Terbaru

OPEC Kembali Pangkas Produksi

pt rifan financindo


Bagaimana Dampaknya? | pt rifan financindo


Pada perdagangan Senin kemarin, harga minyak WTI kontrak Juni 2017 naik 1,40 poin atau 2,93% menuju US$ 49,24 per barel. Sementara minyak Brent kontrak Juli 2017 meningkat 1,42 poin atau 2,79% menjadi US$ 52,26 per barel.

IHSG pada perdagangan kemarin ditutup menguat 0,24% ke level 5,668.87 yang didukung oleh sektor finance dan sektor consumer goods. Sementara itu, pada pagi ini Dow Jones menguat hingga 0,41% ke level 20,981.94, diikuti oleh EIDO yang melonjak hingga 0,67% ke level 26.87.

Harga minyak mentah melesat akibat pasar yang merespons pernyataan Arab Saudi dan Rusia yang akan memperpanjang periode pemangkasan produksi hingga akhir Maret 2018.

Sebelumnya pada 30 November 2016, OPEC memutuskan memangkas produksi hingga 1,2 juta barel per hari (bph) menjadi 32,5 juta bph pada paruh pertama tahun ayam api untuk memperbaiki harga minyak di pasar global yang menurun sejak pertengahan 2014.

Setelah sempat hampir menyentuh level US$ 45 per barel, harga minyak kemarin berhasil melonjak tajam, setelah menteri energi Arab Saudi dan Rusia memberi pernyataan bahwa upaya pemangkasan produksi minyak mentah yang dipimpin OPEC akan diperpanjang hingga Maret 2018.

Berdasarkan kesepakatan saat ini, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), di mana Arab Saudi adalah pemimpin de-facto, dan produsen lainnya termasuk Rusia berjanji akan memangkas produksi sebesar hampir 1,8 juta barel per hari (bph) selama paruh pertama tahun ini.

Ini merupakan level tertinggi sejak April 2015 sekaligus menunjukkan pertumbuhan dalam 17 pekan terakhir.

Meskipun begitu, harga minyak diperkirakan masih akan bergerak positif, dalam range US$ 47-US$ 50 per barel. Hal ini tentunya merupakan sentimen positif untuk saham-saham minyak seperti MEDC dan ELSA.

Meskipun begitu, lonjakan harga ini diperkirakan hanya akan bertahan sementara saja, mengingat masih banyaknya negara anggota OPEC yang belum memberikan persetujuannya, serta produksi minyak Amerika yang terus meningkat.

Dari sisi suplai, pasar masih terbebani oleh peningkatan produksi Amerika yang memanfaatkan kenaikan harga akibat pemangkasan suplai OPEC dan non-OPEC. Berdasarkan data, Barker Hughes mengemukakan jumlah rig minyak Amerika telah bertambah 6 buah menjadi 712 rig.

Pemangkasan Produksi Minyak OPEC Tak Berdampak Signifikan | pt rifan financindo


Pada perdagangan Senin kemarin, harga minyak WTI kontrak Juni 2017 naik 1,40 poin atau 2,93% menuju US$ 49,24 per barel. Sementara minyak Brent kontrak Juli 2017 meningkat 1,42 poin atau 2,79% menjadi US$ 52,26 per barel.

Namun, kenaikan tersebut tidak akan berlangsung lama, hanya untuk sementara dalam jangka pendek saja. Sebab, nyatanya over supply minyak bumi masih terjadi sejak 2014 lalu. 

 Harga minyak mentah merangkak naik akibat pasar yang merespons pernyataan Arab Saudi dan Rusia yang akan memperpanjang periode pemangkasan produksi hingga akhir Maret 2018.

Setelah sempat hampir menyentuh level US$ 45 per barel, harga minyak kemarin berhasil melonjak setelah menteri energi Arab Saudi dan Rusia memberi pernyataan bahwa upaya pemangkasan produksi minyak mentah yang dipimpin OPEC akan diperpanjang hingga Maret 2018.

"Secara fundamental, over supply masih terjadi," kata Pengamat Energi, Pri Agung Rakhmanto, dalam diskusi di Kantor Chevron, Jakarta, Selasa (16/5/2017). 

Harga minyak memang dijaga oleh OPEC agar tidak melonjak terlalu tinggi. Ini dilakukan untuk menahan supaya Amerika Serikat (AS) tak jor-joran memproduksi shale oil. Dengan harga minyak seperti saat ini, shale oil jadi kurang ekonomis untuk diproduksi.

"Yang dilakukan OPEC sekarang menjaga balance untuk membuat shale oil tidak booming lagi," pungkasnya

Yang dilakukan OPEC saat ini hanya 'lip service' untuk mempengaruhi sentimen pasar saja. Kenaikan harga minyak sekarang terjadi bukan karena pasokan dan permintaan sudah seimbang.

"Kalau tidak ada upaya-upaya seperti itu, harga ada kecenderungan melemah. Jadi itu hanya lip service saja, upaya untuk memberi sentimen ke pasar bahwa mereka masih berkeinginan menjaga harga minyak dunia," tukas Pri.

Harga minyak tahun ini diprediksi tidak akan beranjak dari kisaran US$ 50-55 per barel. "Dari berbagai macam proyeksi, harga minyak kira-kira masih di kisaran US$ 50-55 per barel, belum akan sampai US$ 60 per barel. Kecuali ada gejolak luar biasa seperti perang. Tapi secara fundamental tetap di US$ 50-55 per barel," ucap Pri.

Kemungkinan langkah seperti ini akan dilakukan OPEC lagi ketika nanti harga minyak kembali melemah. "Kemarin kan turun US$ 2-3/barel, sekarang membaik, tapi hanya untuk periode tertentu. Nanti ketika ada penurunan harga lagi akan dilakukan hal seperti itu," paparnya.

Harga Minyak Sulit Tembus US$ 60 per Barel | pt rifan financindo


Pengamat energi RefoMiner Institute Priagung Rakhmanto mengatakan, harga minyak dunia yang anjlok sejak 2014, belum menunjukkan perbaikan sampai saat ini. Pada 2017, harga minyak diperkirakan hanya berada di level US$ 50-US$ 55 per barel. Harga minyak belum bisa menembus melebihi US$ 60 per barel.

"2017 masih akan bertahan rendah, belum akan melebihi US$ 60. Masih di angka US$ 50-US$ 55 per barel," kata Priagung, dalam sebuah diskusi, di Jakarta, Selasa (16/5/2017).

Harga minyak dunia diperkirakan tidak menembus level US$ 60 per barel pada 2017 meski negara pengekspor minyak (Organization of the Petroleum Exporting Countries/ OPEC) telah sepakat mengurangi tingkat produksi.

Sebelumnya harga minyak mentah dunia melonjak 2 persen ke posisi tertinggi dalam lebih dari tiga pekan mencapai US$ 52 per barel. Lonjakan harga terjadi usai Arab Saudi dan Rusia sepakat untuk kembali memotong pasokan hingga 2018.

Ini merupakan langkah pertama yang diambil OPEC untuk mendukung harga minyak lebih lama dari kesepakatan pertama. Menteri Energi dari kedua negara produsen terbesar minyak dunia tersebut, menilai pemotongan pasokan harus diperpanjang selama sembilan bulan, sampai Maret 2018.

Melansir laman Reuters, Selasa 16 Mei 2017, patokan minyak mentah global Brent naik 98 sen atau 1,9 persen menjadi US$ 51,82 per barel, usai menyentuh US$ 52,63, posisi tertinggi sejak 21 April. Sementara harga minyak mentah AS naik US$ 1,01 atau 2,1 persen ke posisi US$ 48,85 per barel.

Priagung melanjutkan, keputusan negara OPEC yang sepakat mengerem tingkat produksi untuk mendongkrak harga minyak tidak berdampak banyak. Upaya tersebut hanya menaikkan sedikit harga minyak. Lantaran OPEC bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi harga minyak dunia.

"Sudah agak naik karena OPEC memutuskan memangkas produksinya. Kira-kira kalau pun naik gradientnya tidak langsung tinggi. Tidak jauh dari US$ 50 - US$ 55," ujar dia.

Priagung mengungkapkan, harga minyak dunia masih rendah hingga kini, disebabkan membanjir-nya pasokan minyak dunia di pasar sejak 2015‎. Pasokan minyak lebih tinggi dari permintaan.

"Karena oversupply sudah lama sejak 2015. Pasokan banjir melebihi permintaan. Sama seperti yang terjadi 2017. Jadi harga minyak masih akan bertahan rendah dalam jangka waktu cukup lama," tutur Priagung.