Terbaru

Stimulus Fiskal Trump Tertunda, Bursa Wall Street Berjatuhan

Sejumlah kebijakan ekonomi Trump diperkirakan akan tertunda | PT Rifan Financindo Berjangka Pusat

PT Rifan Financindo Berjangka Pusat

Bursa Wall Street jatuh pada perdagangan Senin 6 Februari 2017, akibat kekhawatiran investor bahwa sejumlah kebijakan ekonomi Presiden AS, Donald Trump, akan terhambat. Analis memperkirakan Trump dan Kongres AS akan menghadapi penundaan dalam mengimplementasi stimulus fiskal, yang sudah dinanti-nanti pelaku bisnis. 

Pada perdagangan kemarin indeks S&P tergelincir untuk pertama kalinya, setelah tiga kali berturut-turut mengalami kenaikan. Saham-saham energi di bursa S&P 500 berjatuhan sekitar satu persen menekan bursa saham di zona merah. 

Dilansir CNBC, Selasa 7 Februari 2017, indeks Dow Jones ditutup tergelincir 20 poin atau 0,09 persen. Indeks S&P 500 turun 0,21 persen, dan indeks Nasdaq merosot 0,06 persen. 

Para analis memperkirakan sejumlah kebijakan ekonomi Trump akan tertunda karena Trump saat ini fokus pada kebijakan perdagangan dan imigrasi. Trump telah melarang masuk warga negara dari tujuh negara muslim ke Amerika Serikat. 

Sejak 8 November tahun lalu, bursa saham AS telah mengalami kenaikan tajam usai terpilihnya Donald Trump sebagai presiden AS. Investor merespons pun positif kebijakan Trump untuk melakukan sejumlah kebijakan ekonomi AS, seperti memangkas pajak perusahaan, deregulasi, dan mendongkrak belanja pemerintah.   

"Saya pikir ini menunjukkan ketidakpastian terhadap apa yang pemerintahan dapat lakukan," kata Bruce McCain, kepala strategis investasi dari Key Private Bank. 

Investor Tunggu Katalis Baru, Wall Street Dibuka Melemah | PT Rifan Financindo Berjangka Pusat

PT Rifan Financindo Berjangka Pusat

Dilansir Reuters, Senin (6/2/2017), Indeks Dow Jones turun 22 poin atau 0,15% dengan 25.175 saham diperdagangkan. Indeks S&P turun 4 poin atau 0,17% dengan 134.369 saham diperdagangkan dan indeks Nasdaq 100 turun 4 poin atau 0,19% dengan 19.977 saham diperdagangkan.

Wall street dibuka melemah, seiring investor mencari katalis baru untuk mendorong pasar. Pada minggu sebelumnya, pasar menyambut laporan ketenagakerjaan yang positif.

Hari ini, data dan laporan keuangan menjadi fokus investor. Seperti laba S&P 500 pada kuartal IV yang diperkirakan akan tumbuh 8%. Pencapaian tersebut menjadi yang paling tinggi dalam sembilan kuartal.

Saham Tiffany & Co juga melemah 4,4% menjadi USD76,96, CEO perusahaan perhiasan tersebut mengundurkan diri setelah hasil laporan keuangan mengecewakan.

Selain itu, harga minyak juga dibuka melemah di kisaran USD57 per barel karena ketegangan yang terjadi antara Amerika Serikat dan Iran.

Market cemas kebijakan Trump, Wall Street memerah | PT Rifan Financindo Berjangka Pusat

PT Rifan Financindo Berjangka Pusat

Data yang dihimpun CNBC menunjukkan, pada pukul 16.00 waktu New York, indeks Dow Jones Industrial Average turun 0,09% menjadi 20.052,42. Saham Verizon mencatatkan penurunan terdalam. Sedangkan saham Merck menjadi saham dengan kenaikan terbesar.

Kecemasan mengenai kebijakan Gedung Putih masih mempengaruhi Wall Street pada transaksi perdagangan semalam (6/2). Alhasil, pasar saham AS ditutup di zona negatif.

Sementara, indeks S&P 500 turun 0,21% menjadi 2.292,56. Sektor energi memimpin kenaikan di antara sembilan sektor lainnya. Sedangkan sektor teknologi informasi berhasil mencatatkan kenaikan terbesar.

Dalam sembilan saham yang turun, terdapat lima saham yang naik di New York Stock Exchange. Volume transaksi perdagangan malam kemarin melibatkan 769 juta saham dan volume transaksi gabungan mencapai 3,094 miliar.

"Market saat ini berada dalam periode evaluasi. Saya tidak tahu sampai berapa lama hal ini akan bertahan," jelas Ernie Cecilia, CIO Bryn Mawr Trust.

Adapun indeks Nasdaq turun 0,06% menjadi 5.663,55.

Sementara, Jeremi Klein, chief market strategist FBN Securites berpendapat, analis mulai mengetahui bahwa Donald Trump dan Kongres sepertinya akan mengalami penundaan saat mengimplementasikan stimulus fiskal.

Seperti yang diketahui, sejak 8 November, pasar saham AS sudah naik tajam. Penyebabnya, pelaku pasar mulai mengantisipasi pemangkasan pajak korporasi, anggaaran belanja pemerintah, serta deregulasi.

"Dengan kenaikan S&P 500 berkali-kali lipat dan statstik yang saya andalkan naik ke level tinggi sejak Maret, sepertinya segala sesuatu harus turun terlebih dulu sehingga reli bisa berlanjut," jelas Klein.