Kinerja ekspor tembaga selama ini menopang ekspor barang tambang | PT Rifan Financindo Berjangka
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, dampaknya mungkin tak bisa terlihat dalam jangka pendek. Setidaknya, dibutuhkan enam bulan untuk melihat apakah kebijakan relaksasi ekspor mineral ini benar-benar berpengaruh terhadap ekspor barang-barang tambang.
"Bisa jadi, dampaknya positif. Tapi kan ini perlu dicek dulu. Mungkin, tidak akan terlihat pada Februari mendatang, karena dampaknya tidak bisa dilihat sebulan. Kami tidak bisa menduga-duga sekarang, tetapi bisa jadi (ekspor) meningkat," ujar, Senin (16/1).
Badan Pusat Statistik (BPS) melansir peraturan pemerintah terkait pelonggaran ekspor mineral mentah yang dimulai Januari 2017 bisa berdampak baik bagi kinerja ekspor barang-barang pertambangan. Bahkan, hal ini dipercaya bisa mendongkrak angka pertumbuhan ekspor pertambangan yang anjlok 6,75 persen sepanjang tahun lalu.
Sebagai informasi, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 6 Tahun 2016 sebagai turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017.
Di dalam beleid tersebut, pemerintah memperbolehkan ekspor jenis mineral tertentu asal membangun smelter dalam jangka lima tahun, dikenakan bea keluar khusus, dan mengubah status menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP) Khusus jika izin perusahaan tambang sebelumnya berupa Kontrak Karya (KK)
Deputi Bidang Statistik Distribusi Barang dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo menjelaskan, relaksasi ekspor ini bisa meningkatkan kinerja ekspor konsentrat tembaga. Karena, kinerja ekspor tembaga selama ini menopang ekspor barang tambang.
"Kami melihat, yang cukup terasa dampaknya nanti adalah tembaga. Cukup besar dampaknya ke sisi pertambangan, dan ini bisa mengurangi tekanan ekspor kami selama ini," tutur Sasmito.
Menurut data BPS, ekspor bijih tembaga sepanjang tahun lalu tercatat sebesar US$3,48 miliar, di mana angka ini meningkat 6,42 persen dibanding tahun lalu sebesar US$3,27 miliar. Realisasi ini berkisar 19,14 persen terhadap ekspor hasil pertambangan 2016, yakni sebesar US$18,14 miliar.
Bahan Mineral Dongkrak Ekspor Non Migas Desember 2016 | PT Rifan Financindo Berjangka
Badan Pusat Statistik mencatat, nilai ekspor Indonesia pada Desember 2016 mencapai US$ 13,77 miliar atau meningkat 1,99 persen secara bulanan (MoM) dibandingkan November 2016 sebesar US$ 13,50 miliar. Ketua BPS, Suhariyanto, mengatakan kontribusi non migas terhadap keseluruhan nilai ekspor cukup besar dibandingkan sektor non migas.
Peningkatan ekspor non migas menurut golongan barang HS 2 Digit, pada Desember 2016 terhadap November 2016 terjadi pada bahan bakar mineral yang naik sebesar US$ 140,6 juta, atau meningkat 9,06 persen dari US$ 1,55 miliar menjadi US$ 1,69 miliar.
“Peningkatan ekspor ini karena sumbangan non migas. Karena sumbangan non migas terhadap total ekspor kita hampir sebesar 91 persen," kata Suhariyanto dalam konferensi pers di Badan Pusat Statistik, Senin, 16 Januari 2017.
Komoditi lainnya yang juga mengalami peningkatan ekspor adalah bijih, kerak, dan abu logam yang naik US$ 99,4 juta atau 29,19 persen dari US$ 340 juta menjadi US$ 440,1 juta. Disusul ekspor karet dan barang karet yang naik US$ 73,4 juta atau 14,81 persen dari US$ 495,2 juta menjadi US$ 568,6 juta.
Penurunan terjadi pada perhiasan dan permata yang turun sebesar US$ 132 juta atau 32 persen dari US$ 412,5 juta menjadi US$ 280,5 juta pada Desember 2016 secara bulanan (MoM).
Selain perhiasan/permata, nilai ekspor non migas yang mengalami penurunan antara lain kendaraan dan bagiannya yang turun US$ 98,0 juta atau 17,26 persen dari US$ 567,8 juta menjadi US$ 469,8 juta pada Desember 2016 (MoM).
Kenaikan disusul oleh ekspor besi dan baja sebesar US$ 69,1 juta atau 44,82 persen dari US$ 154,1 juta menjadi US$ 223,2 juta. Serta pakaian jadi bukan rajutan ikut menyumbang nilai ekspor sebesar US$ 67,8 juta dari US$ 340,7 juta menjadi US$ 440,1 juta.
Mesin-mesin/pesawat mekanik turun US$ 38 juta atau 8,3 persen dari US$ 458,3 juta menjadi US$ 420,3 juta, serta benda-benda dari besi dan baja turun US$ 35 juta atau 28,52 persen dari US$ 122,8 juta menjadi US$ 87,8 juta pada Desember 2016 (MoM).
Dari sisi pertumbuhan, ekspor 10 golongan barang tersebut menurun 0,13 persen dibandingkan periode yang sama pada 2015 yakni turun dari US$ 57,24 miliar menjadi US$ 57,17 miliar.
Suhariyanto menambahkan, selama Januari hingga Desember 2016 ekspor dari sepuluh golongan barang (HS 2 digit) tersebut memberikan kontribusi 43,53 persen terhadap total ekspor non migas.
Penurunan ekspor juga terjadi pada mesin dan peralatan listrik sebesar US$ 74,9 juta atau 10,44 persen dari US$ 716,8 juta menjadi US$ 641,9 juta.
Neraca Perdagangan Surplus, Mendag: Kita Tingkatkan Ekspor | PT Rifan Financindo Berjangka
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menuturkan, Kementerian Perdagangan (Kemendag) berusaha keras untuk meningkatkan ekspor. Seperti apa yang diminta atau diamanatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Neraca perdagangan Indonesia tercatat kembali mengalami surplus. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor dan impor pada Desember surplus USD0,99 miliar.
"Walaupun tetap dengan kondisi ekonomi global yang belum membaik kita belum bisa maksimal. Tetapi terjadi tidak turun terus begini kita sudah ada perbaikan,"terang pria yang akrab disapa Enggar, di Kantor Kemendag, Jakarta, Senin (16/1/2017).
Sementara itu terkait impor, pria dengan ciri khas rambut putih mengatakan, impor bahan akan dilakukan paralel dengan kegiatan industri di dalam negeri. Masyarakat pun mulai sadar dengan produk dalam negeri, di mana telah terjadi penurunan impor barang jadi.
"Nah keseimbangan pasar versi ini kita upayakan terus," ujarnya.
Enggar melanjutkan, di 2017 ini pihaknya akan terus mengupayakan peningkatan ekspor, apalagi untuk daerah-daerah baru. Namun berapa targetnya, Enggar enggan membicarakannya.
"Saya belum berani bicara target angka," tuturnya.