Terbaru

Rupiah Tertekan Lagi, BI Lakukan Intervensi di Tiga Pasar

Rupiah di pasar spot diperdagangkan di Rp 13.558 per dollar AS | PT Rifan Financindo Berjangka 

PT Rifan Financindo Berjangka


Menurut Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara, pihaknya sudah melakukan berbagai langkah untuk menjaga rupiah tidak tertekan lebih dalam.

Rupiah kembali harus tertekan pada akhir perdagangan hari ini, Kamis (24/11/2016). Mengutip Bloomberg, rupiah di pasar spot diperdagangkan di Rp 13.558 per dollar AS.

Ia menjelaskan, tertekannya mata uang Garuda itu masih dipengaruhi gejolak pasar keuangan pasca kemenangan Donald Trump sebagai Presiden AS.

"BI lakukan stabilisasi, kami hari ini ada di pasar valas, kita juga lakukan lelang beli SBN, dan lelang untuk menambah likuiditas di pasar swap. Jadi BI hari ini hadir di tiga pasar ya dalam rangka stabilisasi," ujar Mirza di Surabaya.

Apakah kebijakan Trump akan merealisasikan janji-janjinya saat kampanye atau tidak. Belum jelasnya arah kebijakan AS ucap Mirza, juga menghempaskan mata uang negara lain. Mata uang di Eropa, Asia, hingga Amerika Latin pun juga melemah.

Meski begitu, ia menuturkan bahwa gejolak tersebut hanya sementara. Saat ini kata Mirza, dunia terus menantikan arah kebijakan AS di bawah Trump.

"Belum ada kejelasan arah kebijakan kabinetnya Trump ini seperti apa, apakah seperti yang diucapkan Trump saat kampanye, akan mendorong utang pemerintah meningkat, apakah akan digenjot ekonominya," kata Mirza.

Meski begitu, BI meminta masyarakat tidak perlu khawatir sebab gejolak nilai tukar hanya sementara. BI yakin gejolak nilai tukar akan reda pada Desember-Januari nanti seiring adanya kejelasan arah kebijakan Trump.

"Kalau itu dilakukan maka yang terjadi adalah rate dari bunga surat utang AS akan naik, kalau dorong ekonomi terlalu kencang maka inflasi AS akan naik lebih cepat," lanjut ia.

BI: Efek Trump akan Hilang Setelah Januari 2017 | PT Rifan Financindo Berjangka 

PT Rifan Financindo Berjangka


Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara menuturkan setelah ketidakpastian di pasar keuangan karena 'Trump Effect' hilang, maka pemulihan pertumbuhan ekonomi domestik akan berlanjut. "Pasar menunggu pidato Donald Trump seperti apa, kabinet Trump seperti apa. Belum tentu yang diumumkan saat kampanye akan diwujudkan. Volatilitas karena Trump mungkin selesai di akhir Januari," paparnya dalam sebuah seminar di Surabaya, Kamis (24/11) petang.

Bank Indonesia (BI) memperkirakan gejolak pada nilai tukar rupiah dan saham karena dampak terpilihnya Donald Trump menjadi Presiden Amerika Serikat (AS) mungkin akan hilang selepas Januari 2017 atau setelah Trump memastikan kebijakan fiskal dan kabinet menteri yang akan menopang kebijakannya.

Pertumbuhan ekonomi yang menurut Mirza 'normal' itu akan turut pula mendongkrak penyaluran kredit perbankan, sebagai sumber utama pembiayaan ekonomi. Bank Sentral melihat kredit bank akan tumbuh 10-12 persen pada 2017, seiring dengan perbaikan kredit bermasalah, setelah pada 2016 kredit bermasalah perbankan masih stagnan di atas 3,0 persen.

'Trump Effect' mengemuka di pasar keuangan setelah perhitungan suara pemilihan umum Presiden AS yang dinilai akan dimenangkan kandidat Donald Trump. Trump dikenal sebagai penganut kebijakan perdagangan yang proteksionis dan konservatif. 

Dia menyebut laju pertumbuhan ekonomi domestik akan kembali 'normal' pada 2017, sejalan dengan proyeksi BI di laju pertumbuhan 5,0-5,4 persen pada 2017. Untuk tahun ini, Bank Sentral memperkirakan ekonomi tumbuh moderat di 5,0 persen.

Dalam mengelola fiskal, Trump pun menjanjikan ekspansi belanja dan kebijakan yang longgar dalam mengelola defisit anggaran sehingga memicu dugaan pemerintah AS akan mengandalkan penerbitan obligasi.

"Kredit bermasalah akan segera peak dan tahun depan memabik sehingga ekspansi perusahaan bisa berlanjut," katanya.

Dolar Perkasa, Bank Indonesia 'Intervensi' di Tiga Pasar | PT Rifan Financindo Berjangka 

PT Rifan Financindo Berjangka


Hari ini rupiah kembali mengalami tekanan dengan ditutup melemah ke Rp13.558 per dolar AS, atau turun 68 poin (0,50 persen), setelah bergerak di kisaran Rp13.508-Rp13.586. 

"Sampai kapan pelemahannya? Ini kami perkirakan hanya akan sementara, sambil menunggu kabinet ekonomi Trump yang baru diumumkan nanti Januari dan pidato kenegaraan Trump," tutur Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia‎ Mirza Adityaswara   Mirza di Hotel Shangri-La Surabaya, Kamis (24/11). 

Bank Indonesia (BI) menyatakan penguatan dolar AS beberapa waktu terakhir terjadi terhadap berbagai mata uang negara di dunia, tak hanya rupiah.  Hal ini akibat ekspektasi percepatan laju ekonomi AS saat dipimpin oleh Donald Trump. 

Volatilitas rupiah, lanjut Mirza, juga dipicu antisipasi pasar terhadap hasil rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) yang akan dilaksanakan pada pertengahan bulan depan.  Melalui rapat ini, kepastian kenaikan suku bunga acuan AS bakal ditentukan. 

Selain itu, lanjut Mirza, pelaku pasar masih menunggu kepastian arah kebijakan perekonomian AS di bawah pemerintahan Trump yang digadang bakal mendorong ekonomi domestik melalui insentif pajak korporasi dan peningkatan utang pemerintah. Jika itu berhasil dilakukan, AS bisa meningkatkan inflasi yang pada akhirnya mendorong Bank Sentral AS mempercepat kenaikan suku bunga acuannya. 

"Jadi sekarang itu pasar masih tertekan, karena mereka masih memakai analisa dasar dari hasil kampanye Trump kemarin," ujarnya. 

"Jadi Bank Indonesia hari ini hadir di tiga pasar dalam rangka stabilisasi kurs rupiah," ujarnya. 

Lebih lanjut, Mirza meyakinkan bahwa BI akan terus berada di pasar untuk menstabilkan rupiah agar mencerminkan nilai fundamentalnya. Hari ini, BI telah melakukan berbagai langkah mulai dari berada di pasar valuta asing, lelang beli Surat Berharga Negara, dan lelang untuk menambah likuiditas di pasar swap.