Terbaru

Kontrak Karya tidak untuk Freeport Semata

Mineral mentah tetap tidak boleh (diekspor) | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Surabaya

PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Surabaya


Pemerintah berencana menambah waktu pengajuan perpanjangan kontrak karya (KK) perusahaan tambang menjadi maksimal lima tahun sebelum masa kontrak habis.

Dalam revisi Peraturan Pemerintah No 77 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara, permohonan perpanjangan KK dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) paling cepat diajukan dua tahun dan paling lambat enam bulan sebelum kontrak berakhir.

Namun, pelonggaran itu bukan untuk mewadahi kepentingan PT Freeport Indonesia (PTFI) yang telah mengajukan permintaan perpanjangan KK di awal 2016 dari kontrak pertambangan mereka yang baru habis pada 2021.

"Pemerintah sepakat perpanjangan (kontrak) itu enggak mungkin dua tahun, boleh lah dibahas lima tahun sebelum kontrak berakhir," ujar Menteri ESDM Ignasius Jonan seusai rapat koordinasi di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, kemarin.

Relaksasi ekspor konsentrat untuk IUPK itu akan tertuang dalam revisi Peraturan Menteri ESDM 1/2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral Dalam Negeri.

"Mineral mentah tetap tidak boleh (diekspor)," timpal Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Bambang Gatot Aryono.

Namun, pemegang KK dan IUP operasi produksi mineral logam tetap hanya diperbolehkan ekspor konsentrat tiga tahun setelah Permen ESDM itu terbit, atau maksimal 12 Januari 2017. Pemerintah pun berkukuh menjalankan pelarangan ekspor mineral mentah (ore) yang merupakan bentuk keberpihakan pada penghiliran di sektor pertambangan.

Jonan langsung menepis perombakan ketentuan itu untuk memuluskan jalan pengajuan kontrak lebih awal yang dilakukan PTFI.

Perusahaan tambang tembaga asal Amerika Serikat itu memang meminta kepastian kontrak lebih awal untuk menghimpun dana pembangun fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter).

"Ini untuk siapa saja. Jangan tanya Freeport atau apa, enggak ada hubungannya. Enggak ada PP dibuat untuk satu perusahaan."

"Perubahan ketentuan itu juga masih harus menunggu persetujuan presiden," kata Jonan.

"Kalau mau ekspor tidak melakukan pemurnian, itu harus berubah menjadi IUPK (izin usaha pertambangan khusus). Karena di UU Minerba, yang IUPK tidak ada batas waktu (ekspor)," ujarnya.

Di samping itu, perusahaan yang tidak memenuhi kewajiban membangun smelter seperti ketentuan UU 4/2009 (UU Minerba), tetap tidak akan diberi izin mengekspor konsentrat mereka.

Menko Perekonomian Darmin Nasution menuturkan perubahan KK menjadi IUPK menjadi jalan keluar yang paling tepat bila perusahaan ingin tetap mengekspor konsentrat.

"Ya ada deadline dan ada komitmen juga. Ada komitmen tertulis bahwa mereka akan mematuhi itu. Tapi setiap tahun sampai tahun kelima harus 100 persen. Kalau enggak, tahun pertama pun akan ada sanksinya," tukas Darmin.

Namun, relaksasi itu harus diiringi komitmen perusahaan membangun smelter dalam lima tahun dengan kemajuan yang terukur setiap tahunnya. Bila ketentuan tersebut tidak dipenuhi, pemerintah akan memberikan sanksi.

Menteri Jonan: Perpanjangan Kontrak Bisa 5 Tahun Sebelumnya | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Surabaya

PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Surabaya


Menteri ESDM Ignasius Jonan memastikan pembahasan perpanjangan kontrak karya bisa dilakukan dalam lima tahun sebelum kontrak pertambangan tersebut berakhir.

"Pembahasan perpanjangan itu mungkin tidak dua tahun. Kita sepakat bahwa ini boleh dibahas lima tahun sebelum kontrak berakhir," katanya.

Perpanjangan tersebut, kata Jonan seusai melakukan rapat koordinasi di Jakarta, Kamis, akan menjadi salah satu pasal dalam revisi Peraturan Pemerintah (PP) No 77 tahun 2014 tentang Mineral dan Batubara.

Selain itu, kata Jonan, bagi perusahaan kontrak karya yang mau melakukan ekspor tapi tidak mau melakukan pemurnian, harus menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). 

"Kalau mau ekspor tidak melakukan pemurnian, itu harus berubah menjadi IUPK. Karena di UU Minerba yang IUPK tidak ada batas waktu (ekspor). Tapi yang KK harus. Nanti coba lihat pasalnya," ujarnya.

Jonan menegaskan pasal ini dirumuskan dalam revisi PP bukan untuk mengakomodasi kepentingan pihak maupun perusahaan tertentu. 

"Ini untuk siapa saja. Tidak ada PP dibuat untuk satu perusahaan," katanya.

Ia juga memastikan pemerintah masih memberikan perizinan kepada ekspor konsentrat dengan persyaratan khusus terhadap bahan mineral mentah tertentu.

Dengan demikian, menurut Jonan, perusahaan pertambangan kontrak karya masih diwajibkan melakukan ekspor atas produk pemurnian yang sudah melalui tahapan hilirisasi dalam negeri.

Sebelumnya, revisi PP No 77 Tahun 2014 tersebut dilakukan karena diduga terkait perpanjangan kontrak pertambangan PT Freeport, yang habis pada tahun 2021.

Ketidakpastian itu bisa membuat investor masih ragu untuk berinvestasi, karena timbul kekhawatiran kontrak tidak akan diperpanjang lagi.

Jika sesuai peraturan sekarang, maka pengajuan perpanjangan kontrak, baru bisa dilakukan sebelum dua tahun masa habis kontrak, atau untuk kasus PT Freeport berarti pada 2019.

Darmin: perusahaan IUPK tetap wajib bangun smelter | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Surabaya

PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Surabaya


Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution memastikan perusahaan pertambangan yang telah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) tetap diwajibkan untuk membangun fasilitas pemurnian atau smelter.

Darmin menjelaskan dalam pasal revisi Peraturan Pemerintah (PP) No 77 tahun 2014 tentang Mineral dan Batubara tercantum bahwa perusahaan kontrak karya yang ingin melakukan ekspor mineral mentah, harus berubah status menjadi IUPK.

"Mereka harus membuat komitmen bahwa smelter akan dibangun dalam lima tahun, setiap tahun harus ada progress yang harus dicapai," kata Darmin di Jakarta, Kamis.

Ia memastikan bila komitmen pembangunan fasilitas pemurnian dalam lima tahun tersebut telah dilakukan, maka perusahaan pertambangan itu bisa melakukan ekspor konsentrat, asalkan tidak melalaikan kewajiban smelter.

Namun, dalam lima tahun kedepan, perusahaan dengan IUPK itu tetap harus menyelesaikan smelter untuk pemurnian, yang dapat dilakukan secara bertahap sesuai yang tertulis dalam Peraturan Menteri ESDM.

"Ada komitmen tertulis bahwa dia akan mematuhi, berapa persen pertahunnya ada di Permen ESDM. Tapi setiap tahun sampai tahun kelima harus 100 persen. Kalau tidak (dilakukan), di tahun pertama pun ada sanksinya," kata Darmin.

Terkait ekspor bahan mineral tersebut, Darmin juga memastikan adanya kenaikan tarif bea keluar yang besarannya masih dalam diskusi antara Kementerian Keuangan dengan Kementerian ESDM.

UU No 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara mewajibkan perusahaan pertambangan untuk membangun industri pengolahan bahan mineral dan tidak boleh melakukan ekspor bahan mineral mentah. 

Sebelumnya, revisi PP No 77 Tahun 2014 tersebut dilakukan karena diduga terkait dengan kontrak karya pertambangan PT Freeport, yang belum sepenuhnya membangun smelter sebagai salah satu syarat untuk melakukan ekspor konsentrat dari Indonesia.