Terbaru

Tendang JP Morgan, Sikap Patriotisme atau 'Baper' Pemerintah?

Kemenkeu memutus hubungan kerja sama dengan JP Morgan Chase Bank NA sebagai bank rekanan pemerintah | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Solo

PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Solo


Dalam riset yang dirilis JP Morgan pada 13 November 2016 lalu, JP Morgan menyebut ada pecundang dalam pemulihan ekonomi AS usai terpilihnya Donald Trump sebagai presiden AS. Dengan arogannya, JP Morgan memamerkan imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun di pasar AS meningkat dari 1,85 persen menjadi 2,15 persen. 

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memutus hubungan kerja sama dengan JP Morgan Chase Bank NA sebagai bank rekanan pemerintah dalam mengelola transaksi penerimaan negara. Pasalnya, bank asal Amerika Serikat (AS) itu turut memengaruhi keputusan investor dalam memarkirkan dananya di Surat Berharga Negara (SBN) dolar AS, dan euro atau global bonds yang dirilis pemerintah.

Tak heran, empat hari sejak rilis tersebut meluncur, yaitu pada 17 November 2016, Kementerian Keuangan langsung melayangkan surat pemutusan hubungan kerja sama dengan JP Morgan. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengklaim, keputusan itu diambil berdasarkan hasil evaluasi mendalam dengan seluruh pemangku kepentingan.

"Kami, tidak menutup diri, bahkan membuka diri terhadap semua kritik dan penilaian. Karena, penting bagi kami untuk memperbaiki diri. Namun, lembaga keuangan yang memiliki nama besar memiliki tanggungjawab besar menciptakan psikologi pasar yang positif, bukannya malah misleading (menyesatkan)," tegas Sri Mulyani.

Namun, ironisnya, bersamaan dengan itu, JP Morgan menakut-nakuti investor terhadap risiko di pasar negara-negara berkembang, seperti Brasil dan Indonesia. Tak cuma itu, JP Morgan juga menyeret turun rekomendasi Indonesia, yakni dari overweight menjadi underweight.

Sebagian kalangan menilai, sikap keras mantan direktur pelaksana Bank Dunia tersebut sebagai sikap patriotisme. Bagaimana tidak? JP Morgan mengeruk keuntungan dari operasionalnya di Indonesia, namun di sisi lain, JP Morgan malah membuat investor lari tunggang langgang melalui hasil risetnya.

Padahal, bank yang beroperasi dengan status Kantor Cabang Bank Asing (KCBA) tersebut didapuk menjadi bank persepsi sejak 2002 silam. JP Morgan bahkan menjadi penjamin emisi dan diler SBN berdenominasi valuta asing yang diterbitkan pemerintah.

Sri Mulyani menuturkan, sebagai mitra kerja yang ditunjuk pemerintah, seharusnya, hubungan keduanya haruslah sama-sama menguntungkan. Ibarat kata, simbiosis mutualisme. Namun, kalau keuntungan tersebut tidak diperoleh salah satu pihak, tak ayal salah satunya akan hengkang sendiri atau ditendang, dalam kasus JP Morgan.

Direktur Strategis dan Portofolio Utang Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Scenaider Clasein H Siahaan mengatakan, riset JP Morgan merupakan bentuk ketidakprofesionalan manajemen. Buktinya, dalam risetnya JP Morgan membuat selera investor lenyap dalam membiakkan kelolaan mereka di surat utang pemerintah.

Sayangnya, ia enggan merinci berapa banyak obligasi pemerintah yang terjual dan dijual oleh JP Morgan. Yang pasti, ia mengakui, investor obligasi pemerintah yang dirangkul JP Morgan merupakan investor kelas kakap yang mampu memborong dalam jumlah banyak.

Di sisi lain, ketika harga obligasi pemerintah anjlok, JP Morgan sendiri yang memborong portofolio tersebut. "Itu dia conflict of interest-nya (konflik kepentingan). Dia agen primary dealer. Seharusnya, bisa mencari pembeli, kok malah rekomendasi jual. Tetapi, di balik itu diam-diam dia beli SBN dengan murah, lalu jual lagi. Kita jadi mainan dia saja," imbuh Scenaider.

Teguran serupa kembali dilayangkan pada 2015 lalu. Saat itu, Bambang PS Brodjonegoro selaku menteri keuangan memprotes hasil riset JP Morgan yang dianggap merugikan Indonesia. Ketika itu, JP Morgan merekomendasikan agar investor mengurangi kepemilikan obligasi pemerintah Indonesia karena peningkatan risiko aset.

Scenaider mengungkapkan, sebetulnya, pemerintah pernah berkali-kali memberi teguran kepada JP Morgan. Lembaga keuangan yang beroperasi di Indonesia sejak 1968 tersebut. Atas risetnya 2008 lalu, pemerintah menegur JP Morgan karena merekomendasikan para investor menghindari koleksi portofolio obligasi yang dirilis pemerintah Indonesia.

 juru bicara JP Morgan menuturkan, pihaknya tengah mengupayakan penyelesaian masalah dengan Kementerian Keuangan. JP Morgan berharap, bisnisnya tetap beroperasi seperti biasanya. 

Win Thin, Kepala Strategi Mata Uang Negara Berkembang Brown Brothers Harriman menyebutkan, sanksi yang diberikan pemerintah Indonesia merupakan protes atas riset JP Morgan. Sebagai rekanan pemerintah, temuan JP Morgan diharapkan 'berisi' bagi klien mereka.

Memang, JP Morgan memegang kepentingan bisnis yang besar di Indonesia. Sejak 2012, JP Morgan tercatat menjadi penjamin emisi penjualan obligasi pemerintah senilai US$14 miliar, termasuk US$3,4 miliar pada tahun lalu.

Mengutip istilah kelompok milenial zaman sekarang, Thin ingin mengucapkan bahwa Pemerintah Indonesia terlalu terbawa perasaan alias baper.

"Itu membuat saya tidak nyaman, ketika saya melihat pemerintah berusaha untuk memengaruhi analis independen. Indonesia sensitif sekali untuk melakukan hal itu, sedikit konyol. Ini menunjukkan kepada Anda, seberapa sensitif pengambil kebijakan di Indonesia," tutur Thin. 

Indeks MSCI Indonesia rontok 12 persen setelah pemilu AS. Namun, saham Indonesia berhasil rebound (bangkit kembali) dan saat ini menjadi hanya 5 persen di bawah level hari kemenangan Trump pada 8 November 2016 lalu. 

"Saya tidak yakin kenapa Indonesia begitu tegang. Hasil (risetnya) benar-benar cukup baik," pungkasnya. 

Secara keseluruhan, pasar Indonesia naik 12 persen pada 2015 lalu, mengalahkan pasar negara berkembang. 

ronisnya, sambung dia, penilaian JP Morgan terhadap ekonomi Indonesia sebenarnya cukup positif. Riset itu menyebut bahwa investor mendapatkan kesempatan lebih baik untuk meningkatkan portofolio mereka.

Adapun, terkait penurunan rekomendasi terhadap ekonomi Indonesia, para analis bilang, disebabkan oleh kombinasi dari pemenangan Trump dan meningkatnya suku bunga AS, yang cenderung menyakiti pasar negara berkembang. 

Riset JP Morgan Dinilai Tak Ganggu Penjualan Surat Utang RI | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Solo

PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Solo


Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dari Kementerian Keuangan, Robert Pakpahan, juga telah memastikan penjualan surat utang pemerintah ke depan sama sekali tidak akan terganggu dari hasil riset kontroversial JPMorgan.

"Tidak akan (mengganggu penerbitan surat utang)," ungkap Robert saat ditemui di kantor Kementerian Keuangan Jakarta, Selasa 3 Januari 2017.

Dengan ini, lembaga keuangan asal Amerika Serikat itu pun resmi dicopot sebagai salah satu penerbit surat utang negara Indonesia hingga waktu yang tidak ditentukan. Bahkan, JPMorgan pun kehilangan posisinya untuk menerbitkan global bond syariah.
"Saya kira, pencopotan JPMorgan sebagai partner join lead underwriter tidak masalah. JPMorgan bukan satu-satunya. Ini harus jadi pelajaran, agar jangan nyeleneh kalau buat riset," ujarnya.

Riset kontroversial yang diterbitkan JPMorgan Chase Bank NA terkait dengan pemangkasan level rekomendasi Indonesia dianggap tidak akan mengganggu rencana pemerintah menerbitkan surat utang sepanjang tahun 2017.

"Saya kira tidak juga akan berpengaruh pada penerbitan surat utang," ungkap Ekonom PT Bank Permata, Josua Pardede, Rabu 4 Januari 2017.

Sebagai diketahui, untuk menutupi defisit anggaran pemerintah berencana menerbitkan Surat Berharga Negara netto sebesar Rp407,3 triliun atau 111,6 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2016. Sementara penerbitan SBN gross, sebesar Rp651,8 triliun.  

Riset kontroversial JPMorgan pada akhirnya berujung pada pemutusan kontrak kerja sama antara JP Morgan dan Kementerian Keuangan. Keputusan ini dituangkan dalam surat Menkeu Nomor S-1006/MK.08/2016 pada 17 November 2016 lalu.

JPMorgan telah menurunkan dua peringkat rekomendasi atas Indonesia. JPMorgan pun menyarankan agar para investor untuk berpikir ulang membeli surat utang dari Indonesia dan beralih ke negara lain yang lebih baik.

JPMorgan pun secara resmi telah dicopot dari jabatannya sebagai bank penampung dana tebusan program kebijakan pengampunan pajak. Sebelumnya, JP Morgan merupakan salah satu 77 bank yang ditetapkan pemerintah untuk menerima dana tebusan tax amnesty.

Josua berharap, lembaga-lembaga keuangan internasional mampu membuat riset yang jauh lebih objektif, dan tidak semata-semata mengambil indikator yang tidak sesuai dengan kondisi yang ada. Sebab, akan ada implikasi negatif dari riset yang dirancang secara subjektif.

Menkeu Nilai JP Morgan Lakukan Penyesatan | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Solo

PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Solo


Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, ekonomi Indonesia senantiasa di-drive oleh faktor fundamental dan psikologi pasar. Oleh karena itu, Sri menilai, lembaga riset dan pemerintah harus membentuk iklim psikologis yang positif. 

"Bukannya melakukan apa yang disebut misleading (penyesatan) dalam hal ini. Setelah melakukan evaluasi, kami ingin seluruh stakeholder (pemangku kepentingan) kami mendapatkan message (pesan) yang sama. Mari kita kerja sama secara positif. Pemerintah akan melakukan perbaikan di dalam seluruh kebijakan fundamental internal kita dan perbaikan di-recognize (dihargai)," ujarnya di Jakarta, Selasa (3/1).  

Kementerian Keuangan menilai, JP Morgan Chase Bank melakukan misleading (penyesatan) dalam riset terkait surat utang Indonesia. Hal tersebut dikhawatirkan mempengaruhi psikologi pasar dari positif menjadi negatif.    

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai, langkah Kemenkeu memutus kemitraan dengan JP Morgan sudah tepat. Darmin mengatakan, hasil riset yang dirilis JP Morgan memang patut dipertanyakan.

Menkeu pun meminta ada profesionalisme setiap lembaga riset dalam setiap rilisnya, terutama yang bisa mempengaruhi iklim perekonomian Indonesia. Sebab, pemerintah menghormati dan membutuhkan pandangan dari sisi eksternal.

Secara resmi, Kemenkeu memutus kemitraan dengan JP Morgan terhitung mulai awal Januari 2017. Dasar hukum pemutusan hubungan kerja ini adalah Surat Menteri Keuangan Nomor S-1006/MK.08/2016, yang diterbitkan pada 17 November 2016. 

Apalagi, saat JP Morgan menurunkan rekomendasi alokasi portofolio bagi investor dari level overweight ke underweight, justru lembaga pemeringkat lainnya, yakni Fitch Ratings menaikkan outlook-nya terkait kemampuan Indonesia dalam melunasi utang. 

"Nggak tahu standarnya (JP Morgan) apa sebetulnya. Sehingga ya kita secara ini baik-baik saja di dalam penilaian analis. Kalau ada komentar dan riset yang mengatakan sebaliknya, ya hak mereka, tapi sebetulnya masing-masing ada tanggung jawabnya jugalah kebenaran (riset)-nya," kata Darmin.

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Robert Pakpahan menjelaskan, keputusan pemerintah memutus kemitraan dengan JP Morgan Chase Bank sebagai bank persepsi ataupun primary dealerSUN bukan didasari kekhawatiran pada hasil riset yang dirilis bank asal Amerika Serikat tersebut. Robert berdalih, keputusan pemerintah dilatarbelakangi riset yang dianggap tidak kredibel. 

Robert menambahkan, Pemerintah Indonesia mempertanyakan hasil assesment yang dilakukan JP Morgan terhadap sejumlah negara berkembang. Simpulan pemerintah, yakni hasil riset JP Morgan tidak dilakukan atas penilaian yang akurat. 

"Ya memang itu (riset JP Morgan) global market equity, tapi itu menilai ekonomi Indonesia. Karena cara kerjanya tidak akurat dan kredibel, kami pikir as a partner kita putus saja. Sekali lagi, karena (JP Morgan) tidak profesional sebagai mitra pemerintah yang sangat penting posisinya," ujar Robert.

Seperti diketahui, dalam hasil riset berjudul "Trump Forces Tactical Changes" yang dirilis pada 13 November 2016 lalu, JP Morgan mengubah rekomendasi alokasi portofolio bagi investor di sejumlah negara berkembang, termasuk Indonesia, Brasil, Turki, dan Malaysia. Dalam riset tersebut, JP Morgan menurunkan tingkat rekomendasi Indonesia dan Turki ke underweight.

Pemerintah, menurut dia, meyakini pemutusan kemitraan dengan JP Morgan tidak akan mengganggu rencana penerbitan SUN ke depan. Berdasarkan APBN 2017, pemerintah menargetkan penerbitan SUN sebesar Rp 596,8 triliun untuk membiayai defisit anggaran dan pembayaran utang.

Sementara Brasil, yang iklim politiknya lebih panas dibandingkan Indonesia diturunkan ke level netral. Dan Malaysia, dinaikkan ke level overweight. 

Jumlah tersebut masih masih mencukupi untuk mengakomodasi kebutuhan penawaran SUN ke depan. Sementara peserta lelang SBSN juga berkurang satu menjadi 21.

"Bank persepsi pun masih 50-an lebih. Jadi ini (penghentian kemitraan dengan JP Morgan), tak terlalu berdampak," ujar Robert mengacu pada Keputusan Menteri Keuangan Nomor 600/KMK.03/2016 tentang Penetapan Bank Persepsi yang Bertindak Sebagai Penerima Uang Tebusan dalam Rangka Pelaksanaan Pengampunan Pajak. 

Jumlah tersebut lebih rendah 2,4 persen dibandingkan target sepanjang 2016, yaitu Rp 611,4 triliun. Menurut Robert, dicoretnya JP Morgan membuat daftar primary dealer SUN di Indonesia berkurang menjadi 19 dealer.

Meski begitu, dia mengaku, pemerintah masih membuka peluang bagi JP Morgan untuk kembali bermitra dengan Pemerintah Indonesia. Syaratnya, JP Morgan harus bisa membuktikan riset dan rekomendasi yang mereka berikan bisa dipercaya.

Menurut dia, selain membuat JP Morgan tidak bisa lagi bertindak sebagai bank persepsi dan primary dealer SUN, lembaga tersebut juga tidak bisa lagi menjadi peserta lelang surat berharga syariah negara (SBSN) dan menjadi anggota panel join lead underwriter, untuk menerbitkan obligasi internasional.  

Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi) Bahlil Lahadalia mendukung langkah pemerintah memutus kemitraan dengan JP Morgan. 

Bahlil mengatakan, kasus JP Morgan menunjukkan betapa agresifnya pihak-pihak luar menciptakan instablitas di sektor keuangan dan perekonomian di Indonesia. Mereka juga mencoba menghubung-hubungkannya dengan meningkatnya tensi politik di dalam negeri. 

"Dia (JP Morgan) ini berbahaya. Dia mau ciptakan opini negatif di luar tentang Indonesia agar stabilitas keuangan kita terganggu. Ujung-ujungnya, dia dan kawan-kawan mau ambil untung dan menggoyang perekonomian nasional," ujarnya.