Tarif progresif untuk tanah yang tidak produktif | PT Rifan Financindo Berjangka
Menteri Agraria dan Tata Ruang, Sofyan Djalil menyoroti banyaknya pihak yang melakukan investasi tanah sehingga harga tanah semakin melambung.
Di satu sisi, masyarakat kecil yang membutuhkan tanah justru tidak mampu membeli tanah lantaran harganya yang terus meninggi.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani membenarkan kabar rencana pemerintah memajaki secara progresif tanah yang menganggur alias tidak digunakan secara produktif.
Menurut perempuan yang kerap disapa Ani itu, di dalam perekonomian satu negara, peran tanah memang sangat strategis untuk menciptakan produktivitas ekonomi bila dimanfaatkan dengan baik.
"Iya, kami akan koordinasi antarpemerintah. Pak Presiden kan sudah menyampaikan berkali-kali kalau masalah tanah adalah salah satu faktor produksi yang penting," ujar Menkeu di Jakarta, Senin (23/1/2017).
Namun kenyataanya, tidak semua tanah dimanfaatkan untuk kepentingan produktif. Tanah justru kerap didiamkan dalam kurun waktu tertentu sembari menunggu harga tanahnya naik.
"(Rencana) Ini sudah diinstruksikan Bapak Presiden. Menteri Pak sofyan Djalil, Menko perekonomian sedang menggodok dan kami akan bekerja sama untuk bisa menuangkannya ke dalam kebijakan," sambung perempuan yang kerap disapa Ani itu.
"Ini (tanah) bisa menyelesaikan masalah kesenjangan, produktivitas, bisa menyelesaikan masalah pajak. Jadi banyak hal yang sangat strategis yang berhubungan dengan tanah," kata Ani.
Tanah nganggur dipajaki progresif, ini sebabnya | PT Rifan Financindo Berjangka
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, hal ini merupakan amanat dari Presiden Joko Widodo yang menyampaikan bahwa tanah merupakan faktor penting untuk ciptakan aktivitas ekonomi di suatu negara
Tak dipungkiri, kini semakin banyak masyarakat yang memilih tanah sebagai salah satu alat berinvestasi. Oleh karena itu, ke depannya pemerintah akan membuat kebijakan yang mengatur soal investasi tanah untuk dikenakan pajak progresif.
“Ini bisa selesaikan masalah kesenjangan, produktivitas, pajak. Jadi banyak hal strategis yang berhubungan dengan tanah,” ujarnya di Kementerian Keuangan RI, Jakarta, Senin (23/1).
Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil mengatakan bahwa banyaknya pihak yang melakukan investasi melalui tanah, harga tanah semakin tinggi dan tak banyak masyarakat yang bisa mendapatkan tanah, terutama petani. “Kami ingin buat kebijakan soal investasi itu. Ini kebijakan (yang lama) masalah,” kata Sofyan.
“Nanti kalau beli tanah dan tidak manfaatkan, kita akan pajaki. Pajaknya progresif jadi tanah harus dimanfaatkan. Bila tidak, Anda akan dipajaki,” katanya.
Ia mengatakan, kebijakan pertanahan sendiri selama ini sudah lama tidak di-review oleh pemerintah, tepatnya sejak tahun 60an sehingga yang akibat dari itu adalah tanah makin terakumulasi.
Nantinya, kebijakan itu diharapkan bisa mengatur soal pajak tanah yang tidak dimanfaatkan sebagai lahan produktif. Hal ini menurut Sofyan supaya masyarakat menaruh uang secara lebih produktif.
Ia mengatakan, kebijakan pertanahan sendiri selama ini sudah lama tidak di-review oleh pemerintah, tepatnya sejak tahun 60an sehingga yang akibat dari itu adalah tanah makin terakumulasi.
Sri Mulyani mengatakan, kebijakan ini sudah dibicarakan dengan Presiden dan Menteri Agraria dan Tata Ruang. “Kami sudah bahas bersama,” ujarnya.
Kebijakan ini ini akan berlaku di seluruh Indonesia. Pajak progresif tersebut akan dibebankan kepada masyarakat dengan tarif yang berbeda sesuai dengan kondisi daerah masing-masing.
Investasi tanah bakal kena pajak progresif | PT Rifan Financindo Berjangka
Pemerintah bakal mengenakan pajak progresif untuk tanah yang dibiarkan atau hanya dijadikan sarana investasi.
Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Syarif Burhanudin mengatakan, data acuan yang dipakai untuk menyusun target RPJMN 2015-2019 adalah data BPS 2010 dan belum diperbarui hingga 2014.
Pada 2016, program satu juta rumah baru mencapai 805.169 unit rumah. Program ini dilanjutkan pada 2017. Program itu mengedepankan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Selama ini, rata-rata pertumbuhan kebutuhan rumah mencapai 800 ribu per tahun. Jika dihitung sejak 2010, maka backlog tahun ini bisa mencapai 13 juta unit. Maka, pemerintah mencanangkan Program Sejuta Rumah untuk mengurangi backlog ini.
Porsi untuk MBR mencapai 700 ribu unit rumah, dan kalangan non MBR mencapai 300 ribu unit.
Dia mengatakan, kebijakan pertanahan sudah lama tidak dikupas oleh pemerintah sejak era 1960-an.
Berdasarkan data Ditjen Penyediaan Perumahan, pembangunan rumah MBR mencapai angka 569.382 unit. Sedangkan rumah non MBR terbangun sebanyak 235.787 unit rumah.
Sofyan menilai, selama ini salah budaya menabung dalam wujud tanah. "Banyak orang saving tanah, harga makin mahal tapi enggak ada fungsinya," ujarnya. Sofyan berharap supaya masyarakat menaruh uang secara lebih produktif.
Akibatnya, masalah tanah makin terakumulasi. "Yang terjadi selama ini ya business as usual, jadi kami menyadari," ujarnya
Pajak progresif tersebut akan dibebankan kepada masyarakat sesuai dengan kondisi daerah masing-masing. "Seluruh Indonesia, tetapi tidak satu tarif. Kami akan lihat local content," ujarnya
Sofyan menyatakan, pajak progresif ini akan terapkan revisi ke UU Pertanahan dan akan berlaku di seluruh Indonesia.
Sebagai langkah awal, Sofyan telah menyampaikan usulan tersebut kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution agar nanti bisa dikoordinasikan dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Besaran NJKP adalah 20 persen dari harga pasar pada transaksi jual beli atau Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Tanpa ada pengenaan pajak progresif.
Saat ini, tanah merupakan objek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Dasar perhitungan PBB adalah perkalian tarif 0,5 persen dengan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP).
Selama ini, pajak progresif salah satunya dikenakan pada kepemilikan kendaraan bermotor.
Jika ada dua atau lebih kendaraan bermotor dengan nama pemilik yang sama, maka pajak kendaraan bermotor kedua makin tinggi dari pada pajak kendaraan pertama.
Tak hanya itu, pemerintah DKI Jakarta juga menambah kriteria pajak progresif tersebut. Jika namanya beda, tapi alamatnya sama, maka juga dikenakan pajak progresif.
Menteri Agraria dan Tata Ruang, Sofyan Djalil menyatakan pajak progresif ini untuk mengendalikan investasi tanah yang memicu kenaikan harga tanah. Rencana kebijakan itu akan dituangkan dalam Undang-undang Tanah.
Sofyan mengungkapkan, selama ini banyak pihak yang berinvestasi pada tanah. Padahal, tanah tersebut dibiarkan.
"Sehingga nanti beli tanah yang tidak dimanfaatkan akan kami pajakin, (secara) progresif juga," ujar Sofyan seperti dikutip dari CNN Indonesia, Jumat (20/1).
Pada 2015, tingkat kesenjangan kepemilikan rumah (backlog) mencapai 11,4 juta unit rumah.
Sementara, banyak masyarakat, terutama golongan menengah bawah, masih membutuhkan tanah untuk memenuhi kebutuhan perumahan.