Pertalite telah menguasai 51 persen | PT Rifan Financindo Berjangka
PT Pertamina mengklaim penjualan Premium di Solo Raya terus turun. Produk baru bahan bakar minyak, Pertalite telah menguasai 51 persen.
“Berdasarkan data kami, konsumsi Premium di Solo Raya turun hingga 9 ribu kiloliter,” ungkap Didi Andrian, jajaran Humas PT Pertamina unit pemasaran Region Jawa Bagian Tengah, saat ditemui di Kota Solo, Jumat (11/11/2016).
Konsumen beralih ke Pertalite. Terlihat dari peningkatan dari 16 ribu kiloliter pada Agustus menjadi 23 ribu kiloliter pada September. "Naik 7 ribu kiloliter," tegasnya.
Wilayah Solo Raya meliputi Sukoharjo, Boyolali, Karanganyar, Wonogiri, Sragen dan Klaten. Di eks Karesidenan Surakarta itu, ada 140 SPBU yang berafiliasi dengan Pertamina.
Andrian menerangkan, konsumsi premium di Solo Raya pada Agustus 2016 tercatat sebanyak 28 ribu kiloliter. Sedangkan pada bulan September menjadi 19 ribu kiloliter.
Andrian mengelak bila perubahan pangsa pasar ini diakibatkan Pertamina menghilangkan Premium. "Kami hanya menyesuaikan tren konsumsi masyarakat yang berkembang saat ini," pungkas dia.
“Dengan harga yang terpaut sedikit, Pertalite memungkinkan masyarakat tidak sering mengisi bahan bakar dibanding menggunakan Premium. RON juga lebih tinggi,” ujarnya.
Peningkatan konsumsi dibarengi dengan naiknya pangsa pasar Pertalite. Andrian merinci, Pertalite mendominasi pasar dengan 51 persen. Sementara Premium dan Pertamax masing-masing 28 persen dan 21 persen.
Pertalite Semakin Digemari Masyarakat | PT Rifan Financindo Berjangka
Communication & Relation Pertamina MOR IV JBT Didi Andrian Indra Kusuma menegaskan Pertamina tak punya niat untuk menghapuskan premium. Namun ingin memberikan berbagai pilihan BBM yang lebih baik kepada masyarakat selain Pertamax adalah Pertalite."Ternyata masyarakat di Surakarta memiliki tren untuk memilih BBM yang lebih baik," katanya kepada wartawan di Solo, Jumat (11/11).
Menurut Didi, sebagian besar SPBU di Jateng DIY telah menyediakan Pertalite. Dari 776 SPBU yang menjual Pertalite 698 SPBU. Jadi masih ada 78 SPBU yang belum. Yang belum diantaranya disebabkan sempitnya lahan SPBU untuk menambah Pertalite.
Konsumsi pemakaian bahan bakar minyak (BBM) untuk kendaraan bermotor di wilayah Surakarta mulai bergeser dari premium ke pertalite. Tren ini menunjukkan adanya kesadaran masyarakat pemilik kendaraan untuk menggunakan BBM yang lebih berkualitas.
Menanggapi larangan pembelian dengan jerigen, ia mengatakan Pertamina ingin mengurangi jalur penjualan yang bisa mengundang polemik. Karena itu, guna mendapatkan BBM yang kualitasnya terjaga sebaiknya tetap membeli di SPBU yang ada.
Ditunjukkan pemakaian pada Agustus-September lalu. Pemakaian premium yang sebelunya tercatat 28.000 Kiloliter (Kl) menurun menjadi 19.000 Kl. Dalam waktu yang sama penggunaan pertalite mengalami peningkatan 16.000 Kl menjadi 23.000 Kl sedangkan Pertamax juga mengalami kenaikan dari 7,900 Kl menjadi 11.000 Kl. Di Jawa Tengah DIY komposisi pemakaiannya 51 persen Pertalite, 28 persen Premium 28 dan 21 persen pertamax.
Konsumsi Pertalite Meningkat, Ini yang Dilakukan Pertamina | PT Rifan Financindo Berjangka
Konsumsi Premium terus mengalami penurunan sejak Pertamina mengenalkan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis baru atau Pertalite kepada masyarakat. Tingginya permintaan produk Pertalite tersebut karena masyarakat mulai sadar, bahwa kandungan oktan yang ada dalam BBM jenis Pertalite lebih baik untuk pembakaran pada kendaraan
Sedangkan dari data jumlah konsumsi Premium di Soloraya pada Agustus 2016, menurutnya mencapai 28 ribu kilo liter. Angka tersebut cenderung mengalami penurunan pada bulan berikutnya yang mencapai 19 ribu kilo liter.
“Kalau kita lihat data secara market share, posisi konsumsi Pertalite sekarang ini cukup mendominasi yaitu diangka 51 persen. Sementara untuk Premium pada posisi 28 persen dan Pertamax 21 persen,” ujar Com and Relation PT Pertamina MOR Jawa Bagian Tengah, Didi Andrian kepada wartawan, Jumat (11/10).
“Penurunan konsumsi Premium ini, karena masyarakat cenderung memilih Pertalite. Alasannya selain disparitas harga tidak terlalu jauh, karena Pertalite memiliki kandungan RON 90 atau lebih besar jika dibanding dengan Premium yang hanya 88,” jelasnya.
“Kalau dulu kita masih memetakan pola konsumsi Pertalite dari masyarakat, sehingga ketika sempat langka saya kira itu hal wajar. Tapi sekarang polanya konsumsinya sudah bisa diketahui, sehingga kedepan tidak akan terjadi lagi kelangkaan,” tandasnya.
Pihaknya juga menegaskan, bahwa pasokan Pertalite ke depan dipastikan lancar dan selalu siap untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Adapun kelangkaan beberapa waktu yang lalu, menurutnya terjadi akibat masa transisi dan belum mengetahui pola konsumsi Pertalite masyarakat.