Terbaru

Pertamina Siap Tambahkan Biodiesel dalam Solar Nonsubsidi

Pertamina siap, asal diterapkan untuk seluruhnya | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Bandung

PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Bandung


PT Pertamina (Persero) siap menjalankan aturan penggunaan bahan bakar nabati (biofuel) berjenis biodiesel pada bahan bakar minyak (BBM) jenis solar nonsubsidi. Sebab rencananya pemerintah akan mewajibkan penggunaan 20 persen biodiesel bukan hanya untuk solar bersubsidi atau Public Service Obligation (PSO).

"Intinya bagaimana agar kebijakan B20 itu bisa dilaksanakan secara ‎menyeluruh. Pertamina siap saja, yang penting itu diterapkan untuk seluruhnya. Kan solar non-PSO itu kan ada swasta juga," kata Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto di Gedung Kementerian ESDM, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (23/9/2016).

Sebelumnya, Kementerian ESDM mewajibkan penggunaan 20 persen biodiesel bagi BBM subsidi maupun non subsidi. Jika tidak mengikuti aturan itu, maka perusahaan terancam dikenakan denda sebesar Rp6.000 per liter.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan Dan Konservasi Energi (EBTKE), Rida Mulyana menjelaskan, sanksi dikenakan untuk pempertegas aturan tersebut. Apalagi, lanjut dia, pemerintah ingin memperluas manfaat penggunaan biodiesel.

"Itu nanti yang sudah disepakati adalah penerapan sanksi akan makin dipertegas. Perpresnya nanti tidak hanya PSO saja. Kalau kemarin kan yang sanksi 6 ribu hanya yang PSO. Sekarang itu Perpresnya akan diusulkan yang non PSO juga akan disanksi," kata Rida.

Dirinya menambahkan, tak masalah jika pemerintah menetapkan sanksi untuk perusahaan yang tidak mengikuti aturan itu. Apalagi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjamin akan memonitor pelaksanaan penggunaan biodiesel tersebut.

"Terkait masalah sanksi apabila tidak diterapkan, harus semua dong. Harus berlaku untuk semua. Disepakati juga tadi, Kementerian ESDM akan memonitor untuk keseluruhan," jelas dia.

Tak Ikut Mandatori, Denda Menanti Penjual Solar Non-Subsidi | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Bandung

PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Bandung


 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan memberi sanksi bagi penyalur Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar jika kedapatan tidak menerapkan mandatori pencampuran 20 persen biodiesel (B20) dalam solar non-subsidi yang dijualnya.

Menurut data Kementerian ESDM, realisasi penyerapan biodiesel hingga Agustus tercatat 1,95 juta kl. Angka ini tercatat 66,55 persen dari target penyerapan akhir tahun sebesar 2,93 juta kl.

Penyerapan biodiesel tersebut diklaim berhasil menghemat devisa negara sebesar Rp8,05 triliun dan mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 9 juta karbondioksida (CO2). 

Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto menyambut baik sanksi tersebut. Ia berharap, tidak ada diskriminasi badan usaha di dalam pemberlakuan bakal kebijakan itu.

"Di dalam penyaluran Solar non-subsidi kan banyak pemain swasta. Sehingga masalah sanksi harus diterapkan semua dong. Namun disepakati, Kementerian ESDM akan memonitor semua badan usaha," terangnya di lokasi yang sama.

Kendati demikian, Dwi mengingatkan pemerintah untuk memperketat pengawasan bagi operasional badan usaha penyalur solar non-subsidi. Pasalnya, penyalur solar non-subsidi terbilang lebih banyak dibanding penyalur solar subsidi.

Pada tahun ini, solar bersubsidi disalurkan oleh dua badan usaha, yaitu Pertamina sebesar 16,38 juta kilo liter (kl) dan PT Aneka Kimia Raya (AKR) Corporindo Tbk dengan jumlah 300 ribu kl.

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Rida Mulyana menjelaskan, hal ini dilakukan agar badan usaha patuh pada instruksi pemerintah, yang ingin memperluas objek mandatory B20 ke Solar non-subsidi.

Sanksi ini, jelasnya, mulai berlaku saat kontrak biodiesel baru diberlakukan mulai 1 November 2016 mendatang.

"Kami memang akan memperluas mandatory B-20, namun kami akan tetap tegas dengan penerapan sanksi yang tentu akan dipertegas," ujar Rida di Kementerian ESDM, Jumat (23/9).
Denda ini sama seperti sanksi yang diberikan kepada penyalur Solar bersubsidi jika tak memenuhi mandatory B-20, sesuai dengan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 26 tahun 2015. Sehingga untuk mengakomodasi kebijakan itu, saat ini Kementerian ESDM tengah menyusun beleid baru untuk mengganti ketentuan lama.

"Kalau kemarin kan yang sanksi hanya untuk Solar subsidi saja. Nanti, peraturannya akan diusulkan bahwa Solar non-subsidi juga akan jadi objek sanksi," ujarnya.

Ia melanjutkan, sanksi yang diberikan berupa denda sebesar Rp6 ribu untuk setiap liter solar yang ketahuan tidak dicampur biodiesel. Jumlahnya akan terus diakumulasi setiap bulan dengan mengalikan volume solar yang dijual setiap bulan, sampai perusahaan yang bersangkutan memenuhi instruksi tersebut.

Pertamina Siap Campur Solar Non-Subsidi dengan Minyak Sawit | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Bandung

PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Bandung


Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto mengatakan, Pertamina mendapat arahan untuk mencampur 20 persen biodiesel (B20) pada solar non-subsidinya. Arahan ini dalam rapat bersama dengan Pelaksana tugas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Luhut Binsar Pandjaitan beserta jajarannya.

Dwi menuturkan, Pertamina sebagai badan usaha milik negara (BUMN) siap menjalankan arahan yang bertujuan untuk meningkatkan penyerapan biodiesel yang ditargetkan sebesar 5 persen tersebut. "Pertamina siap saja, yang penting itu diterapkan untuk seluruhnya," ujar Dwi.

"Intinya bagaimana agar kebijakan B20 itu bisa dilaksanakan secara ‎menyeluruh," kata Dwi, di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (23/9/2016).

Sementara itu, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Rida Mulyana mengatakan, ‎saat ini masih mencari parameter untuk pencampuran biodiesel dengan solar non-subsidi sebanyak 20 persen. 

Ini dilakukan agar saat penggunaan biodiesel naik karena ada campuran ke solar non-subsidi, sementara pungutan kepada pengusaha sawit yang mengekspor komoditas tetap dan cukup untuk menutupi subsidi biodiesel.

 PT Pertamina (Persero) siap mendukung program pemerintah soal mandatori bahan bakar nabati (BBN), yaitu mencampur solar non-subsidi yang dijualnya dengan minyak kelapa sawit (‎biodiesel) sebanyak 20 persen.

Seperti diketahui, pungutan CPO jauh lebih tinggi ketimbang pungutan produk hilirisasi. Tarif pungutan sebesar US$ 10-50 per ton atas ekspor 24 jenis produk. Mulai dari tandan buah segar hingga biodiesel dari minyak sawit dengan kandungan metil ester lebih dari 96,5 persen. 

"Volumenya naik, dan sekarang pengaturannya macam apa. Agar apa yang dipungut itu cukup untuk nutupin selisih itu," jelas Rida.

Rida menuturkan, ekspor kelapa sawit dan turunannya perlu ditingkatkan agar pungutan biodiesel tetap, tapi cukup menutupi subsidi meski volume bertambah.

"Volumenya yang nambah. Karena volume ekspornya kita harapkan naik, maka pungutannya naik meskipun per tonnya tetap," tutur Rida.