20 Februari 2017 Freeport mengumumkan akan membawa masalah ini ke arbitrase internasional | PT Rifan Financindo Berjangka Pusat
Perusahaan tambang asal Amerika Serikat, Freeport-McMoRan Inc, mengancam akan menggugat pemerintah Indonesia ke arbitrase internasional. Induk PT Freeport Indonesia, perusahaan yang memiliki tambang emas dan tembaga Grasberg, Papua tersebut enggan mengikuti permintaan pemerintah agar beralih status dari kontrak karya (KK) menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK).
Tercatat ada dua generasi KK yang dimulai pada 1967 untuk generasi I, kemudian dilanjutkan generasi II pada 1991. Keduanya dilakukan pada era pemeritahan Presiden Soeharto. Kemudian dilanjutkan dengan nota kesepahaman (MoU) renegosiasi pada Juli 2014, menjelang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono lengser.
Perusahaan yang berkantor pusat di Arizona, AS itu pada Senin, 20 Februari 2017, kemarin mengumumkan akan membawa masalah ini ke arbitrase internasional melawan pemerintah Indonesia, jika dalam 120 hari perusahaan tidak mendapatkan izin ekspor yang mengacu pada KK.
PP ini menegaskan perusahaan pemegang KK harus memurnikan mineral di Indonesia. Jika tidak membangun smelter maka dilarang ekspor. Namun jika ingin tetap ekspor maka harus mengubah statusnya dari KK menjadi IUPK. Dengan menjadi IUPK, Freeport juga diwajibkan melepas 51 persen sahamnya kepada Indonesia tahun ini.
Terakhir, pada 11 Januari 2017 lalu Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas PP Nomor 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (PP Minerba).
Apa saja perbedaan butir-butir negosiasi dalam KK, MoU renegosiasi dan IUPK. Berikut rinciannya:
Butir negosiasi yang diminta Freeport:
- Rezim pajak nail down.
- Kepastian perpanjangan operasi hingga 2041.
- Divestasi maksimal 30 persen.
Alasan Freeport :
- Surat Badan Koordinasi dan Penanaman Modal Nomor 415/A.6/1997, antara lain berisi ketentuan yang membebaskan PT Freeport Indonesia dari kewajiban divestasi.
- MoU dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral pada 25 Juli 2014, antara lain menyepakati divestasi saham hingga 30 persen pada 2019.
Kontrak Karya 1991
- Luas wilayah : pada 1991 seluas 2.610.182 hektare dan pada 1999 seluas 212.950 hektare.
- Kewajiban : royalti (tembaga 3,5 persen; emas 1 persen; perak 1 persen), pajak penghasilan (PPh) badan, iuran tetap, pajak bumi dan bangunan (PBB), dan pajak daerah.
- Rezim fiskal : tarif tetap seperti dalam KK hingga kontrak usai (nail down).
- Divestasi saham : pada tahap pertama 9,36 persen dalam 10 tahun sejak 1991, kemudian tahap kedua mulai 2001 divestasi 2 persen per tahun sampai kepemilikan nasional 51 persen. Ketentuan mengenai divestasi mengikuti peraturan perundangan.
- Perpanjangan operasi : habis pada 2021 (tidak dapat diperpanjang).
- Smelter : tidak diwajibkan.
- Ekspor konsentrat/mentah : tidak diatur.
MoU Renegosiasi Juli 2014.
- Luas wilayah : 90.360 hektare.
- Kewajiban : royalti (tembaga 4 persen; emas 3,75 persen; perak 3,25 persen), PPh badan, iuran tetap, PBB, dan pajak daerah.
- Rezim fiskal : tarif tetap (nail down).
- Divestasi saham : sebesar 30 persen sampai dengan 2019.
- Perpanjangan operasi : habis 2021 (tidak dapat diperpanjang)
- Smelter : diwajibkan 100 persen.
- Ekspor konsentrat/mentah : ekspor konsentrat tembaga dibuka terbatas hingga 12 Januari 2017.
Izin Usaha Pertambangan Khusus 2017
- Luas wilayah : 9.946 hektare (maksimal 25.000 hektare).
- Kewajiban : royalti (tembaga 4 persen; emas 3,75 persen; perak 3,25 persen), PPh badan, iuran tetap, PBB, pajak daerah, retribusi daerah, bea keluar (mengecil sesuai progres smelter).
- Rezim fiskal : tarif dinamis mengikuti peraturan perundangan terbaru (prevailing).
- Divestasi saham : 51 persen divestasi jika ingin mendapat izin ekspor.
- Perpanjangan operasi : 2x10 tahun.
- Smelter : diwajibkan 100 persen.
- Ekspor konsentrat/mentah : bisa ekspor hingga lima tahun. Syaratnya berbentuk IUPK dan wajib menyampaikan rencana kemajuan smelter.
Imigrasi Minta Freeport Laporkan Pengurangan Pekerja Asing | PT Rifan Financindo Berjangka Pusat
Kantor Imigrasi Kelas II Tembagapura, Timika, Papua, meminta manajemen PT Freeport Indonesia dan berbagai perusahaan privatisasi serta kontraktornya melaporkan pengurangan pekerja asing (ekspatriat). Pengurangan itu sebagai dampak dari situasi terkini di lingkungan perusahaan tambang itu.
Sesuai pendataan yang dilakukan pihak Imigrasi Kelas II Tembagapura, selama Februari saja sudah 45 orang pekerja asing yang bekerja di lingkungan PT Freeport Indonesia dan telah pulang kampung ke negara asalnya. Adapun jumlah tenaga kerja asing yang bekerja di PT Freeport dan perusahaan kontraktor serta privatisasinya hingga Februari 2017 tercatat sebanyak 712 orang. "Data sementara yang ada di kami, sudah 45 orang TKA yang pulang selama Februari," jelas Dede.
Sesuai pendataan yang dilakukan pihak Imigrasi Kelas II Tembagapura, selama Februari saja sudah 45 orang pekerja asing yang bekerja di lingkungan PT Freeport Indonesia dan telah pulang kampung ke negara asalnya. Adapun jumlah tenaga kerja asing yang bekerja di PT Freeport dan perusahaan kontraktor serta privatisasinya hingga Februari 2017 tercatat sebanyak 712 orang. "Data sementara yang ada di kami, sudah 45 orang TKA yang pulang selama Februari," jelas Dede.
Sebelumnya, Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Tembagapura Jesaja Samuel Enock mengatakan ada beberapa alasan sehingga puluhan pekerja asing tersebut meninggalkan perusahaan tempat mereka bekerja di area pertambangan Freeport.
Menurut Samuel, pekerja asing yang sudah hengkang itu semuanya bekerja di perusahaan-perusahaan kontraktor serta privatisasi PT Freeport. Adapun pekerja asing permanen PT Freeport yang bekerja di kawasan pertambangan di Tembagapura, Mimika, Papua, hingga kini belum ada yang diberhentikan atau dipulangkan kembali ke negara asalnya.
"Ada yang kontrak kerjanya sudah selesai kebetulan bertepatan dengan momentum pengurangan tenaga kerja di perusahaan-perusahaan kontraktor PT Freeport. Tapi ada juga yang terkena dampak langsung dari persoalan yang kini terjadi di PT Freeport," kata Samuel.
Bupati Mimika Eltinus Omaleng mengakui bahwa saat ini PT Freeport Indonesia dan sejumlah perusahaan privatisasi serta kontraktornya mulai memulangkan para pekerjanya, termasuk tenaga kerja asing dari berbagai negara.
Dinas Tenaga Kerja mencatat setidaknya sudah ada 300-an pekerja yang diberhentikan. Adapun karyawan permanen Freeport diberi kebijakan untuk dirumahkan. Sementara itu, kata Eltinus, karyawan yang pulang cuti diminta tidak kembali lagi ke Timika untuk bekerja sampai perusahaan normal kembali.
Sesuai laporan dari Dinas Tenaga Kerja setempat, kebijakan merumahkan dan pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan Freeport maupun perusahaan kontraktor serta privatisasinya terus berlangsung sejak Freeport tidak lagi mendapatkan izin ekspor konsentrat pada 12 Januari 2017.
Tenaga kerja asing yang bekerja di PT Freeport selama ini didominasi oleh tenaga kerja asal Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat, Kanada, dan Filipina. Keahlian mereka masih sangat dibutuhkan untuk menangani pekerjaan teknis pertambangan, seperti bagian blasting dan tambang bawah tanah.
"Setiap hari ada sekitar 30-500 karyawan yang dipulangkan. Kalau ditotal, jumlahnya sudah lebih dari 1.000 orang yang dirumahkan dan di-PHK,"" kata Bupati Omaleng seusai menerima ribuan karyawan yang menggelar aksi demonstrasi di halaman Kantor Bupati Mimika di Timika, Jumat, 17 Februari 2017.
Sri Mulyani: Negosiasi dengan Freeport Harus Transparan | PT Rifan Financindo Berjangka Pusat
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menganggap perjanjian kontrak karya antara PT Freeport Indonesia (Freeport) dan pemerintah merupakan proses negosiasi transisi. Hal ini dilakukan agar spirit atau semangat mengelola pertambangan di Indonesia menjadi jauh lebih baik, lebih transparan, dan bisa memberikan manfaat kepada masyarakat secara terbuka.
Sri Mulyani berujar, terkait dengan permasalahan yang terjadi, pemerintah juga menginginkan keduanya mematuhi perundang-undangan yang ada, dalam hal ini Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batu Bara serta aturan turunannya, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Izin Usaha Pertambangan Mineral.
“Jadi sekarang saya anggap ini adalah suatu proses negosiasi transisi. Jadi tidak ada lagi apa yang disebut berbagai macam negosiasi yang sifatnya tertutup dan tidak transparan,” ucap Sri Mulyani di Kementerian Koordinator Perekonomian, Rabu, 22 Februari 2017.
Selain itu, Sri Mulyani berharap dapat menjelaskan secara baik kepada semua investor, sehingga mereka tidak mempersepsikan bahwa pemerintah Indonesia seakan mencoba menghalangi dan mempersulit Freeport. “Karena itu semua sudah ada di dalam undang-undang, dan kami mencoba melakukan amanat dari undang-undang itu secara penuh, sehingga itu juga bisa dipahami masyarakat Indonesia. Kalau berinvestasi di Indonesia, berarti mengikuti aturan perundang-undangan di Indonesia,” tuturnya.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyambut baik ancaman tersebut dan siap menghadapinya. "Bagus dong kalau dibawa ke arbitrase, biar ada kepastian (hukum). Kita kan gini, kan semua aturan ketentuan sudah kita berikan. Enggak boleh dong kita didikte," kata Luhut di kantornya kemarin.
Pada Senin, 20 Februari lalu, Chief Executive Officer Freeport-McMoran Richard Adkerson menyatakan PT Freeport Indonesia memberikan waktu 120 hari kepada Indonesia untuk mempertimbangkan perbedaan yang terjadi antara pemerintah Presiden Joko Widodo dan Freeport. Waktu 120 hari tersebut terhitung dari pertemuan terakhir kedua pihak pada Senin, 13 Februari 2017. Jika tidak, Freeport akan membawa permasalahan kontrak ini ke arbitrase internasional.