Terbaru

Ekspansi Proyek, Pertamina Kekurangan 4.000 Manajer

Sebanyak 30 Persen karyawannya bakal memasuki usia pensiun | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Pekanbaru

PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Pekanbaru

Wakil Direktur Utama Pertamina Ahmad Bambang mengaku pihaknya saat ini tengah mengalami krisis pegawai dengan jabatan manajer ke atas. Bahkan hingga saat ini, Pertamina kekurangan 4.000 pegawai untuk level manajer ke atas.

PT Pertamina (Persero) tengah berinvestasi besar-besaran untuk melakukan ekspansi bisnis. Sayangnya perusahaan pelat merah di bidang migas itu malah justru kekurangan manajer di semua bidang.

"Ini karena kita pernah delapan tahun tidak menerima pekerja dari 1993 sampai 2001. Akibat dari itu, ada gap, kita kekurangan orang di usia 35 sampai 44 tahun. Source-nya kurang," ujar Ahmad Bambang dalam acara Pertamina International Learning Conference (PILC) 2017 di Hyatt Regency, Yogyakarta, Rabu (18/1/2017).

"Sementara Pertamina sekarang banyak proyek. Ada proyek RDMP (Refinery Development Masterplan Program), kilang baru, ekspansi upstream ke luar negeri, ini harus diisi. Tidak mungkin leader di tengah ini kita mengambil dari fresh graduate," tuturnya.

Diakuinya, bahwa Pertamina tidak membuka lowongan pekerjaan selama delapan tahun itu akibat terjadinya krisis moneter. Alhasil, pekerja yang matang dengan kapabilitas sebagai pemimpin untuk saat ini, sangat sedikit.

Di tempat yang sama, Direktur SDM, IT, dan Umum Pertamina Dwi Wahyu Daryoto mengungkapkan pihaknya telah melakukan cara untuk mengurangi kekurangan pegawai level manajer ke atas. Salah satunya melalui Pertamina Corporate University dengan menerapkan program Talent Development Acceleration (TDA).

Seperti diketahui, Pertamina telah menganggarkan dana senilai USD112 miliar untuk investasi rencana jangka panjang perusahan selama 2016-2025. Total investasi tersebut terdiri dari investasi marketing sebesar USD6 miliar, investasi kilang sebesar USD37 miliar, investasi gas sebesar USD5 miliar, dan investasi sektor upstream sebesar USD54 miliar.

"TDA ini program pengembangan pekerja dari mulai masuk bekerja, baik level menengah hingga level tinggi. TDA mengombinasikan pengajaran terprogram, penilaian, pelatihan, mentoring, belajar bertindak, dan penugasan-penugasan pekerjaan," papar dia.

Program TDA dirancang secara spesifik dengan mempertimbangkan beberapa tantangan sumber daya dan juga lingkungan perusahaan. Pertamina juga melakukan konsultasi inklusif dalam menetapkan struktur program, target, untuk sesuai dengan hasil yang diinginkan.

"Selanjutnya ada indikator keberhasilan dengan melibatkan para pemangku kepentingan yang relevan, termasuk top management, para pakar, manager pada divisi SDM, dan pekerja sebagai partisipan," pungkas Dwi.

Pertamina Terancam Kekurangan Pegawai Dalam Lima Tahun | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Pekanbaru

PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Pekanbaru

Direktur Sumber Daya Manusia, IT dan Umum Pertamina, Dwi Wahyu Daryoto, mengungkapkan sumber daya manusia padahal memainkan peran yang sangat penting dalam menghadapi berbagai dinamika industri migas di tengah kompetisi global,

PT Pertamina menghadapi tantangan demografi saat 30 persen dari total pekerjanya memasuki usia pensiun dalam lima tahun mendatang. Di sisi lain, hanya sekitar 20 persen dari pekerja level menengah yang dapat mengisi posisi strategis yang ditinggalkan para senior mereka dalam periode tersebut

Untuk menghadapi tantangan ini, perusahaan menerapkan program Talent Development Acceleration (TDA) di Pertamina Corporate University (PCU). Pertamina melalui PCU telah menformulasikan dan menerapkan program TDA yang menyajikan program-program pengembangan pekerja dari mulai masuk bekerja, level menengah hingga level tinggi. 

Menurut dia, pekerja merupakan modal utama untuk memastikan seluruh program yang dicanangkan melalui Lima Pilar Prioritas Strategis Pertamina dapat terlaksana.

“Pertamina berkomitmen untuk membangun kapasitas SDM yang mumpuni untuk mendukung keberlanjutan pengelolaan bisnis dengan fokus pada keamanan, keandalan operasi, pelibatan dan pengembangan kapasitas dan kompetensi pekerja,” kata Dwi dalam keterangannya, Rabu 18 Januari 2017.

TDA mengombinasikan pengajaran terprogram, penilaian, pelatihan, mentoring, belajar bertindak, dan penugasan-penugasan pekerjaan.  Program TDA dirancang secara spesifik mempertimbangkan beberapa tantangan sumber daya dan juga lingkungan perusahaan. 

Pertamina Corporate University merupakan organisasi  pembelajaran perusahaan pertama di Asia yang memperoleh akreditasi CLIP karena telah menyadari sepenuhnya akan pentingnya pengembangan kapasitas pada kondisi lingkungan perusahaan yang terus tumbuh. 

Dwi menambahkan, Pertamina juga melakukan konsultasi inklusif dalam menetapkan struktur program, target, hasil yang diinginkan, indikator keberhasilan dengan melibatkan para pemangku kepentingan yang relevan, termasuk top management, para pakar, manager pada divisi SDM, dan pekerja sebagai partisipan.

Pertamina Cari Ribuan Manajer dalam 5 Tahun | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Pekanbaru

PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Pekanbaru

Wakil Direktur Utama Pertamina, Ahmad Bambang, mengungkapkan hal ini adalah masalah serius. Sebab, jumlah pekerja level menengah seperti manajer yang akan pensiun dalam waktu dekat ini jumlahnya sekitar 4.000 orang.

PT Pertamina (Persero) menghadapi tantangan karena 30% dari pekerjanya di level menengah akan memasuki usia pensiun dalam lima tahun mendatang. Di sisi lain, hanya sekitar 20% dari pekerja level di bawahnya yang dapat mengisi posisi strategis, yang ditinggalkan dalam periode tersebut.

Padahal, proyek-proyek Pertamina di hulu hingga hilir semakin banyak. Ketika dibutuhkan banyak sumber daya manusia (SDM) untuk menjalankan proyek-proyek itu ternyata Pertamina justru harus kehilangan banyak SDM karena pensiun.

"Manajer-manajer yang sekarang ada banyak yang sudah mendekati pensiun. Walaupun sekarang sudah dikombinasi, yang muda angkatan 2000-an juga banyak hasil percepatan. Apalagi VP (Vice President), banyak yang sudah mau pensiun. Mungkin 4.000-an," kata Bambang saat ditemui di Hyatt Regency Hotel, Yogyakarta, Rabu (18/1/2017).

Langkah lain yang dilakukan Pertamina adalah memperpanjang masa kerja untuk manajer-manajer yang sebenarnya sudah memasuki usia pensiun.

"Kita sebetulnya sudah menambah masa kerja hingga 2 tahun, banyak yang usia pensiunnya jadi 58 tahun. Yang kedua, dari dalam bisa percepatan tapi enggak banyak. Ketiga, tentu kita buka dari luar," ucap Bambang. 

Mau tak mau Pertamina harus membuka lowongan untuk merekrut pekerja di level menengah. Selain itu, Pertamina juga melakukan percepatan terhadap pekerja di level bawah agar dapat segera mengisi posisi di level menengah.

"Sementara Pertamina sekarang banyak proyek. Ada proyek RDMP, kilang baru, ekspansi upstream ke luar negeri, ini harus diisi. Enggak mungkin dong leader di tengah ini kita ngambil dari fresh graduate. Pasti akan banyak perekrutan dari luar di samping ada percepatan," paparnya. 

"Kurangnya ribuan dan akan berkembang terus karena banyak proyek baru. Misalnya untuk energi terbarukan, itu pun akan butuh orang," tuturnya.

Defisit manajer ini masih bisa meningkat lagi karena proyek Pertamina yang terus bertambah. Misalnya untuk pengembangan energi baru terbarukan (EBT), sekarang saja sudah kekurangan SDM.

saat ini Pertamina justru membutuhkan manajer lebih banyak dibanding sebelum-sebelumnya karena adanya proyek-proyek baru di hulu hingga hilir.

"Sementara Pertamina sekarang banyak proyek. Ada proyek RDMP, kilang baru, ekspansi upstream ke luar negeri, ini harus diisi. Enggak mungkin dong leader di tengah ini kita ngambil dari fresh graduate. Pasti akan banyak perekrutan dari luar di samping ada percepatan," tutur Bambang. 

Untuk menutup kekurangan manajer ini, Pertamina melakukan percepatan terhadap karyawan di level bawah agar dapat mengisi posisi manajer dan merekrut pekerja level menengah dari luar Pertamina.

Bambang menambahkan, defisit manajer ini merupakan dampak dari penghentian rekrutmen karyawan pada 1993 sampai 2001. Saat itu Pertamina tak membuka lowongan kerja karena situasi perekonomian yang buruk.

"Kita pernah 8 tahun tidak menerima pekerja dari 1993 sampai 2001. Akibat dari itu, ada gap, kita kekurangan orang di usia 35 sampai 44 tahun. Source-nya kurang. Itu terjadi karena krisis, terjadi di hampir semua BUMN dan pemerintah," kata Bambang.