Terbaru

Berharaplah Rezeki dari Minyak Terus Menetes

rifanfinancindo

Muncul kabar-kabar soal PHK di sektor minyak pada Blok Cepu | rifanfinancindo



Sejak dua tahun silam, seturut catatan Kompas.com, harga minyak dunia, cenderung terjerembap. Pernah menyentuh angka di kisaran 100 dollar AS per barrel, harga "emas hitam" tergelincir di posisi 40 dollar AS.

Masih menurut warta Kompas.com, Sabtu (6/5/2017) lalu, harga minyak dunia tertatih menguat. Namun, paling banter, kenaikan tersebut cuma kurang dari satu digit.

Harga acuan minyak Brent menguat ke level 49,60 dollar AS per barrel. Harga ini naik 26 sen atau 0,5 persen dibandingkan level pada penutupan

Harus diakui, minyak bumi, khususnya, amat menyedot perhatian dunia. Sumber energi berbasis fosil tersebut masih menjadi bahan bakar utama perputaran roda ekonomi dunia. 

Air muka Komisaris Besar Polisi (Kombespol) Yoyok Subagyono tampak serius saat menerangkan ihwal pengamanan objek vital di wilayah kerja Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim).

Awak media mafhum, kala itu, sebagaimana warta laman antaranews.com, kewaspadaan aparat keamanan meningkat manakala muncul kabar-kabar soal pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor minyak pada Blok Cepu.

"PHK tenaga kerja  proyek minyak Blok Cepu tersebut bisa memunculkan kerawanan sosial," tuturnya.

Indonesia, seperti dikatakan Ketua Penyelenggara The 41st IPA Convention & Exhibition 2017 Michael C Putra saat berkunjung ke Kompas.com pada Jumat (12/5/2017) juga terkena imbas dari naik turunnya harga minyak bumi.

"Kalau kita bisa menarik investasi di sektor hulu migas, kita membantu pertumbuhan ekonomi," kata Michael.

Michael membeberkan informasi dari laman katadata.co.id. Hal yang menjadi perhatian adalah masih berpengaruhnya sektor migas bagi perekonomian nasional. Ia menyebut, andai pemerintah mematok target pertumbuhan ekonomi pada angka 5,2 persen, kontribusi migas ada di posisi 1,2 persen.

Memang, aku Michael, produksi minyak mentah Indonesia kini hanya berada di kisaran 800.000 barrel per hari. Angka ini tentulah tidak mencukupi. Pasalnya, tingkat kebutuhan minyak bumi di Indonesia setara dengan 1,2 juta barrel per hari.

Namun, Michael mengingatkan, investasi di sektor hulu tetap harus kembali hidup. Pasalnya, investasi di sektor itu, sebagaimana data dari katadata.co.id mempunya efek berganda yang tak bisa diabaikan begitu saja. Tercatat, efek berganda itu mencakup pemanfaatan produk lokal hingga transaksi melalui perbankan nasional.

Masih menurut Michael, sektor hulu migas pada sepanjang 2016 menyumbang 23,7 miliar dollar AS bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Angka ini sama bandingannya dengan 3,3 persen dari produk domestik bruto (PDB).

Secara rinci, setiap investasi 1 juta dollar AS pada sektor hulu migas, akan ada nilai tambah 1,6 juta dollar AS nilai tambah. Pada investasi sebesar itu pun, sektor hulu migas sudah menyetor 0,7 juta dollar AS sebagai tambahan untuk PDB.

Yang menjadi fokus perhatian, setiap investasi 1 juta dollar AS tersebut, tercipta lapangan kerja bagi sekitar 100 orang.

Lagi-lagi, andaikan investasi di hulu migas kembali hidup dan mempunyai daya pikat penurunan pertumbuhan ekonomi daerah sebagaimana sampel perbandingan 2014-2015 di Rokan Hilir (Provinsi Riau), Tanjung Jabung Timur (Jambi), Musi Banyuasin (Sumatera Selatan), Natuna (Kepulauan Riau), Kutai Kartanegara (Kalimantan Timur), Kampar (Riau), Penajam Paser Utara (Kalimantan Timur), dan Sorong (Papua Barat) bisa kembali pulih.

"Semoga ada kesamaan pandangan yang muncul dari acara ini," kata Michael. 

Dia berharap rezeki minyak tetap menetes ke makin lebih banyak khalayak di Nusantara.

Persoalan muncul tatkala harga minyak turun. Laman Bloomberg misalnya mencatat bahwa Arab Saudi memperkirakan anggaran negaranya akan defisit 7,7 persen pada 2017, bernilai sekitar 198 miliar riyal. Sebelumnya, pada 2016, negara ini membukukan defisit anggaran sebesar 11,5 persen, senilai 297 miliar riyal.

Arab Saudi pun memperkirakan beragam skenario menyikapi efek anjloknya harga minyak masih akan berkembang hingga 2020. Meski sudah tak lagi menjadi 90 persen pendapatan, minyak lagi-lagi masih jadi harapan utama perekonomian Arab Saudi.

Pemasukan dari minyak pada 2017 diharapkan naik lagi, terutama setelah organisasi produsen dan pengekspor minyak pada pengujung November 2016 sepakat memangkas total kuota produksi kolektif.

Ambil contoh Arab Saudi. Masih belum lekang di benak rakyat Indonesia tentang lawatan Raja Salman bin Abdulaziz, orang nomor satu di negeri minyak tersebut pada 1 Maret tahun ini.
Setidaknya, sebagaimana Kompas.com menulis pada 1 Maret 2017, Raja Salman beserta sekitar 1.500 orang rombongannya membawa kepentingan ekonomi saat melawat ke Indonesia. Apalagi topik besarnya selain soal harga minyak yang terjun bebas?

Seperlima cadangan minyak dunia ada di Arab Saudi. Saat harga minyak dunia bertengger di puncak, patut dibayangkan, betapa uang mengalir masuk ke pundi-pundi negara itu.

Targetnya, Arab Saudi bisa meraup pendapatan senilai 480 miliar riyal—setara sekitar Rp 1.680 triliun memakai kurs Rp 3.500 per riyal Arab Saudi—dari minyak, untuk mengejar proyeksi penerimaan negara sebesar 692 miliar riyal pada 2017. Angka "minyak" ini naik dari realisasi 329 miliar riyal pada 2016.

Dari Arab Saudi, mari kembali ke Tanah Air. Setidaknya, menurut catatan dari Indonesian Petroleum Association (IPA) pada lamannya, ipa.or.id, ada banyak pekerjaan rumah yang mesti digarap untuk mempercepat reformasi untuk menarik kembali investasi demi mencapai target pertumbuhan ekonomi.

Berangkat dari situlah, IPA menggelar pameran dan konvensi bertajuk The 41st IPA Convention & Exhibition 2017 selama tiga hari sejak Rabu (17/5/2017) di Jakarta.

Harga Minyak Mulai Melemah Dipicu Persediaan Minyak AS | rifanfinancindo


Dikutip dari Reuters, API melaporkan persediaan minyak mentah AS meningkat 882 ribu barel pada pekan lalu. Angka tersebut berbanding terbalik dengan pernyataan analis yang meramalkan penurunan persedian minyak sebesar 2,4 juta barel di periode yang sama. Selain itu, produk distilasi juga meningkat 1,8 juta barel, padahal analis meramal penurunan persediaan sampai 1,1 juta barel.

Kendati demikian, pelaku pasar masih menanti laporan mingguan Energy Information Administration (EIA) AS yang akan terbit pada Rabu pekan ini.

Akibatnya, harga Brent berjangka melemah US$0,6 per barel ke angka US$51,22 per barel pasca perdagangan. Padahal, harga Brent sebelumnya ditutup menguat US$0,17 per barel ke angka US$51,65 per barel. Sementara itu, harga West Texas Intermediate (WTI) turun US$0,58 per barel ke angka US$48,66 per barel.

Harga minyak telah memantul sebesar 10 persen sejak menyentuh titik terendah dalam lima bulan terakhir 11 hari yang lalu. Annggota OPEC juga berniat untuk mempertahankan pembatasan produksi hingga tahun depan.

Harga minyak melanjutkan penguatan pada sesi perdagangan Selasa (16/5). Penguatan masih dipengaruhi pernyataan Arab Saudi dan Rusia terkait perpanjangan pemangkasan produksi organisasi negara-negara pengekspor minyak (Organization of the Petroleum Exporting Countries/OPEC) yang sedianya perlu dilakukan hingga kuartal I tahun 2018. 

Namun, harga kemudian melemah tipis pasca perdagangan setelah adanya laporan American Petroleum Institute (API) tentang peningkatan persediaan minyak dan produk distilasi. 

Menteri Energi Rusia Alexander Novak menuturkan, perpanjangan pengurangan produksi dilakukan agar persediaan minyak komersial bisa melandai, sehingga pasar menjadi stabil. Hal itu didukung oleh International Energy Agency yang mengatakan bahwa pasar minyak dunia tengah mengalami keseimbangan ulang meski masih belum ada dampak signifikan terhadap persediaan minyak. 

Namun, pelaku pasar masih sangsi karena penurunan persediaan minyak melambat setelah OPEC dan beberapa produsen minyak lain setuju untuk memangkas produksi sebesar 1,8 juta barel per hari sejak awal 2017.

Pemangku kebijakan di Kuwait, Irak, Iran, dan Venezuela menyuarakan perpanjangan pembatasan produksi. Pertemuan untuk menentukan kebijakan ini akan dilaksanakan pada 25 Mei 2017 mendatang.

Harga minyak turun akibat aksi ambil untung | rifanfinancindo


Pada Senin (15/5), harga minyak naik untuk sesi keempat berturut-turut, dengan minyak AS dan minyak mentah Brent melonjak lebih dari enam persen dalam empat sesi terakhir, setelah Arab Saudi dan Rusia mengatakan kesepakatan pemotongan minyak mentah perlu diperluas hingga 2018.

Harga minyak dunia ditutup lebih rendah pada Selasa (Rabu WIB), mengakhiri kenaikan empat hari beruntun, karena para pedagang mengambil keuntungan setelah menguat tajam baru-baru ini.

Menteri energi Arab Saudi dan Rusia mengatakan bahwa pemotongan produksi minyak mentah yang dipimpin OPEC akan diperpanjang dari pertengahan tahun ini sampai Maret 2018.

Para menteri juga mengatakan bahwa mereka berharap produsen-produsen lainnya akan mengikuti pemotongan pasokan.

Mereka mengatakan bahwa pemotongan pasokan harus diperpanjang selama sembilan bulan, sampai Maret 2018, yang lebih lama dari perpanjangan opsional enam bulan yang ditentukan dalam kesepakatan tersebut, menurut Reuters.

Sementara itu, patokan Eropa, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Juli, berkurang 0,17 dolar AS menjadi ditutup pada 51,65 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange. 

Sementara itu, Menteri Perminyakan Kuwait Essam al-Marzouq mengatakan pada Selasa (16/5) bahwa dia mendukung pemangkasan pasokan sampai akhir Maret 2018, menggemakan saran dari produsen utama Arab Saudi dan Rusia pada Senin (15/5), menurut laporan media.

Patokan AS, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juni, turun 0,19 dolar AS menjadi menetap di 48,66 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.

Para investor juga terus memantau data stok minyak mentah AS, yang dijadwalkan akan rilis oleh Badan Informasi Energi AS (EIA) pada Rabu waktu setempat.