Terbaru

Catat, Asuransi Syariah Bukan Hanya untuk Muslim

Penetrasi dan penggunaan asuransi syariah dirasa belum maksimal | PT Rifan Financindo Berjangka Pusat

PT Rifan Financindo Berjangka Pusat

Ketua Umum Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) Taufik Marjuniadi mengungkapkan, salah satu hal penting yang perlu diingat adalah asuransi syariah, baik asuransi jiwa, asuransi umum, maupun reasuransi, bersifat universal.

Apalagi, semua pemangku kepentingan di industri tersebut tidak melakukan pengotakan antara kaum muslim dan nonmuslim.

Pengetahuan dasar masyarakat awam mengenai hadirnya produk dan layanan asuransi berbasis syariah sudah cukup baik meski belum terlalu tinggi. Ini yang membuat penetrasi dan penggunaan asuransi syariah dirasa belum maksimal.

Artinya, asuransi syariah tidak hanya diperuntukkan bagi kaum muslim. Taufik menjelaskan, jumlah penduduk Indonesia yang amat besar merupakan peluang tumbuh dan berkembangnya industri asuransi.

Taufik memaparkan, faktanya banyak nasabah nonmuslim yang memanfaatkan produk dan layanan keuangan berbasis syariah, termasuk di dalamnya adalah asuransi syariah.

"Kami tidak mengotak-kotakkan antara yang muslim dan non muslim," jelas Taufik dalam workshop bertajuk "Menakar Prospek Asuransi Jiwa Syariah di Tengah Dinamika Ekonomi 2017" di Jakarta, Selasa (8/11/2016).

Hal demikian juga terjadi pada pasar modal berbasis syariah. Taufik menjelaskan, sebagai contoh, ada saja nasabah nonmuslim yang enggan berinvestasi pada bisnis minuman keras lantaran tidak mengonsumsi minuman keras.

Alasannya, kata Taufik, nasabah tersebut memiliki pengetahuan yang cukup mengenai prinsip asuransi syariah.

Berdasarkan data AASI yang dipaparkan Taufik, aset asuransi jiwa syariah per Agustus 2016 mencapai Rp 26,573 triliun. Kontribusi aset tersebut baru mencakup 6,48 persen dibandingkan keseluruhan industri asuransi jiwa.

"Berdasarkan pengalaman saya, banyak warga nonmuslim yang lebih memilih asuransi syariah. Mereka mengejar transparansinya dan hasil investasinya lebih baik," ungkap Taufik.

Perkuat Penetrasi, Asuransi Syariah Didorong Mulai Digitalisasi | PT Rifan Financindo Berjangka Pusat

PT Rifan Financindo Berjangka Pusat


“Walaupun masih banyak pandangan minor terhadap konsep asuransi, namun saya yakin pemanfaatan teknologi dalam proses edukasi mengenai konsep saling melindungi dan tolong menolong di antara para peserta yang dimiliki oleh asuransi jiwa syariah dapat menjadi salah satu hal penting," terang Anggota Dewan Pengawas Syariah FWD Life Agus Siswanto pada diskusi mengenai tantangan asuransi jiwa syariah di Jakarta, Selasa (8/11/2016).

Menjawab persoalan tersebut, Chief of Product Proposition & Sharia PT FWD Life Indonesia Ade Bungsu menjelaskan sebagai pelaku industri, FWD Life yang merupakan perusahaan asuransi jiwa di Indonesia telah menyiapkan strategi khusus dalam menjawab tantangan dan peluang industri asuransi jiwa syariah ke depan.

Asuransi jiwa syariah didorong untuk mulai memanfaatkan teknologi dalam upaya mendorong penetrasi yang saat ini masih di bawah 1%. Perkembangan teknologi digital saat ini dinilai turut membuka peluang baru untuk mempercepat proses sosialisasi, edukasi, dan akses terhadap produk asuransi jiwa syariah. 

Terlebih lagi menurutnya, teknologi informasi menjadi sangat besar peranannya dalam membangun kepercayaan dari para peserta asuransi syariah. Dia menambahkan teknologi mampu menyelesaikan persoalan akses terhadap suatu produk akibat keterbatasan dan ketimpangan jalur distribusi. 

Hal ini diperkuat dengan data Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia (APJII) yang menyatakan bahwa sepanjang 2016 sebanyak 132,7 juta orang Indonesia kini telah terhubung dengan internet. Angka tersebut naik 51,8% dibandingkan jumlah pengguna internet pada 2014 lalu yang hanya sebesar 88 juta pengguna internet.

“Sejak awal berdiri, FWD Life  telah menggunakan platform penjualan asuransi tanpa kertas dimana hal ini sejalan dengan visi perusahaan untuk mengubah cara pandang masyarakat terhadap asuransi. Sebagai pionir asuransi digital, FWD Life siap mendukung Pemerintah untuk meningkatkan penetrasi asuransi dan bersama-sama mengedukasi masyarakat khususnya di industri asuransi jiwa syariah,” jelas Ade.

Sejalan dengan tagline Bebaskan Langkah, FWD Life berkomitmen untuk membantu mempersiapkan asuransi dan investasi jangka panjang untuk masyarakat dari berbagai latar belakang agama yang berbeda dengan cara yang mudah dan nyaman didukung oleh teknologi digital. 

"FWD Life siap untuk menghadirkan berbagai inovasi produk dan layanan yang disesuaikan dengan kebutuhan nasabah khususnya pada kebutuhan terhadap asuransi syariah," tandasnya.

OJK Targetkan Aset Nonbank Syariah Rp100 triliun | PT Rifan Financindo Berjangka Pusat

PT Rifan Financindo Berjangka Pusat


Sejak 2015, OJK melihat pertumbuhan aset IKNB Syariah bertumbuh di kisaran 20 persen (year on year) setiap tahun. Pada tahun 2015, aset IKNB Syariah sebesar Rp64 triliun, kemudian pada bulan Oktober 2016 ini tumbuh menjadi Rp85 triliun. Muchlasin menilai rata-rata capaian pertumbuhan tersebut sudah menunjukkan tren positif, terlebih lagi jika dibandingkan dengan tren pertumbuhan di IKNB konvensional yang masih di bawah 20 persen.

Salah satu perusahaan pembiayaan milik negara PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI), kata Muchlasin, sudah berkonsultasi dengan OJK karena banyaknya minat dari investor Timur Tengah untuk menanamkan modalnya dengan skema syariah. "Baru saja kemarin, SMI menghubungi banyak dana dari luar masuk ke Indonesia yang ingin dengan skema syariah," ujarnya.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membidik aset industri keuangan nonbank syariah dapat bertambah Rp15 triliun pada 2 tahun mendatang atau mencapai Rp100 triliun meskipun tantangan minimnya penetrasi ke tengah masyarakat masih membayangi. "Itu dengan catatan, sektor lain yang menopang, seperti pembiayaan syariah juga tumbuh betul, ya," kata Direktur Industri Keuangan Non-Bank Syariah (IKNB) OJK Muchlasin pada seminar bersama FWD Life di Jakarta, Selasa (8/11).

Hingga Oktober 2016, kata Muchlasin, beberapa lini IKNB, seperti pembiayaan syariah menunjukkan tren pertumbuhan yang membaik. Bahkan, kontribusinya dapat menggeser sektor asuransi syariah. Salah satu sektor ekonomi yang dapat menggenjot kinerja IKNB syariah, menurut dia, adalah infrastruktur. Dengan ambisi pemerintah untuk menggenjot pembangunan infrastruktur, lanjut dia, relatif banyak investor dari mancanegara yang ingin bekerja sama dengan perusahaan keuangan Indonesia, termasuk investor di keuangan syariah.

Selain itu, kendala untuk pengembangan IKNB syariah juga karena masing-masing lini di IKNB syariah masih bergantung pada lini IKNB lain dan perbankan, seperti perkembagan asuransi syariah yang bergantung pada bisnis pembiayaan dan perbankan. "Tingginya tingkat ketergantungan, sebanyak 60 persen distribusi asuransi syariah melalui bank syariah, pembiayaan syariah, dan koperasi. Sumber dana pembiayaan syariah lebih dari 89 persen masih mengandalkan perbankan syariah," katanya.

Namun, kata dia, meskipun potensi IKNB syariah masih sangat luas, tantangan bagi OJK dan pelaku industri juga masih banyak. Muchlasin menilai IKNB Syariah harus berani untuk memperkuat kapasitas modalnya agar optimal memanfaatkan peluang bisnis syariah. "Teknologi dan sumber daya manusia IKNB syariah juga masih menjadi masalah. IKNB syariah harus meningkatkan kapasitas teknologi dan SDM nya. Nasabah sekarang erat sekali dengan teknologi," katanya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebut, nilai aset keuangan syariah Indonesia masih terbilang kecil. Padahal, Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia. Sri menjelaskan, nilai aset keuangan syariah di Indonesia saat ini mencapai US$40 miliar. Pada saat yang sama, nilai aset keuangan syariah di Malaysia mencapai 10 kali lipatnya, yakni US$415 miliar.

Menurut Sri, aset perbankan syariah yang kini mencapai Rp 314 triliun tersebut mencakup 2,6 persen dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia yang mencapai Rp 15.000 triliun. Artinya, ada potensi yang sangat besar bagi penetrasi keuangan syariah di Indonesia. "Masih ada 97 persen keuangan nasional untuk dipenetrasi oleh keuangan syariah," tutur Sri.

"Di Timur Tengah memang aset syariah mereka semakin besar. Di saat yang sama mereka mengembangkan keuangan konvensional," jelas Sri. Ia menjelaskan, mayoritas aset keuangan syariah di Indonesia masih berbentuk perbankan syariah yang memuat aset-aset berbasis syariah. Sri menuturkan, pada semester pertama 2016 total aset keuangan syariah mencapai Rp 621 triliun, dengan Rp 314 triliun di antaranya adalah aset perbankan syariah. Kendati masih minim, sukuk atau surat berharga syariah yang ditebitkan pemerintah dan korporasi di Indonesia terus meningkat dalam 10 tahun terakhir. "Penerbitan sukuk Rp 266 triliun, tapi mayoritas sukuk negara. Sejak 10 tahun lalu peran sukuk semakin besar," ungkap Sri.