Tanda tangan digital wajib bagi seluruh pelaku industri jasa keuangan | PT Rifan Financindo Berjangka
Untuk melindungi nasabah industri jasa keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah resmi menjadi otoritas sertifikasi (certificate authority/CA), yang nantinya akan memberikan sertifikat suatu tanda tangan digital pelaku jasa keuangan.
“Tanda tangan digital ini wajib bagi seluruh pelaku industri jasa keuangan, terutama bagi pelaku teknologi finansial (Fintech). Kami secara bertahap akan berlakukan sistem tersebut,” ujar Wakil Dewan Komisioner OJK Rahmat Waluyanto, di Jakarta, Kamis (6/10/2016).
Hal tersebut merupakan tindaklanjut dari perjanjian bersama Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo). Nantinya,sertifikat tanda tangan digital tersebut dapat menjamin bahwa suatu transaksi elektronik yang ditandatangani secara digital telah diamankan dan berkekuatan hukum sesuai ketentuan yang ada di Indonesia.
Lebih lanjut, Rahmat menjelaskan, yang dimaksud secara bertahap yakni dengan melakukan sosialisasi kepada para pelaku jasa keuangan terlebih dahulu, meminta pendapat, baru nanti akan diterbitkan Peraturan OJK (POJK).
Aturan tentang CA merupakan satu dari beberapa aturan yang akan diterbitkan OJK terkait industri fintech yang saat ini tengah berkembang pesat di Indonesia. Selain CA tersebut, Rahmat mengatakan, regulasi fintech juga akan mengatur beberapa hal lainnya yang menyangkut potensi risiko, kepentingan nasional, dan stabilitas sistem keuangan.
“POJK terkait CA tersebut direncanakan terbit di awal 2017 mendatang,” tambah Rahmat.
Dirinya juga mengatakan, pihaknya akan terus mendukung perkembangan industri fintech, yakni dengan meluncurkan Fintech Innovation Hub sebagai sentra pengembangan dan menjadi one stop contact fintech nasional untuk berhubungan dan bekerja sama dengan institusi dan lembaga yang menjadi pendukung ekosistem keuangan digital.
“Kami secara intensif terus mempelajari perkembangan fenomena Fintech ini, agar kami dapat mengawal evolusi ekonomi ini supaya mampu mendukung perkembangan industri jasa keuangan ke depan dan terus menjamin perlindungan konsumen,” tuturnya.
Ruang lingkup aturan yang sedang disiapkan di bidang fintech ini, sementara ini adalah aturan di bidang permodalan, aturan model bisnis, aturan perlindungan konsumen dan aturan manajemen risiko minimal.
“Kami targetkan, mudah-mudahan sebelum akhir tahun ini, regulasi untuk industri fintech sudah bisa terbit,” pungkas Rahmat.
Hasil sementara kajian kajian yang dilakukan oleh “Tim Pengembangan Inovasi Digital Ekonomi dan Keuangan” OJK tersebut menunjukkan adanya klasifikasi perusahaan fintech yang masuk dalam otorisasi OJK bisa terdiri dari berbagai jenis usaha seperti perbankan, asuransi, investasi, pembiayaan, pinjam meminjam (peer to peer lending), crowd funding, chanelling kredit dan lain sebagainya.
“Klasifikasi perusahaan fintech itu di luar jenis usaha Fintech di bidang sistem pembayaran yang akan diatur Bank Indonesia,” ungkap Rahmat.
OJK juga melakukan kajian mengenai implementasi standar pengamanan data dan informasi dalam pengelolaan industri fintech dan kebutuhan Pusat Pelaporan Insiden Keamanan Informasi di Industri jasa keuangan, dan kajian Vulnerability Assessment (VA) Tersentralisasi di industri jasa keuangan untuk memastikan postur serta kematangan atau kesiapan penanganan keamanan informasi selalu terjaga guna menekan risiko serta ancaman keamanan informasi pada industri jasa keuangan.
Di samping itu, lanjutnya, OJK juga akan meluncurkan Sandbox Regulatory untuk Fintech. Peraturan ini mengatur hal-hal yang minimal agar tumbuh kembang Fintech memiliki landasan hukum untuk menarik investasi, efisiensi, melindungi kepentingan konsumen dan tumbuh berkelanjutan.
Godok Aturan Industri Fintech, OJK Bentuk Tim Pengembangan | PT Rifan Financindo Berjangka
OJK sudah membentuk “Tim Pengembangan Inovasi Digital Ekonomi dan Keuangan” yang terdiri dari gabungan sejumlah satuan kerja di OJK untuk mengkaji dan mempelajari perkembangan Fintech dan menyiapkan peraturan serta strategi pengembangannya.
Kehadiran Fintech, lanjut dia, bagi OJK sebagai otoritas di industri jasa keuangan merupakan peluang untuk terus meningkatkan perkembangan sektor jasa keuangan termasuk mendorong program inklusi keuangan. Namun juga menjadi tantangan bagi OJK untuk memastikan keandalan, efisiensi dan keamanan dari transaksi online tersebut agar tidak merugikan konsumen.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sesuai dengan kewenangannya yang diatur dalam UU No.21/2011 sedang menyiapkan sejumlah aturan untuk mengatur dan mengawasi perkembangan jenis usaha sektor jasa keuangan yang menggunakan kemajuan teknologi atau disebut financial technology (Fintech).
“OJK secara intensif terus mempelajari perkembangan fenomena Fintech ini, agar OJK dapat mengawal evolusi ekonomi ini supaya mampu mendukung perkembangan industri jasa keuangan ke depan dan terus menjamin perlindungan konsumen,” kata Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Rahmat Waluyanto, di Jakarta, Kamis (6/10/2016).
Kemudian, menindaklanjuti perjanjian bersama KOMINFO, OJK menyiapkan CA (certificate authority) di sektor jasa keuangan. "CA sebagai penerbit sertifikat suatu tanda tangan digital pelaku jasa keuangan, dapat menjamin bahwa suatu transaksi elektronik yang ditandatangani secara digital telah diamankan dan berkekuatan hukum sesuai ketentuan yang ada di Indonesia," terangnya.
Kemudian ada kajian Vulnerability Assessment (VA) Tersentralisasi di industri jasa keuangan untuk memastikan postur serta kematangan/kesiapan penanganan keamanan informasi selalu terjaga guna menekan risiko serta ancaman keamanan informasi pada industri jasa keuangan
Dalam waktu dekat, OJK memiliki beberapa rencana untuk mendukung berkembangnya industri fintech antara lain lewat peluncuran Fintech Innovation Hub sebagai sentra pengembangan dan menjadi one stop contact Fintech nasional untuk berhubungan dan bekerjasama dengan institusi dan lembaga yang menjadi pendukung ekosistem keuangan digital.
Penerbitan Sandbox Regulatory untuk Fintech diterangkan peraturan ini mengatur hal-hal yang minimal agar tumbuh kembang Fintech memiliki landasan hukum untuk menarik investasi, efisiensi, melindungi kepentingan konsumen dan tumbuh berkelanjutan. Kajian mengenai implementasi standar pengamanan data dan informasi dalam pengelolaan industri Fintech dan kebutuhan Pusat Pelaporan Insiden Keamanan Informasi di Industri jasa keuangan juga dilakukan.
Dari kajian OJK, jumlah sementara perusahaan Fintech yang masuk dalam otorisasi OJK sebanyak 120 perusahaan yang beroperasi di Indonesia. Sedangkan ruang lingkup aturan yang sedang disiapkan di bidang Fintech, sementara ini adalah aturan di bidang permodalan, aturan model bisnis, aturan perlindungan konsumen dan aturan manajemen risiko minimal.
Perkembangan sementara dari kajian yang dilakukan oleh “Tim Pengembangan Inovasi Digital Ekonomi dan Keuangan” OJK, klasifikasi perusahaan Fintech yang masuk dalam otorisasi OJK bisa terdiri dari berbagai jenis usaha seperti perbankan, asuransi, investasi, pembiayaan, pinjam meminjam (peer to peer lending), crowd funding, chanelling kredit dan lain sebagainya.
“Klasifikasi perusahaan Fintech itu di luar jenis usaha Fintech di bidang sistem pembayaran yang akan diatur Bank Indonesia,” ujar Rahmat.
OJK Siapkan Lima Jurus Kebut Bisnis Fintech | PT Rifan Financindo Berjangka
Untuk mengembangkan layar bisnis sektor jasa keuangan berbasis teknologi (fintech), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyiapkan lima kerangka kerja. Pertama, merilis Fintech Innovation Hub sebagai sentra pengembangan dan one stop contact fintech nasional untuk bekerja sama dengan institusi dan lembaga yang menjadi ekosistem keuangan digital.
Untuk itu, kata Rahmat, OJK sudah membentuk Tim Pengembangan Inovasi Digital Ekonomi dan Keuangan yang terdiri dari gabungan sejumlah satuan kerja OJK untuk mengkaji dan mempelajari perkembangan fintech, menyiapkan peraturan, serta strategi pengembangannya.
Kedua, yaitu menyiapkan certificate authority menindaklanjuti perjanjian bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika. Certificate authority sebagai penerbit sertifikat tanda tangan digital pelaku jasa keuangan dapat menjamin bahwa transaksi elektronik yang ditandatangani secara digital telah diamankan dan berkekuatan hukum.
“OJK secara intensif terus mempelajari perkembangan fenomena fintech ini agar dapat mengawal evolusi ekonomi ini. Sehingga, mampu mendukung perkembangan industri jasa keuangan ke depan, dan terus menjamin perlindungan konsumen,” terang dia.
Ketiga, Rahmat Waluyanto, Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK bilang, instansinya bakal menerbitkan sandbox regulatory. Ini adalah regulasi yang mengatur hal-hal yang minimal agar tumbuh kembang fintech memiliki landasan hukum untuk menarik investasi, efisiensi, melindungi kepentingan konsumen, dan tumbuh berkelanjutan.
Tim Pengembangan Inovasi Digital Ekonomi dan Keuangan OJK membagi klasifikasi fintech berdasarkan jenis usahanya, antara lain perbankan, asuransi, investasi, pembiayaan, dan pinjam meminjam (peer to peer lending), crowd funding, termasuk channeling credit.
“Keempat, kajian mengenai implementasi standar pengamanan data dan informasi dalam pengelolaan industri fintech dan kebutuhan Pusat Pelaporan Insiden Keamanan Informasi di industri jasa keuangan,” ujar Rahmat, Kamis (6/10).
Dari kajian OJK, jumlah sementara pelaku usaha fintech yang masuk dalam otorisasi OJK adalah sebanyak 120 perusahaan. Saat ini, OJK sedang menyiapkan aturan terkait permodalan fintech, model bisnis, aturan perlindungan konsumen dan manajemen risiko.
Terakhir, kajian vulnerability assessment tersentralisasi di industri jasa keuangan untuk memastikan postur, serta kematangan penanganan keamanan informasi selalu terjaga guna menekan risiko dan ancaman keamanan informasi pada industri jasa keuangan.