Terbaru

Penduduk RI yang Pensiun akan Membludak di 2040

BPJS : Penduduk usia produktif saat ini harus dipaksa ikut dalam jaminan sosial | PT Rifan Financindo Berjangka 

PT Rifan Financindo Berjangka

Direktur Utama Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Agus Susanto mengatakan, pada periode 2020-2030, Indonesia mempunyai banyak tenaga kerja untuk menggerakkan perekonomian.

Namun setelah itu, yaitu di atas periode 2040, tenaga kerja tersebut akan memasuki masa‎ pensiun dan menjadi beban bagi penyelenggara jaminan sosial ini.

Indonesia akan menikmati bonus demografi di mana jumlah penduduk usia produktif akan lebih besar pada periode 2020-2030. Namun, bonus demografi ini bisa menjadi ancaman ketika periode tersebut berakhir.

"Usia penduduk kita mayoritas usia produktif. Tapi kondisi ini harus disikapi dengan dua sisi. Pertama, tantangan peningkatan tenaga kerja, tapi juga merupakan ancaman terhadap penyelenggaran jaminan sosial," ujar dia di Hotel Pullman, Jakarta, Selasa (31/1/2017).

Oleh sebab itu, penduduk usia produktif saat ini harus dipaksa ikut dalam jaminan sosial. Hal tersebut agar ada dana cadangan yang terkumpul di BPJS Ketenagakerjaan untuk membayar jaminan pensiun pada saat penduduk usai pensiun membludak nantinya.

"Sudah ada cadangan uang yang mulai dibangun dari sekarang. Cadangan uang sangat bermanfaat untuk mendongkrak ekonomi," tandas dia.

Dia mengungkapkan, sistem jaminan sosial yang diterapkan di Indonesia menggunakan sistem open growth. Akibatnya, masyarakat yang memasuki usia pensiun akan mendapatkan jaminan sosial seperti jaminan pensiun.‎ Sedangkan pada periode 2040 ke atas, jumlah pembayar iuran jaminan sosial diperkirakan akan semakin menurun.

"Pada saat 2040 nanti, orang yang pensiun akan lebih banyak dan orang yang iuran lebih sedikit. Ini yang bahaya," kata dia.

BPJS Ketenagakerjaan Beberkan Tantangan 2017 | PT Rifan Financindo Berjangka 

PT Rifan Financindo Berjangka

Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto mengungkapkan, tantangan lain yang harus dihadapi lembaga jaminan sosial adalah struktur tenaga kerja di Indonesia yang mayoritas lulusan sekolah dasar (SD). Setidaknya, ada 43 juta tenaga kerja di Indonesia yang lulusan SD.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan mengakui, bonus demografi memang menjadi tantangan terberat tahun ini bagi lembaga jaminan sosial. Namun, hal tersebut tidak menjadi satu-satunya tantangan yang harus dihadapi di tahun ini.

"Ternyata tenaga kerja kita yang 120 juta mayoritas lulusan SD ke bawah, ada 43 juta. Lulus SMP 18 juta, lulus SMA 16 juta, dan sarjana 6 juta," kata dia dalam acara Indonesia Economic Outlook 2017 yang diselenggarakan KORAN SINDO dan wartawan di Pullman Hotel, Jakarta, Selasa (31/1/2017).

Selanjutnya, sambung Agus, perpindahan keahlian antara masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan pun juga menjadi tantangan untuk BPJS Ketenagakerjaan. Menurutnya, saat ini ada kecenderungan masyarakat bergeser dari penduduk yang ada di desa ke penduduk perkotaan.

"Ini ditopang gencarnya pembangunan infrastruktur. Ini juga akan mengubah antara kelompok pekerja informal masuk ke sektor formal. Perubahan ini juga menjadikan kami harus evaluasi kembali strategi yang kita terapkan di jaminan sosial. Jaminan sosial kita saat ini mengelola dana Rp260 triliun dan kita akan arahkan untuk mendorong pembangunan ekonomi nasional," terangnya. 

Menurutnya, seluruh instansi dan lembaga yang terkait dengan pertumbuhan ekonomi harus mengalokasikan produknya untuk golongan tenaga kerja tersebut. BPJS Ketenagakerjaan pun saat ini telah mengalokasikan produknya untuk menjangkau kelompok tersebut.

"Rekan perbankan sesuai arahan Presiden untuk bisa mengakses kredit terhadap kelompok ini. Karena memang mayoritas tenaga kerja ada di situ, kami juga akan fokus ke kelompok ini," imbuhnya.

BPJS TK Akui Indonesia Terlambat Sadar tentang Perlindungan Jaminan Sosial | PT Rifan Financindo Berjangka 

PT Rifan Financindo Berjangka

Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto mengungkapkan, jaminan sosial merupakan hak dasar manusia yang sifatnya universal. Sayangnya, baru 27% masyarakat dunia yang saat ini telah menikmati jaminan sosial.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan mengakui, Indonesia cukup terlambat untuk menyadari peran penting perlindungan jaminan sosial untuk kebutuhan hidup masyarakat. Karena, negara-negara lain sudah sejak dini hari menyiapkan perlindungan jaminan sosial untuk masyarakatnya.

Menurutnya, selama ini baru negara-negara yang mapan secara ekonomi memiliki kesadaran untuk menyiapkan program jaminan sosial. Mereka sudah menyiapkan jaminan hidup yang layak bagi masyarakatnya. "Mereka sudah antispasi bahwa yang paling basic harus dibangun adalah kesejahteraan hidup yang layak," imbuh dia.

"Karena dari total penduduk dunia, yang telah mendapat jaminan sosial baru 27%, ada 73% yang belum dapat jaminan sosial," katanya dalam acara Indonesia Economic Outlook 2017 yang diselenggarakan Koran SINDO dan SINDOnews.com di Pullman Hotel, Jakarta, Selasa (31/1/2017).

Agus menyebutkan, Jerman telah menyiapkan perlindungan jaminan sosial sejak 1857 dan Inggris sudah sejak 1930. Meskipun begitu, pihaknya tetap optimis dapat terus menyediakan jaminan sosial bagi masyarakat Indonesia. "Walaupun agak terlambat sedikit, tapi kita tetap optimis untuk bisa menyelenggarakan jaminan sosial," paparnya.