Terbaru

Kementan Rumuskan Kebijakan Penyediaan Protein Hewani

Meski impor daging, pemerintah tetap melindungi kesejahteraan peternak lokal  | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Surabaya

PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Surabaya


"Kebijakan terkait penyediaan protein hewani disusun dalam bentuk kebijakan jangka pendek dan jangka panjang," kata Plh Direktur Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Dinal Rifqi dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa (25/10/2016).

Untuk kebijakan jangka pendek yang dilakukan adalah operasi pasar, di saat kenaikan harga daging sapi secara terus-menerus sejak 2012 hingga awal 2016 harganya bertahan dikisaran Rp120.000 per kilogram.

Kementerian Pertanian merumuskan serangkaian kebijakan yang jelas, sistematis, terukur, dan komplementer terkait penyediaan protein hewani dengan maksud meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap kertersediaan, jenis, dan harga daging sapi.

Kebijakan tersebut, katanya, tentu bukan kebijakan panik ataupun tidak memiliki pijaan ilmiah, seperti opini yang disampaikan oleh Rochadi Tawaf di salah satu media nasional.

Saat menurunkan harga, pemerintah mengeluarkan kebijakan dalam bentuk operasi pasar dan impor daging beku. Operasi pasar dilakukan sejak Ramadhan 2016 hingga sekarang yang berada di 20 pasar tradisional Jakarta dan Toko Tani Indonesia (TTI).

"Meskipun relaksasi impor dilakukan, tapi pemerintah tetap melindungi kesejahteraan peternak lokal melalui pembatasan peredaran daging impor hanya di Jabodetabek. Pemerntah melakukan pengawasan sangat ketat mulai dari negara asal, pintu pemasukan hingga peredaran," tuturnya.

Kebijakan jangka pendek lainnya adalah membuka kran impor dari negara alternaif lainnya dengan tidak bergantung pada Australia dan Selandia Baru.

Hasil operasi pasar dinikmati masyarakat dengan tersedianya daging sapi dibawah Rp80.000 per kilogram dan mampu menahan tren kenaikan harga daging sapi segar.

Kebijakan jangka panjang, pemerintah telah menetapkan dua kebijakan yang hasilnya akan dipetik dalam tiga hingga empat tahun mendatang.

Dikatakan, kebijakan itu merupakan terobosan pemerintah dalam upaya penambahan populasi ternak ruminansia besar dan pemberdayaan peternak kecil serta koperasi, melalui kerja sama antara penggemukan sapi dan peternak kecil.

Dua kebijakan itu pertama wajib ratio 5:1 (impor sapi bakalan dan indukan) yang artinya importir yang memasukkan lima ekor sapi bakalan diwajibkan menyertakan satu ekor sapi indukan.

Pemerintah juga membuka peluang peternak kecil dan koperasi untuk dapat ikut dalam peningkatan populasi melalui impor indukan dengan rasio 10:1, yaitu 10 ekor bakalan disertai dengan satu ekor indukan.

Kebijakan kedua untuk jangka panjang adalah sejak Oktober 2015 pemerintah meluncurkan Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (UPSUS SIWAB) melalui inseminasi buatan (IB).

Melalui kebijakan tersebut diharapkan populasi sapi secara bertahap meningkat dan mengurangi importasi sapi dan daging sapi, sehingga swasembada daging sapi 2026 seperti ditargetkan Presiden Joko Widodo bisa tercapai.

Hingga awal Oktober 2016 telah lahir pedet (anak sapi) sebanyak 1,4 juta ekor dan tahun 2017 ditargetkan kelahiran pedet mencapai tiga juta ekor.

Australia Setujui Usulan Indonesia Untuk Meninjau Aturan Impor Sapi | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Surabaya

PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Surabaya


Perdagangan ternak di antara kedua negara sempat terhenti bulan September lalu, dengan enam kapal menunggu di sejumlah pelabuhan, seperti Darwin Harbour, Townsville dan Broome Ports. Hal ini menyebabkan ongkos pengiriman melunjak, akibat dari aturan impor baru.

Sejumlah konsultan Australia di Jakarta mengatakan permintaan ini menyebabkan kekurangan sapi Australia di feedlot, atau peternakan untuk pengemukkan. Selain juga bisa mengurangi jumlah sapi yang dipotong untuk kebutuhan dalam negeri.

Indonesia dan Australia telah sepakat untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang berkaitan aturan baru kuota impor sapi. Dalam peraturan itu Indonesia menginginkan agar 20 persen sapi yang diimpor ke Indonesia dijadikan pembiak atau breeder.

Enggartiasto Lukita, Menteri Perdagangan Indonesia, pernah mengumumkan bahwa 20 persen sapi yang diimpor dari Australia akan dijadikan untuk tujuan pembiakan.

Dalam pertemuan yang dipimpin Menteri Perdagangan Australia, Steve Ciobo, Ketua Asosiasi Eksportir Ternak Australia, Simon Crean dan sejumlah eksportir mengatakan bahwa peternakan feedlot di Indonesia tidak cocok untuk pengembangbiakkan sapi.

"Pengembangbiakkan lebih efektif dilakukan di padang rumput terbuka," tambahnya.

"Kami mengatakan dari pengalaman kami di Australia, peternakan feedlot tidak efektif untuk peternakan pengembangbiakkan," kata Simon.

"Ini membutuhkan kemampuan, ketersediaan lahan, bantuan dari pemerintah, industri dan membutuhkan waktu... kita harus bekerja dengan Pemerintah Indonesia."

"Program-program percontohan tesebut menunjukkan bagaimana industri sapi bisa dikembangkan ke skala komersil," jelas Simon.

Tapi Simon menolak menyebut jika peninjauan Indonesia soal kuota untuk pengembangbiakkan sebagai sebuah kemunduran.

Ekspor 300 ternak sapi ke Kalimantan beberapa waktu lalu, sebagai bagian dari program sapi ternak Australia - Indonesia, dianggap menjadi contoh yang baik.

Menurutnya ada hasil yang menjanjikan karena tim yang segera dibentuk dan pertemuan digelar lagi hari ini (25/10).

Pembahasan saat ini akan mulai membicarakan kuota, waktu acuan, dan alternatif untuk peternakan fedlot.

"Saya tidak ingin menyebutnya demikian, tapi saya pikir ada sinyal baik bagaimana persyaratan yang diajukan mereka [Indonesia] bisa disesuaikan."

Mendag Tawarkan Pembibitan Hingga Pengolahan Sapi | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Surabaya

PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Surabaya


Pengusaha Australia memahami kebijakan baru Indonesia terkait impor sapi indukan dan diversifikasi sumber impor sapi sebagai upaya Pemerintah Indonesia dalamstabilisasiharga. 

Para pengusaha Australia masih bingung dengan kebijakan baru itu sehingga meminta penjelasan dari mendag. ”Mereka minta beberapa hal di-clear-kan, yaitu kebijakan impor sapi indukan rasio 1:5 dan 1:10. Kami jelaskan kebijakan ini sebagai bagian tanggung jawab perusahaan untuk bersama-sama meningkatkan populasi sapi kita,” ujar mendag di sela pertemuan kemarin. 

Hal itu mengemuka dalam pertemuan Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita dengan delegasi Australia yang dipimpin Ketua Australian Live Export Council Simon Crean di Jakarta kemarin. Dalam pertemuan tersebut, mendag memaparkan berbagai kebijakan Pemerintah Indonesia, di antaranya terkait impor sapi indukan. 

Pada kesempatan tersebut, mendag juga menjelaskan niatan Pemerintah Indonesia untuk memperluas atau mendiversifikasi sumber impor sapi di luar Australia, diantaranya Meksiko, Brasil, dan Spanyol. Hal tersebut ditujukan agar tidak ada ketergantungan kepada satu negara yang bisa berdampak kepada pasokan dan harga daging di Indonesia. 

Sebagai informasi, dalam kebijakan tersebut nanti setiap lima sapi bakalan yang diimpor harus disertai dengan impor atau pengadaan satu sapi indukan atau rasio 1:5. Adapun rasio 1:10 ditujukan kepada peternak rakyat agar ada tambahan insentif. ”Mereka memahami kebijakan itu dan saya ingin menjelaskan bahwa ini menunjukkan sekali lagi keberpihakan pemerintah kepada peternak dan petani kecil,” tegasnya. 

Di samping itu, harga bisa lebih kompetitif. Mendag menambahkan, pemerintah juga mengundang para pengusaha Australia untuk investasi di Indonesia. Investasinya bisa di pembiakan sapi, industri pakan ternak, makanan olahan, dan lainnya. ”Sangat potensial karena pasarnya begitu besar. 

Terkait program sapi indukan, Simon menyebut Australia sudah berpengalaman dalam hal tersebut dan bisa membantu dalam pengembangan kapasitas. Menurutnya, pembiakan sapi membutuhkan waktu yang tidak singkat. 

Bukan hanya untuk pasar domestik, mereka (investor Australia) bisa juga menjadikan Indonesia sebagai basis untuk diekspor karena label halal food dari Indonesia lebih dipercaya dan diterima di semua negara,” tuturnya. Menanggapi pertemuan itu, Simon Crean menyatakan memahami upaya Indonesia untuk menjaga stabilitas harga daging sapi.