Penerbitan aturan ini dianggap sangat membebani masyarakat | PT Rifan Financindo Berjangka Pusat
Pemerintah telah menetapkan kenaikan biaya pengurusan surat-surat kendaraan antara dua hingga tiga kali lipat. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB).
Menurut pengamat kebijakan publik Agus Pambagio, kenaikan biaya pengurusan kendaraan bermotor ini adalah salah satu wujud kepanikan pemerintah. Sebab, aturan ini diterbitkan untuk meningkatkan PNBP dengan membebankannya kepada masyarakat.
“Ini kepanikan dari negara. Bingung karena tax amnesty belum terlalu membuahkan hasil,” kata Agus
Penerbitan aturan ini dianggap sangat membebani masyarakat. Pasalnya, aturan ini diterbitkan pada saat ekonomi Indonesia baru mulai pulih setelah terkena imbas krisis sejak 2015 silam.
“Jadi ini harus kita lihat secara lebih luas. Jangan demi peningkatan PNBP rakyat dibebankan,” tutupnya
Menurutnya, aturan ini harus segera dikaji ulang sebelum membebani masyarakat. Salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah dengan cara melakukan Judicial Review. Degan begitu, masyarakat pun tak akan kembali ‘diperas’ dengan adanya aturan yang sangat memberatkan ini.
Tarif STNK Naik, Rakyat Resah | PT Rifan Financindo Berjangka Pusat
Kebijakan pemerintah menaikan tarif penerbitan surat-surat kendaraan, seperti surat tanda nomor kendaraan (STNK), buku pemilik kendaraan bermotor (BPKB), mutasi, dan tanda nomor kendaraan bermotor (TNKB), dinilai picu keresahan di masyarakat.
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jabar Dadang Suharto mengatakan, penerapan tarif baru untuk pengurusan surat-surat kendaraan bermotor tak akan berpengaruh terhadap pendapatan asli daerah (PAD).
Diketahui, pemerintah menerbitkan PP Nomor 60/2016 tentang Jenis dan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Sebab, biaya penerbitan surat- surat kendaraan tersebut tidak masuk ke kas daerah, melainkan langsung masuk ke kas negara. “Itu kewenangannya juga berada di kepolisian bukan di kami (Pemprov Jabar),” kata Dadang.
Namun, ungkap Dadang, Dispenda Jabar akan ikut membantu menyosialisasikan peraturan baru tersebut. Bahkan pihaknya telah bertemu dengan kepolisian dan pihak terkait untuk membahas aturan baru ini.
“Intinya kami dari pembina Samsat siap melakukan sosialisasi, baik melalui media luar ruang maupun medsos (media sosial). Ini perlu, soalnya aturan ini berlaku tanggal 6 Januari. (Sosialisasi) ini tugas bersama agar masyarakat tahu,” tutur Dadang.
Dalam peraturan itu, tarif untuk penerbitan STNK, penerbitan nomor registrasi kendaraan bermotor pilihan, surat izin, serta STNK lintas batas negara naik. Untuk kendaraan roda dua dari Rp50.000 menjadi Rp100.00 dan untuk roda empat dari Rp75.000 menjadi Rp200.000. Kenaikan tarif juga berlaku untuk penerbitan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) baru dan ganti kepemilikan (mutasi). Besaran tarif naik dari Rp80.000 untuk roda dua dan tiga menjadi Rp225.000.
Kendaraan roda dua dari Rp100.000 menjadi Rp375.000. “Jadi PP 60 tahun 2016 itu (terkait) PNPB kewenangannya di kepolisian. Kami (mengelola) hanya pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama saja,” ujar dia.
Sedangkan pendapatan asli daerah (PAD) dari total target Rp16.266.951.986.000 terealisasi Rp16.973.972.200.000 atau 105,35%. Sumbangan paling besar PAD Jabar berasal dari PKB dan BBNKB. Untuk PKB dari target Rp5.980.266.000.000 terealisasi Rp6.185.202.092.000. Kemudian untuk BBNKB dari target Rp4.606.799.000 terealisasi Rp4.984.049.418.000. “Semua capaian itu berkat berbagai upaya dan inovasi yang dilakukan. Kesadaran masyarakat dalam membayar pajak juga sudah baik,” pungkasnya.
Disinggung tentang total pendapatan dari pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBKNB), Kadispenda menyatakan, pada 2016, dari target pendapatan Rp26.491.259.847.000, terealisasi Rp27.490.358.487.000 atau 103,77%.
Pandangan itu disampaikan Gubernur Jabar Ahmad Heryawan, kemarin. Aher mengemukakan, penerapan tarif baru penerbitan surat-surat kendaraan bermotor, baik roda dua maupun empat, menimbulkan keresahan masyarakat, khususnya masyarakat Jawa Barat. Sebab, pada penghujung 2016 lalu, Pemprov Jabar baru saja membuat kebijakan menggratiskan denda pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama dari Oktober sampai Desember.
“(Masyarakat) pasti akan kaget, soalnya sudah digratiskan (denda) PKB dan bea balik nama (terus muncul kebijakan baru dari pusat),” kata Aher
Namun secara tiba-tiba pemerintah pusat menerbitkan kebijakan tentang tarif baru penerbitan surat-surat kendaraan bermotor, baik roda dua dan empat yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60/2016 tentang Jenis dan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan akan mulai diberlakukan pada 6 Januari ini.
Meski begitu, pihaknya akan membantu pemerintah untuk menyosialisasikan kebijakan baru tersebut. “Masyarakat pasti bertanya-tanya, kami akan sosialisasikan kebijakan ini dari pusat untuk pembangunan ke depan,” tutur dia.
Per 6 Januari 2017 Biaya Pengurusan STNK dan BPKB Naik 2-3 Kali Lipat | PT Rifan Financindo Berjangka Pusat
Terhitung per tanggal 6 Januari 2017, pemerintah resmi menaikan tarif pengurusan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB).
Anda yang memiliki kendaraan bermotor roda dua atau lebih, bersiap untuk merogoh kantong lebih dalam.
Kenaikan tarif ini bervariasi di tiap daerah.
Kenaikan tarif ini sejalan dengan Peraturan Pemerintah No 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak atau PNBP.
Kenaikan tarif kepengurusan surat kendaraan bermotor terjadi hampir pada semua jenis pengurusan.
Pengesahan STNK yang awalnya gratis, kini dikenakan biaya.
Untuk roda dua atau tiga, dikenakan biaya Rp 25 ribu, sedangkan roda empat atau lebih Rp 50 ribu.
Penerbitan STNK, baik baru maupun perpanjangan, untuk roda dua atau tiga, dari Rp 50 ribu menjadi Rp 100 ribu, untuk roda empat atau lebih, dari Rp 75 ribu menjadi Rp 200 ribu.
Tarif penerbitan BPKB roda dua atau tiga, dari Rp 80 ribu kini menjadi Rp 225 ribu, sementara untuk roda empat atau lebih, sebelumnya Rp 100 ribu kini menjadi Rp 375 ribu.
Kenaikan tarif ini dilakukan untuk menambah penerimaan negara bukan pajak.