Petani ilegal asal China membawa benih cabai berbakteri | PT Rifan Financindo Berjangka Pusat
Empat Warga Negara (WN) China beberapa waktu lalu ditangkap pihak imigrasi lantaran kedapatan menjadi petani ilegal. Mereka diketahui menanam cabai di lahan seluas 4 hektar di Kampung Gunung Leutik, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Diketahui, cabai tersebut rupanya mengandung bakteri berbahaya dari jenis erwinia chrysanthemi. Bakteri tersebut selama ini belum pernah ditemukan di Indonesia dan dikategorikan sebagai OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) golongan A1.
Pasca penangkapan tersebut, Badan Karantina Kementerian Pertanian (Kementan) langsung melakukan pemeriksaan pada 5.000 batang pohon cabai yang sudah ditanam, serta 2 kilogram benih cabai yang belum sempat ditanam.
Menurut Banun, bakteri jenis erwinia chrysanthemi itu bisa menyebabkan kerusakan atau gagal panen hingga mencapai 70%.
"Golongannya A1, makanya itu sangat berbahaya, jadi kalau penanganan di kita harus sudah langsung dimusnahkan. Kita lakukan tindakan preventif, karena kalau sampai menyebar bisa sangat berbahaya sekali," kata Kepala Badan Karantina Kementan, Banun Harpini
Selain bijih dan pohon cabai, ikut dimusnahkan pula 1 kilogram benih bawang daun dan sawi hijau. Pemusnahan dilakukan dengan cara dibakar dengan incinerator di Instalasi Karantina Hewan Kantor Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno Hatta.
benih cabai yang berbakteri tersebut tersebut terbungkus dalam beberapa kantong plastik.
Tak hanya itu, selain memusnahkan, Kementan juga melakukan isolasi pada lahan cabai petani asal China itu. Ini dilakukan untuk memastikan tidak ada penyebaran bakteri dari benih cabai ilegal itu.
Xue Qingjiang dan Yu Wai Man saat diperiksa tidak memiliki paspor dan dokumen apapun. Sementara Gu Zhaojun dan Gao Huaqiang melakukan penyalahgunaan visa kunjungan. Kedua WN China yang tidak membawa paspor beralasan dokumen mereka dibawa oleh sponsor.
Keempat orang WN China ini merupakan laki-laki, masing-masing Xue Qingjiang (51), Yu Wai Man (37), Gu Zhaojun (52) dan Gao Huaqiang (53).
Sebagai informasi, 4 WN China ini ditangkap saat sedang menggarap lahan cabai di Bogor pada Selasa (8/10/2016) pukul 13.00 WIB. Penangkapan dilakukan oleh Tim Pora (Pengawasan Orang Asing) DKI Jakarta dan Tim Pora Imigrasi Kelas II Kota Bogor. Didapatkan informasi dari masyarakat tentang adanya keberadaan WN China di lokasi tersebut. Keempat WN China ini sedang menanam cabai di lahan seluas 4 hektar.
Kementan Perketat Peredaran Benih Cabai Berbakteri | PT Rifan Financindo Berjangka Pusat
Dirjen Hortikultura Kementan Spudnik Sujono K di Jakarta mengatakan kebijakan tersebut diambil untuk mengantisipasi kemungkinan tersebarnya benih tersebut ke wilayah lain di luar tempat ditemukannya penanaman benih cabai tersebut yakni Desa Sukatani, Kecamatan Sukamakmur, Bogor.
Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Hortikultura mengambil kebijakan untuk memperketat peredaran benih hortikultura menyusul pemusnahan benih cabai ilegal asal China oleh Badan Karantina Pertanian, Kamis 8 Desember 2016.
Selain itu, pihaknya juga menurunkan tim maupun petugas pengendali organisme pengganggu tanaman (POPT) untuk melakukan survei ke pertanaman aneka cabai dan tanaman hortikultura lainnya di Bogor dan sekitarnya.guna mengantasipasi penyebaran penyakit yang terkandung dalam benih ilegal asal China tersebut.
"Kami akan menurunkan Pengawas Benih Tanaman untuk memperketat peredaran benih hortikultura, terutama cabai," katanya.
Beberapa waktu lalu Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno-Hatta telah memusnahkan sebanyak 1 kg benih cabai dengan bahasa China, 5.000 tanaman cabai dan 1 kg benih bawang daun.
Menurut Badan Karantina Pertanian, benih cabai ilegal asal China tersebut positif mengandung bakteri Erwinia Chrysanthemi, yang merupakan Orgasnime Pengganggu Tanaman Karantina (OPTK) golongan A1 atau belum ada di Indonesia dan tak dapat diberi perlakuan apapun selain pemusnahan.
"Bila menyerang tanaman-tanaman tersebut maka kerugian ekonomi Indonesia akan lebih besar," katanya.
Spudnik menyatakan, bakteri Erwinia Chrysanthemi dapat menimbulkan kerusakan ataupun kegagalan produksi hingga 70%, selain itu bakteri ini juga dapat menular atau menyerang pada berbagai tanaman lainnya termasuk aneka bawang, kentang, dan sawi.
Selain itu Dirjen Hortikultura mengirimkan surat kepada Kepala Dinas Pertanian Provinsi maupun Kabupaten dan Kota lebih memantau produsen benih serta untuk lebih selektif dalam pemberian rekomendasi terhadap orang asing terutama terhadap benih-benih yang akan dikembangkan.
Oleh karena itu, pihaknya siap melakukan sosialisasi ke Kabupaten Bogor dan sekitarnya mengenai gejala serangan bakteri Erwinia Chyrsathemi pada beberapa tanaman hortikultura.
Pada kesempatan itu Dirjen Hortikultura menyampaikan apresiasi kepada Kantor Imigrasi Kelas 1 Bogor yang telah mengamankan empat orang WNA asal China yang melakukan aktivitas bercocok tanam di Desa Sukadamai Kabupaten Bogor.
Pemasukan benih hortikultura termasuk benih cabai ke Indonesia, lanjutnya, harus mendapat persetujuan Menteri Pertanian, dan terlebih dulu harus dilakukan uji keunggulan varietasnya serta mendapat persetujuan Badan Karantina guna menghindari masuknya OPT.
"Pemasukan (benih) cabai ke Indonesia dilakukan hanya untuk menambah kekayaan plasma nutfah, untuk bahan pemuliaan," katanya.
Cabe Yang Ditanam Orang China Bisa Jadi Senjata Biologis | PT Rifan Financindo Berjangka Pusat
"Benih cabai ilegal asal Tiongkok ini sangat membahayakan produksi nasional petani cabai Indonesia dikarenakan positif terdapat Bakteri Erwinia Chrysanthemi," tegas Kepala Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Nabati, Antarjo Dikin, kemarin.
Kementerian Pertanian memastikan, seluruh cabe berbakteri berbahaya yang diproduksi WNA China di Bogor, Jawa Barat, telah dimusnahkan. Pemusnahan ini, sebagai wujud proteksi atas produksi cabai nasional. Soalnya, dari penelitian diketahui, cabe asal China ini bisa membunuh pertanian kita.
"Bakteri Erwinia Chrysanthemi dapat menimbulkan kerusakan atau kegagalan produksi hingga mencapai 70 persen," tegasnya.
Antarjo memastikan, bakteri ini sangat berbahaya dan termasuk jenis organisme pengganggu tanaman Golongan A1. Bakeri ini, katanya, termasuk bakteri yang belum ditemukan di Indonesia, dan dapat menyebar. Sebagai langkah proteksi, pembasmian dengan cara eradikasi atau pemusnahan dilakukan.
Antarjo lalu merunut data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mengemukakan bahwa produksi cabai nasional tahun 2014 sebesar 1,075 juta ton dengan estimasi harga cabai hari ini sekitar Rp. 60.000. Maka bisa dibayangkan derita petani Indonesia jika bakteri ini kemudian menyebar cabai milik para petani,
Lebih lanjut, dia menuturkan ikhwal temuan bakteri ini bermula dari hasil tangkap empat orang warga China pada 8 November lalu oleh Petugas Imigrasi Kelas I Bogor yang menemukan ke empat warga China ini melakukan aktivitas tanam cabai di lahan pertanaman Cabai yang berlokasi di perbukitan (+ 500 mdpl) Desa Sukadamai, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor.
"Dengan estimasi harga cabai tersebut, potensi kerugian ekonomi produksi cabai dapat mencapai 45,1 Triliun. Selain itu bakteri ini juga dapat menyerang dan menular pada tanaman-tanaman lain yang ada di Indonesia termasuk bawang," tuturnya.
Mengingat besarnya resiko bagi pertanian cabai nasional, maka dilakukan pencabutan tanaman cabai, baik yang ada di persemaian, maupun di areal pertanaman dan diangkut ke Instalasi Karantina Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno-Hatta untuk dilakukan pemusnahan.
Temuan mencurigakan ini, lanjut ini, langsung ditindaklanjuti oleh Tim Pengawasan dan penindakan Badan Karantina Pertanian dengan melakukan uji lab terhadap benih cabai yang dibawa warga China tersebut. Hasil uji menyatakan, benih cabai yang ditanam dinyatakan positif terinfestasi bakteri Erwinia chrysantemi Organisme Pengganggu Tanaman Karantina (OPTK) A1 Golongan 1.
Dirjen Hortikultura Spudnik Sudjono menambahkan bahwa bakteri yang dibawa oleh benih cabai dari China ini tidak hanya dapat menyerang tanaman cabai saja, tapi juga tanaman lainnya seperti bawang, kentang dan sawi. "Bila menyerang tanaman-tanaman tersebut maka kerugian ekonomi Indonesia akan lebih besar lagi," katanya.
"Pemusnahan 2 kg benih cabai, 5.000 batang tanaman cabai dan 1 kg benih bwang daun dan sawi hjau dimusnahkan dengan cara dibakar dengan incinerator di Instalasi Karantina Hewan Kantor Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno Hatta," pungkasnya.
Dia pun memastikan benih yang dibawa oleh ke empat warga China tersebut ilegal karena sama sekali tidak pernah mendapat persetujuan dari Kementerian Pertanian. Adapun prosedur pemasukan benih hortikultura termasuk cabai ke Indonesia, tegas Spudnik, sangat ketat karena tidak hanya harus mendapatkan persetujuan dari menteri pertanian tapi juga terlebih dahulu harus diuji keunggulan varietasnya dan mendapatkan persetujuan dari Badan Karantina untuk memastikan benih yang masuk bebas penyakit.
Spudnik menegaskan, Indonesia sebenarnya sudah mandiri benih cabai, baik cabai rawit, cabai keriting dan cabai besar. Bahkan sejauh ini, Indonesia telah memiliki 40 produsen benih cabe di dalam negeri. Indonesia pun, lanjut dia, tidak perlu melakukan impor karena kebutuhan benih cabai dalam negeri telah dipenuhi oleh produsen benih dalam negeri. "Kebutuhan benih cabai nasional dengan luas tanaman kurang lebih 360 ribu hektar, maka setidaknya diperlukan benih sebanyak 72 ribu kg."
Spudnik menambahkan, jumlah benih cabai yang dimasukkan dalam satu tahun terakhir ini, tidak lebih dari 3 persen dari kebutuhan benih cabai nasional. Indonesia juga sudah mengekspor benih cabai dalam tiga tahun terakhir dengan rata-rata 4,6 kg/tahun. "Negara tujuan eksport antara lain Thailand, Malaysia, Korea Selatan, dan lainnya," tambah dia.
"Pemasukan cabai ke Indonesia dilakukan hanya untuk menambah kekauaan plasma nutfah, untuk bahan pemuliaan," katanya.
Pakar pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Hermanto Siregar mengatakan, bakteri Erwinia Chrysanthemi memang sangat berbahaya bagi pertumbuhan tanaman yang berada disekitar tanaman terjangkit bakteri. "Ini bahaya sekali, bisa menggangu produksi cabai kita," ujar Hermanto.
Nah, dengan udara dan serangga yang tidak hinggap di satu perkebunan, maka akan berpindah ke perkebunan lain. Alhasil, kebun yang dihinggapi serangga dan terkena angin dari cabai berbakteri, akan rusak.
Wakil Rektor Bidang Sumberdaya dan Kajian Strategis IPB merincikan, bakteri berbahaya itu jika tidak dimusnahkan dapat tersebar dan merusak pertanian sekitar. Biasanya, penyebaran bakteri ini melalui udara maupun serangga yang hinggap di tanaman berbakteri.
Hermanto menduga, bakteri ini adalah senjata biologis untuk menghancurkan ekonomi Indonesia. Tujuannya, untuk menghancurkan pertanian cabai nasional, sehingga pemerintah melakukan impor cabai ke negeri Tiongkok.
"Ini akan menyebar pelan-pelan, tidak seperti sakit flu yang cepat menyebar. Tapi ini berbahaya, bisa seluruh Bogor kena, kemudian Cianjur, Sukabumi bisa merata terkena wabah," rincinya.
Untuk itu, agar tidak berkembang rasa curiga terhadap China, sebaiknya pemerintah segera mengusut peristiwa ini. Apakah pelaku sengaja merusak pertanian Indonesia, atau tidak. "Ini kan kecolongan namanya, harus diusut dari mana dapat bibitnya, modusnya, dan lainnya," pungkasnya.
"Bisa jadi senjata biologis. Artinya, dia sengaja merusak hortikultura kita. Bisa jadi akal-akalan mereka seperti itu," terkanya.