Terbaru

Elpiji Bakal Tersingkir? RI Kini Lirik Energi Baru dari Batu Bara

Batubara menggantikan fungsi elpiji dan lebih murah sekitar 20% | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Palembang


PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Palembang

Pertamina bersama dengan pemerintah mengembangkan energi baru dari batubara menggantikan fungsi elpiji yang berbiaya lebih murah.

Saat ini, ia menjelaskan perkembangannya masih dikaji total, salah satunya melalui Kementerian Perindustrian. Ia menjelaskan hal tersebut dikembangkan karena pasokan elpiji masih menjadi kendala, karena sumber daya yang terus berkurang.

"Energi lain tersebut adalah mengubah batu bara muda kalori rendah menjadi dimetil eter dan ethanol. Dimetil eter ini bisa menggantikan fungsi elpiji dan lebih murah sekitar 20%," kata Wakil Direktur Pertamina Ahmad Bambang di Jakarta, Selasa (17/1/2017).

Menurutnya, gas di Indonesia semakin lama semakin ringan, atau kandungannya semakin berkurang kualitasnya. Akibat dari hal tersebut hasil elpiji semakin turun.

Ia juga menambahkan belum mengetahui kandungan gas yang berada di Blok Masela, Maluku serta ketersediaan kandungan elpiji-nya. Jika kadar gas makin ringan berarti kandungan elpiji-nya sedikt.

Hal yang sama juga dialami di beberapa negara di luar negeri, kandungan elpiji semakin berkurang. "Kedepannya elpiji itu juga semakin sulit untuk memenuhi pasokan," katanya.

Ia juga menjelaskan bahwa konsumsi elpiji masih banyak menemui tepat sasaran, atau masih banyak masyarakat yang mampu masih menggunakan elpiji bersubsidi. Padahal elpiji bersubsidi diperuntukan bagi masyarakat yang tergolong kurang mampu. Elpiji yang termasuk subsidi adalah yang memiliki kapasitas 3 kilogram.

Kondisi sekarang, Indonesia masih impor gas sebanyak 65% dari kebutuhan. Kedepannya juga diprediksi masih akan terus impor dan bahkan cenderung mengalami kenaikan.

Impor LPG Naik Terus, Tapi Pasokannya Makin Seret | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Palembang

PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Palembang

Pada 2016 lalu, sekitar 65% dari total kebutuhan Liquified Petroleum Gas (LPG) sebanyak 7 juta ton berasal dari impor. Konsumsi LPG tiap tahun naik 13%, artinya impor juga meningkat. 

"Gas di Indonesia itu makin ringan, kandungan C3 C4 makin enggak ada, hasil LPG makin turun. Di luar negeri pun sama, suplai LPG ke depan makin sulit," kata Wakil Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Ahmad Bambang, dalam Forum LPG Indonesia di Hotel Shangri La, Jakarta, Selasa (17/1/2017). 

Tetapi sebaliknya, pasokan LPG baik dari dalam maupun luar negeri semakin sulit didapat. Gas C3 dan C4 untuk LPG merosot produksinya, sebagian besar gas yang baru berproduksi adalah C1 yang kandungan karbonnya lebih rendah, massanya lebih ringan. 

SVP Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina, Daniel Purba, menambahkan bahwa ketergantungan Indonesia pada LPG impor meningkat di 2017. 

Untuk mengamankan kebutuhan LPG di dalam negeri, ISC Pertamina menandatangani kontrak pembelian jangka panjang untuk 90% impor LPG dari Timur Tengah. 

Sebab, impor LPG merangkak naik hingga 70% dari kebutuhan, dari sebelumnya 65%. "2017 ini 70% lebih LPG impor. Jadi kita makin tergantung impor untuk LPG," ucapnya.

"Pengadaan 90% kita kontrak jangka panjang, 10% kita beli bulanan. Yang kita beli 90% dari Timteng," tuturnya. 

"Di 2017 dengan mulai beroperasinya Kanal Panama, akan makin banyak LPG dari Amerika ke Asia Pasifik termasuk Indonesia. Kita harapkan harganya lebih menarik, bisa kompetisi dengan sumber-sumber pasokan di Asia Pasifik," pungkasnya. 

Daniel berharap ke depan pihaknya bisa mendiversifikasi sumber pasokan LPG dengan dibukanya Kanal Panama, sehingga bisa diperoleh LPG yang murah. 

RI Impor 5 Juta Ton LPG di 2017, dari Negara Mana Saja? | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Palembang

PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Palembang

Impor Liquified Petroleum Gas (LPG) terus meningkat tiap tahun. Pada 2016 lalu, Indonesia mengimpor 4,3 juta ton LPG, diperkirakan pada 2017 bertambah menjadi 5 juta ton atau 70% dari total kebutuhan LPG. 

"Kita impor 5 juta ton LPG di 2017. Kenaikannya karena konsumsi, terus produksi dalam negeri turun. (Produksi LPG) Dari Bontang turun, satu lapangan lagi juga turun," kata SVP Integrated Supply Chain (ISC) PT Pertamina (Persero), Daniel Purba, dalam Forum LPG Indonesia di Hotel Shangri La, Jakarta, Selasa (17/1/2017).

Kenaikan ini didorong oleh peningkatan konsumsi masyarakat, konversi minyak tanah ke LPG di Indonesia Timur, dan konversi BBM ke LPG untuk nelayan. Di sisi lain, produksi LPG di dalam negeri terus menurun.

Untuk mengamankan kebutuhan LPG di dalam negeri, ISC Pertamina menandatangani kontrak pembelian jangka panjang untuk 90% impor LPG dari Timur Tengah. 

"Pengadaan 90% kita kontrak jangka panjang, 10% kita beli bulanan. Yang kita beli 90% dari Timteng," tuturnya. 

Ia mengungkapkan, 90% LPG yang diimpor Indonesia berasal dari kawasan Timur Tengah. Paling banyak dari Iran dan Arab Saudi. 

"Paling banyak dari Timur Tengah, ada dari Iran, dari Arab Saudi," tuturnya.

"Di 2017 dengan mulai beroperasinya Kanal Panama, akan makin banyak LPG dari Amerika ke Asia Pasifik termasuk Indonesia. Kita harapkan harganya lebih menarik, bisa kompetisi dengan sumber-sumber pasokan di Asia Pasifik," pungkasnya.

Daniel berharap ke depan pihaknya bisa mendiversifikasi sumber pasokan LPG dengan dibukanya Terusan Panama, sehingga bisa diperoleh LPG yang murah.