukan penambangan sejak tahun 1996. Namun produksinya kecil, dan produknya pun dibawa dan diolah di luar Rembang. Dampaknya, peningkatan ekonomi untuk masyarakat sekitar kurang berpengaruh.
"Saya selaku pimpinan daerah, iri. Kalau Tuban punya tiga pabrik semen, Kudus punya pabrik rokok, Pati punya banyak industri yang menyebar di seluruh wilayah, Blora punya minyak, Rembang nggak punya apa-apa. Ini fakta, maka Rembang tenggelam," ungkapnya.
Menurutnya, jika pabrik semen tak jadi beroperasi maka bakal ada dampak sosialnya. Jika masih bisa beroperasi maka pertumbuhan ekonomi pasti akan baik. Ia mengaku sekitar 2.500 warganya yang sebelumnya bekerja di pembangunan pabrik, mengeluhkan pencabutan izin lingkungan oleh Gubernur Jateng.
"Maka saya selaku pemerintah daerah, akan melihat perkembangannya sejauh mana upaya pihak pemerintah dan semen mencarikan solusi. Saya berupaya masalah sosial bisa dikendalikan, BUMN juga tidak rugi," sambung Hafid.
"Kami ditangisi 2.500 orang yang hidupnya kemarin kerja di semen. Mereka sudah kredit motor karena sudah merasa punya penghasilan tetap, dan lainnya. Ini masalah ekonomi," katanya.
Sementara kerusakan lingkungannya sangat luar biasa, karena tak ada pengendalian dan upaya penghijauan dari penambang. Sedangkan saat ini, PT SI dalam Amdalnya sudah secara tegas bakal mengelola lingkungan. Selain itu juga mengolah produknya di Rembang.
"Maka saya ingin tambang yang berpotensi diambil dan diolah juga di sana, sehingga tambang benar-benar bisa memberdayakan," katanya.