Beras dan rokok penyumbang terbesar kedua terhadap garis kemiskinan | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Axa
Kepala BPS Aceh, Wahyuddin menyampaikan hal ini dalam berita resmi statistik, di Aula Kantor BPS Aceh, Banda Aceh, Selasa (3/1). Hal ini sesuai profil kemiskinan di daerah ini yang dirilis BPS Aceh hingga September 2016.
Aceh masih tetap menjadi provinsi termiskin kedua se-Sumatera, yaitu 16,43 persen atau 841 ribu orang hingga September 2016. Sedangkan pertama juga masih tetap Bengkulu dengan persentase 17,03 persen. Peringkat kemiskinan kedua untuk Aceh ini pun masih sama seperti periode Januari-September 2015 dan Maret 2016
Ia mengatakan pada September 2016, komoditi makanan memberikan sumbangan terbesar pada garis kemiskinan baik di perkotaan maupun di pedesaan. Pertama, beras memberikan sumbangan terhadap total garis kemiskinan sebesar 16,36 persen di perkotaan, dan 24,37 persen di pedesaan.
“Peranan komoditi makanan terhadap garis kemiskinan lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan seperti, perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Sumbangan garis kemiskinan makanan pada September 2016 sebesar 76,17 persen sedangkan Maret 2016 76,12 persen,” sebut Wahyuddin.
Selain itu, rokok memberikan sumbangan terbesar kedua terhadap garis kemiskinan di perkotaan 13,04 persen dan 10,66 persen di pedesaan. Sementara komoditi makanan ketiga di perkotaan yaitu daging sapi 7,96 persen. Sedangkan di pedesaan disumbang oleh ikan tongkol atau tuna atau cakalang 4,67 persen.
Selain komoditi makanan, juga ada dari komoditi bukan makanan yang memberikan sumbangan terbesar terhadap garis kemiskinan di Aceh yaitu, biaya perumahan sebesar 6,66 persen di perkotaan dan 5,75 persen di pedesaan. Selanjutnya, biaya bensin 3,24 persen di perkotaan dan 2,75 persen di perdesaan. Komoditi bukan makanan ketiga di perkotaan yaitu listrik 2,89 persen sedangkan di perdesaan adalah pendidikan sebesar 1,55 persen.
“Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar. Berdasarkan pendekatan kebutuhan dasar tersebut yang ditandai dengan ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi dasar makanan. Maka dari sinilah kita menghitung garis kemiskinan makanan dan bukan makanan,” jelasnya.
Ia menambahkan apabila dibandingkan antara daerah perkotaan dan pedesaan, nilai indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan, maka di perdesaan lebih tinggi daripada di perkotaan.
Kepala BPS Aceh, Wahyuddin juga mengatakan untuk menanggulagi kemiskinan itu maka tiap program pemerintah tersebut harus tepat sasaran. Menurutnya, pada 2015 pihaknya sudah memiliki data kemiskinan mikro yang dibedakan dalam empat kategori yaitu ada yang sangat miskin, miskin, hampir miskin, dan rentang miskin lainnya.
Meskipun Aceh masih menempati posisi kedua termiskin se-Sumatera pada September 2016 sebanyak 841 ribu orang, namun jumlah ini berkurang 7 ribu orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2016 yang jumlahnya 848 ribu orang. Selama periode Maret 2016-September 2016, kata Wahyuddin persentase penduduk miskin menurun 0,03 persen di daerah perkotaan dan 0,35 persen di daerah pedesaan.
Menurutnya, penurunan kemiskinan pada Maret 2016 dan September 2016 yang sebesar 0,03 persen itu seharusnya dapat diturunkan plus minusnya sebesar 1 persen apabila pemerintah fokus terhadap programnya. “Untuk penggunaan dana desa juga pada tahun ini ada peningkatan dibandingkan 2016, maka dana desa itu bisa disisihkan untuk kesejahteraan masyarakat di desa. Tetapi sekali lagi sasarannya harus jelas, artinya orang yang memang benar-benar membutuhkan maka kesitulah dikasih,” demikian Wahyuddin.
“Dalam data tersebut sudah ada nama dan alamatnya, maka tinggal dipadukan saja dengan program pemerintah. Maka hal-hal tersebut coba dipadukan agar tepat sasaran, di pemda sudah ada data dari TNP2K selaku payung paling tinggi untuk memberikan data tersebut. Apabila di daerah namanya TKPKD yaitu Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah,” katanya.
Beras dan Rokok Penyebab Kemiskinan | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Axa
Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan masih tingginya jumlah penduduk miskin di Indonesia. Sumbangan terbesar adalah komoditas beras, diikuti kemudian dengan rokok, hingga daging sapi. Ketiga bahan komoditas ini memberikan kontribusi terbesar bagi angka kemiskinan di Indonesia.
Di perkotaan, andil kelompok bahan makanan sebesar 69,84%, beras memiliki andil 18,31%, disusul dengan rokok 10,7%, dan daging sapi 4,98%. Sementara di pedesaan, di mana andil kelompok bahan makanan sebesar 77,06%, beras memiliki andil 25,35%, rokok 10,7%, dan daging sapi 3,47%. “Beras ini karena konsumsi tinggi pada seluruh masyarakat,” ujarnya.
“Sumbangan garis kemiskinan makanan terhadap garis kemiskinan pada September 2016 tercatat sebesar 73,19 persen, kondisi ini tidak jauh berbeda dengan kondisi Maret 2016 yaitu sebesar 73,50 persen,” papar Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (3/1/2017).
BPS mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia per September 2016 turun menjadi 27,76 juta jiwa atau 10,70 persen dari total populasi. Jika mengacu data terakhir per Maret 2016, penurunan mencapai 250 ribu jiwa.
Ia menuturkan, persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2016 sebesar 7,79 persen, turun menjadi 7,73 persen pada September 2016. “Demikian pula persentase penduduk miskin di daerah perdesaan turun dari 14,11 persen pada Maret 2016 menjadi 13,96 persen pada September 2016,” ujarnya.
"Kalau kita lihat jumlah penduduk miskin turun dari 28,01 juta Maret 2016 ke 27,76 juta di September 2016. Berarti dari Maret ke September turun 250 ribu penduduk," papar Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (3/1/2017).
Begitu juga, nominal rata-rata upah buruh tani pada September 2016 naik sebesar 1,42 persen dibanding upah buruh tani per hari Maret 2016, yaitu dari Rp 47.559 menjadi Rp 48.235 per hari. Selain itu, rata-rata upah buruh bangunan pada September 2016 naik dari Rp 81.481 menjadi Rp 82.480 per hari.
Terpisah, Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman mengatakan, pemerintah akan terus berusaha menjaga stabilitas harga komoditas strategis, khususnya beras pada tahun ini. "Kan beras yang menjadi komoditas paling strategis. Itu yang dijaga dan itu yang kecenderungannya turun. Stabil dan bahkan turun," ujar Amran.
Meski selama periode Maret–September 2016 persentase kemiskinan menurun, namun menurut Suhariyanto, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan naik sebanyak 0,15 juta orang (dari 10,34 juta orang pada Maret 2016 menjadi 10,49 juta orang pada September 2016), sementara di daerah perdesaan turun sebanyak 0,39 juta orang (dari 17,67 juta orang pada Maret 2016 menjadi 17,28 juta orang pada September 2016).
Ia menuturkan, ada beberapa faktor yang terkait dengan penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin selama periode Maret-September 2016. “Di antaranya, selama periode Maret 2016 – September 2016 terjadi inflasi umum relatif rendah yaitu tercatat sebesar 1,34 persen,” kata dia.
BPS: Kinerja Penurunan Angka Kemiskinan di Sumut Stagnan | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Axa
Kepala Bidang Statistik Sosial BPS Sumut Ramlan menuturkan, pada September 2016, jumlah penduduk miskin mencapai 1.452.550 orang atau 10,27%. Sementara itu, pada Maret 2016, jumlah penduduk miskin 1.455.950 orang atau 10,35%.
Kinerja Pemerintah Provinsi Sumatra Utara untuk menurunkan angka kemiskinan dinilai stagnan. Pasalnya, Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut mencatat, dari Maret 2016 ke September 2016, penduduk miskin hanya berkurang 3.400 orang.
Lebih lanjut, Ramlan merinci, nilai tukar petani (NTP) padahal meningkat dari 99,17 pada Maret 2016 menjadi 100,79 pada September 2016. Pun tingkat pengangguran terbuka menurun dari 6,49% pada Februari 2016, menjadi 5,84% pada Agustus 2016.
“Penurunannya tidak signifikan. Penurunan jumlah tersebut belum bisa mengimbangi laju inflasi. Inflasi selama Maret-September 2016 3,03%. Inflasi terbesar pada kelompok makanan 4%, makanan jadi minuman, rokok, dan tembakau 1,21%. Inflasi ini punya korelasi kuat untuk peningkatan garis kemiskinan. Walaupun pengangguran turun, kurs rupiah naik, komoditas harganya membaik, tapi kalau inflasi masih cukup besar, memang sulit,” papar Ramlan, Selasa (3/1/2017).
Pada periode Maret-September 2016 indeks kedalaman kemiskinan cenderung meningkat yakni menjadi 1,95 dari 1,77. Sementara itu indeks keparahan kemiskinan naik menjadi 0,55 dari 0,49.
“Kenaikan kedua indeks ini menunjukkan rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin menjauhi garis kemiskinan. Tingkat ketimpangan pengeluaran mereka juga semakin lebar,” tambah Ramlan.
Gubernur Sumut Tengku Erry Nuradi menilai perhatian pihaknya terhadap penduduk miskin cukup besar pada tahun ini. Terlihat dari peningkatan alokasi APBD untuk PBI (Penerima Bantuan Tunai).
“Pada tahun lalu jumlah peserta PBI 259.762 orang dengan total alokasi Rp71 miliar. Total tersebut sudah naik 25% dari 2015 yang hanya Rp57 miliar,” pungkasnya.
Garis kemiskinan pada September 2016 naik 3,52% menjadi Rp401.832 per kapita per bulan, dari Rp388.156 per kapita per bulan. Selain itu, Ramlan menyebutkan, pemprov juga perlu memerhatikan tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan.