Program sejuta rumah butuh dukungan | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Palembang
Pengusaha properti yang tergabung dalam Persatuan Perusahaan Real Estat Indonesia (REI) menggelar Munas ke XV yang dihadiri Presiden Jokowi dan Menteri PUPR. Dalam Munas tersebut, Ketua Umum DPP REI Eddy Hussy meminta pemerintah membuat skema baru agar para pekerja yang punya penghasilan Rp 4,5-7 juta per bulan dapat tetap membeli rumah MBR dari subsidi FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan).
Saat ini skema FLPP sudah diatur dalam Peraturan Menteri PUPR No. 20 Tahun 2015 yang mengatur batas gaji pokok MBR bagi pengaju KPR FLPP untuk rumah tapak adalah maksimal sebesar Rp 4 juta, sedangkan untuk rumah susun sebesar Rp 7 juta.
"Kami berharap pemerintah melanjutkan program FLPP dengan memperluas program khsusnya perumahan MBR terutama kepada masyarakat urban (perkotaan) yang berpenghasilan Rp 4,5 juta-7 juta per bulan yang selama ini nggak dapat subsidi," kata Eddy, di Hotel Fairmont, Jakarta Selatan, Selasa (29/11/2016).
"Karena saya lihat banyak sekali, kita ini kan urbanisasi kita ini kan tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain, jadi arti kata orang-orang daerah masuk ke kota ekonomi-ekonomi yang tumbuh jadi besar. Nah tetapi mereka ini pendapatannya diatas Rp 4,5 juta sehingga nggak bisa membeli paket sekarang ini," ujar Eddy.
Akibatnya, masyarakat perkotaan yang gajinya sedikit di atas Rp 4 juta per bulan tak bisa mengakses program penyediaan rumah yang disediakan pemerintah. Menurut Eddy, penghasilan Rp 4,5-7 juta per bulan adalah kelompok masyarakat berpenghasilan 'tanggung'. Mereka tak bisa mengakses rumah bersubsidi, tetapi juga tidak mampu membeli rumah dengan harga komersial.
Para pekerja yang memiliki penghasilan sekitar Rp 4,5-7 juta per bulan itu menurut Eddy tinggal di tempat yang jauh dari tempat tinggal sehingga dia berharap pemerintah dapat membantu. Misalnya dengan cara mengeluarkan paket skema baru FLPP Rp 4,5 juta-Rp 7 juta per bulan.
Ia menyebut dengan penghasilan sekitar Rp 4,5-7 juta per bulan dapat membeli rumah seharga Rp 250 juta-300 juta. Hal itu untuk membeli rumah susun dan rumah tapak.
"Nah ini tinggalnya mereka sangat jauh dari tempat kerja jadi kita berharap pemerintah bisa mengeluarkan paket FLPP skema Rp 4,5- Rp 7 juta," kata Eddy.
Sedangkan DP untuk skema lama yang ada 1% sementara nanti DP untuk skema baru yang berpenghasilan Rp 4,5-7 juta uang mukanya 5%. "Uang muka yang sekarang 1% mungkin yang skema itu 5%. Agak beda, kelasnya lebih baik dari yang sekarang tapi ada subsidinya," imbuh Eddy.
Ia menyebut usulan tersebut untuk berlaku secara nasional sehingga dapat dirasakan di seluruh kota. Namun, dengan skema baru ini diharapkan bunganya akan lebih besar menjadi 6,5% dari yang saat ini 5%.
"Jadi otomatis banyak di kota, kalau di kampung-kampung nggak ada gaji Rp 4,5 juta, jadi otomatis pemerintah tidak usah khawatir. Kalau gaji di bawah Rp 4,5 juta beli FLPP yang sekarang, jika di atas itu beli yang skema baru. Nah yang skema baru kami ngerti bunganya nggak mungkin sama, bunganya mungkin di 6,5% dari yang sekarang 5%," ujar Eddy.
Ia berharap skema baru tersebut tidak menghilangkan skema yang ada saat ini yang mengatur kategori pengajuan MBR di bawah Rp 4 juta per bulan. Sehingga masyarakat yang berpenghasilan Rp 4 juta per bulan ke bawah dapat menikmati skema yang sama seperti saat ini, sedangkan skema yang baru masyarakat tetap bisa mengajukan perumahan untuk MBR.
Sementara itu, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menyebut usulan tersebut harus diputuskan dalam sidang kabinet. Hal itu karena akan berdampak pada ke seluruh sektor.
"Kami mohon kepada pemerintah agar mempertimbangkan menghapus PPnBM dan pajak barang mewah untuk properti. Pasalnya itu mempengaruhi minat warga untuk keinginan properti. Kami juga minta pemerintah menelisik kebijkanan agar lebih implementatif ketentuan yang ada saat ini sulit di terapkan pemerintah," imbuh Eddy.
Selain itu, REI juga mendesak pemerintah untuk segera mengeluarkan payung hukum berbentuk PP terkait penyederhanaan perizinan. Usulan lainnya, perlunya percepatan penyelesaian RUTR di seluruh pemerintah daerah.
"Ya bagus, harus diputuskan dalam sidang kabinet karena ini akan berdampak pada tidak hanya Kementerian PU saja, Jadi ini tidak hanya kepentingan untuk PU saja jadi harus dibahas di kabinet," kata Basuki.
Permintaan Jokowi ke Anggota REI | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Palembang
Ajakan Jokowi itu untuk menyikapi fakta, bahwa backlog atau kesenjangan antara jumlah rumah terbangun dengan jumlah yang dibutuhkan rakyat Indonesia masih tinggi, kurang lebih ada 11 juta rumah.
"Ini terus harus kita kejar agar backlog 11 juta itu nantinya betul-betul bisa kita segera tutup. Modal ekonomi kita sudah cukup kuat untuk mengembangkan sektor properti," kata Jokowi saat membuka Musyawarah Nasional (Munas) REI ke-XV di hotel Fairmont, Jakarta, Selasa 29 November 2016.
Presiden Joko Widodo mengajak seluruh anggota asosiasi perusahaan Real Estat Indonesia untuk fokus menjalankan program pembangunan rumah bagi rakyat. Tujuannya, agar semua rakyat Indonesia memiliki tempat tinggal yang layak
Angka tersebut menurutnya terbilang besar, dibandingkan dengan 2015 lalu, hanya 690 ribu rumah.
Anggota REI pun diingatkan agar tak perlu ikut-ikutan terpengaruh arus politik di dalam negeri.
Meski memang diakuinya, akhir-akhir ini, memang tensi politik dalam negeri sedang naik, tapi menurut Jokowi itu masih wajar, karena terjadi setiap kali mendekati gelaran pesta demokrasi atau Pilkada.
"Akhir-akhir ini kalau saya bertemu dengan pihak swasta dengan dunia usaha pasti yang dipertanyakan kepada saya bukan soal ekonomi tapi malah soal politik. Kalau soal politik, jangan tanya ke saya," ujar Jokowi.
"Tapi bukan apa-apa, saya kira wajar, ini setiap saat menjelang Pilkada selalu seperti ini bukan hanya saat ini saja. Tapi memang sekarang ini agak istimewa, terutama Pilgub di Jakarta," ujarnya.
"Gosip, rumor sekarang ini sudah banyak beredar di media sosial, tapi itu jangan langsung dipercaya. Banyak rumor, banyak gosip yang banyak tidak benarnya," tutur Jokowi.
Presiden juga mengimbau anggota REI tak mudah percaya akan isu-isu tertentu yang marak beredar di media sosial. Sebab, kebenarannya belum tentu bisa dipertanggungjawabkan.
REI Minta Pemerintah Tangani Lima Isu Perumahan Ini | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Palembang
Real Estat Indonesia (REI) menyampaikan beberapa isu yang mesti ditangani pemerintah terkait perumahan bagi masyarakat terutama yang berpenghasilan rendah (MBR).
"Pertama, kami meminta pemerintah untuk memperluas sasaran subsidi perumahan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) ke masyarakat urban dengan gaji Rp 4,5 juta hingga Rp 7 juta," kata Ketua Umum REI Eddy Hussy dalam laporannya membuka Musyawarah Nasional (Munas) REI ke-15 di Hotel Fairmont Jakarta, Selasa (29/11/2016).
Selain itu, berkaitan dengan paket kebijakan ekonomi tersebut Eddy juga meminta agar dimunculkan percepatan penyusunan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) di kabupaten/kota.
Kemudian, lanjut Eddy, hal yang mesti dipercepat pemerintah adalah penerbitan peraturan pemerintah (PP) sebagai payung hukum Paket Kebijakan Ekonomi 13 tentang penyederhanaan perizinan pembangunan perumahan bagi MBR.
Selanjutnya, isu keempat yang diharapkan Eddy bisa diselesaikan pemerintah adalah berkaitan dengan revisi pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) karena dinilai memengaruhi daya beli terhadap properti mewah.
"Kami memohon pemerintah agar mempertimbangkan pasal 22 tentang PPnBM untuk properti karena memengaruhi pembelian properti mewah dan tidak memengaruhi kurs," tutur Eddy.
Konsep hunian berimbang ini mengharuskan pengembang membangun hunian dengan konsep 1:2:3 atau dalam membangun satu hunian mewah mesti membangun dua rumah menengah dan tiga rumah MBR di dalam satu kawasan.
Terakhir, sambung Eddy, melakukan revisi hunian berimbang agar lebih implementatif karena saat ini masih sulit dilaksanakan oleh pengembang.