Terbaru

Pemerintah Siapkan Jurus Hadapi Gugatan Aturan Baru Jonan

Wamen ESDM:  pemerintah telah mempertimbangkan seluruh beleid yang diterbitkan | PT Rifan Financindo Berjangka

PT Rifan Financindo Berjangka

Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan, pemerintah telah mempertimbangkan secara mendalam seluruh beleid yang diterbitkan. Maka dari itu, pemerintah akhirnya bisa menerbitkan peraturan yang dimaksud.

"Dalam hal ini, pemerintah siap untuk menjelaskan maksud Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri yang diterbitkan," tutur Arcandra ditemui di Kementerian ESDM, Selasa (18/1).

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan siap memberi penjelasan setelah dua peraturan terkait mineral dan batubara, yaitu Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 Tahun 2017 dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 Tahun 2017, akan digugat ke Mahkamah Agung (MA).

"Kami memiliki satu PP dan nanti masih ada dua Permen terkait minerba yang masih akan dikeluarkan. Kita percaya ini tak menyalahi UU minerba," terangnya.

Lebih lanjut ia menuturkan, pemerintah juga ikut mempelajari gugatan yang diajukan. Namun menurutnya, sejauh ini peraturan yang dikeluarkan dianggap tak menyalahi Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Mineral dan Batubara (Minerba).

Sebelumnya, beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Pengawal Konstitusi akan menggugat dua peraturan yang dimaksud ke MA. Alasannya, dua ketentuan itu bertentangan dengan pasal 102, 103, dan 170 UU Minerba.

Terdapat tiga poin yang akan digugat di dalam dua peraturan tersebut. Yang pertama, adalah pemberian kelonggaran ekspor dalam jangka waktu lima tahun mendatang. Hal ini dianggap bertentangan dengan pasal 170 UU Minerba, di mana fasilitas pemurnian harus sudah dilakukan lima tahun setelah UU Minerba diundangkan, atau tahun 2014.

Seharusnya, lanjut Redi, rangkaian perubahan tersebut bermula dari status wilayah cadangan negara, di mana hal itu ditetapkan terlebih dahulu oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan selanjutnya diubah menjadi wilayah pertambangan khusus (WPK).

Yang kedua, adalah mekanisme perubahan status Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang terkesan mengabaikan sistem yang berlaku. 

Poin gugatan ketiga, adalah pelonggaran ekspor minerba yang diberikan kepada perusahaan yang telah berstatus IUPK. Padahal, pemerintah seharusnya tak lagi memberi izin ekspor minerba kepada perusahaan tambang yang tak kunjung membangun smelter.

Bila telah berubah menjadi IUPK, maka seharusnya pemerintah menawarkannya terlebih dahulu kepada perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan kemudian ditawarkan kepada perusahaan swasta dalam tahapan lelang.

Wamen ESDM: Semua Harus Sama di Mata Hukum | PT Rifan Financindo Berjangka

PT Rifan Financindo Berjangka

Juru Bicara Freeport Indonesia Riza Pratama menyatakan, pihaknya akan terus bekerja sama dengan pemerintah terkait dengan perpanjangan operasional, jika jaminan hukum dan fiskal terhadap wilayah kerjanya terpenuhi. Kontrak Karya perusahaan asal Amerika Serikat itu akan habis pada 2021.

"PTFI telah menyampaikan kepada Pemerintah kesediaannya untuk konversi menjadi IUPK, bila disertai dengan perjanjian stabilitas investasi bagi jaminan kepastian hukum dan fiskal," kata Riza 

"PT-FI juga telah menyampaikan kepada pemerintah komitmennya untuk membangun smelter dan akan segera melanjutkan pembangunan segera setelah hak operasionalnya diperpanjang," pungkas Riza.

Jika jaminan tersebut dipenuhi, Riza mengungkapkan, Freeport Indonesia akan sanggup membangun fasilitas pengolahan dan pemurinian mineral (smelter). Pembangunan smelter ini dijanjikannya akan dipercepat jika pemerintah memberikan kepastian perpanjangan kontrak hingga 2041.

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan bahwa semua perusahaan tambang memiliki kedudukan yang sama di mata hukum. Artinya, tidak ada perusahaan tambang yang memiliki perbedaan atau diistimewakan.

Namun ada satu perusahaan tambang yakni PT Freeport Indonesia (PT FI) yang menyatakan baru akan mengubah KK menjadi IUPK jika ada jaminan hukum dan fiskal dari pemerintah.

Adapun hal itu terkait dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara yang mewajibkan perusahaan tambang merubah Kontrak Karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

"PP sudah diteken Presiden dan Permen diteken menteri. Semua harus sama kedudukannya di mata hukum," kata Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar, di Kantor Kementerian ESDM, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Rabu 18 Januari.

Pemerintah diminta tinjau ulang dua aturan minerba | PT Rifan Financindo Berjangka

PT Rifan Financindo Berjangka

Pemerintah diminta untuk meninjau ulang Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 tahun 2017 tentang Kegiatan Usaha Pertambangan, dan Peraturan Menteri Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 5 Tahun 2017 yang memberikan kelonggaran (relaksasi) ekspor Mineral dan Batu Bara (Minerba) mentah selama lima tahun ke depan terhitung sejak Januari 2017.

“Jadi tidak diragukan lagi bahwa PP 1/2017 dan Permen No. 5 telah melanggar UU 4/2009,” kata Fahmy Radhi, Peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM, Rabu (18/1).

Sebab hal tersebut bertentangan dengan Undang-undang (UU) Nomor 4 tahun 2009 tentang Minerba yang jelas-jelas telah melarang ekspor Minerba Mentah, tanpa diolah dan dimurnikan di smelter dalam negeri.

Menurutnya, selain melanggar UU 4/2009, kebijakan relaksasi ekspor sudah mengarah pada perampokan minerba mentah dari Indonesia. Pasalnya, sudah lebih 70 tahun lamanya minerba dikeruk secara besar-besaran dan diekspor dalam bentuk mentah.

Untuk itu agar tidak ada upaya perapokan kekayaan alam secara legal, ia meminta pemerintah meninjau ulang dua kebijakan yang baru dikeluarkan tersebut.

“Nilai tambah ekspor minerba mentah yang dinikmati bangsa ini teramat rendah, sedangkan keuntungan perusahaan berlipat-lipat. Dengan demikian, ekspor minerba mentah menyebabkan negara menanggung  opportunity loss, yang sesungguhnya merupakan bentuk perampokan atas kekayaan alam Indonesia secara legal,” katanya.