Aktivitas ekspor pada Agustus 2016 US$12,63 miliar | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Bandung
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan aktivitas ekspor pada Agustus 2016, yang membukukan nilai US$12,63 miliar.
Dibandingkan dengan ekspor bulan sebelumnya yang sebesar US$9,53 miliar, ekspor Agustus meningkat 32,54 persen. Namun, jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu turun 0,74 persen.
Sementara untuk ekspor migas, BPS mencatat nilai sebesar US$1,12 miliar pada Agustus 2016, meningkat 12,95 persen dibandingkan dengan perolehan Juli yang sebesar US$998,7 juta. Namun jika dibandingkan dengan nilai ekspor migas Agustus 2015 yang sebesar US$1,53 miliar, terjadi penurunan 26,32 persen.
Apabila dibandingkan dengan ekspor non migas Agustus tahun lalu, terjadi penurunan hampir ke seluruh negara mitra dagang Indonesia.
Pasar terbesar ekspor non migas Indonesia masih didominasi oleh Amerika Serikat (US$1,36 miliar), China (US$1,35 miliar), dan Jepang (US$1,17 miliar). Sementara ekspor non migas ke kawasan Uni Eropa dan Asean masing-masing mencatatkan nilai US$US$1,22 miliar dan US$1,92 miliar.
Secara kumulatif, total nilai ekspor Januari-Agustus 2016 mencapai US$91,73 miliar, turun 10,61 persen dibandingkan ekspor tahun kalender 2015.
Ekspor non migas sebagai kontributor terbesar, mencatatkan nilai sebesar US$11,5 miliar pada bulan lalu. Sumbangannya naik 34,84 persen dibandingkan realisasi ekspor Juli 2016 yang sebesar US$8,53 miliar dan meningkat 2,76 persen dari capaian Agustus 2015.
Sementara golongan barang non migas yang mengalami penurunan ekspor adalah barang hasil penggilingan minus 2,84 persen; minuman turun 87,1 persen, pupuk negatif 63,67 persen; ampas/sisa industri makanan turun 17,66 persen,; serta benda-benda dari besi dan baja minus 54,79 persen.
Dari 10 golongan barang ekspor non migas, lima golongan mengalami peningkatan dibandingkan Juli 2016 dan lima lainnya menurun. Peningkatan ekspor non migas terjadi pada kelompok barang bijih, kerak, dan abu logam sebesar US$285,7 juta (151,94 persen); lemak dan minyak nabati sebesar US$220,8 juta (18,17 persen); perhiasan/permata US$185,3 juta (52,58 persen); kendaraan dan bagiannya US$184,3 juta (50 persen); serta mesin-mesin/pesawat mekanik US$203,1 juta (54,48 persen).
Permintaan Naik, Surplus Neraca Dagang Agustus Mengecil | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Bandung
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca perdagangan pada Agustus lalu mengalami surplus sebesar US$ 293,6 juta. Jumlahnya lebih kecil dibandingkan surplus neraca dagang bulan sebelumnya yang sebesar US$ 598,3 juta. Penyebabnya adalah kenaikan impor seiring dengan kinerja ekspor yang mulai membaik.
Salah satu contoh kenaikan ekspor adalah barang tambang, yaitu tembaga. Kenaikan tersebut ditopang oleh sejumlah pelonggaran aturan ekspor. "Tapi jika ekspor naik, maka impor juga ikut naik," ujarnya.
"Bottom nya memang Juli kemarin saat Lebaran. Jadi Agustus setelah Lebaran ini banyak negara yang butuh barang. Harga pun mulai naik akibat suplai kita ke dunia menurun," kata Deputi Bidang Statistik, Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo dalam konferensi pers neraca dagang Agustus 2016 di kantor BPS, Jakarta, Kamis (15/9).
Di sisi lain, nilai impor pada Agustus 2016 mencapai US$ 12,34 atau naik 36,84 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Namun, turun 0,49 persen dibandingkan Agustus 2015. Secara kumulatif impor Januari-Agustus 2016 mencapai US$ 87,35 miliar atau turun 9,4 persen dibandingkan periode sama 2015.
Secara lebih rinci, BPS mencatat, impor nonmigas Agustus 2016 mencapai US$ 10,58 miliar atau naik 40,9 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Demikian pula jika dibandingkan Agustus 2015 yang naik 2,84 persen
Sasmito menjelaskan, nilai ekspor pada Agustus lalu mencapai US$ 12,63 miliar atau naik 32,5 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Namun jika dibandingkan Agustus tahun lalu, ekspor turun 0,74 persen. Sedangkan nilai ekspor Januari-Agustus 2016 mencapai US$ 91,73 miliar atau turun 10,6 persen dibandingkan periode sama tahun 2015.
Secara lebih rinci, Sasmito menjelaskan, ekspor nonmigas Agustus lalu sebesar US$ 11,5 miliar. Jumlahnya melonjak 34,84 persen dibandingkan bulan sebelumnya, dan juga naik 2,76 persen daripada Agustus 2015. Peningkatan terbesar ekspor nonmigas secara bulanan terjadi pada bijih, kerak, dan abu logam. Sedangkan penurunan terbesar pada benda-benda dari besi dan baja.
Sementara itu, ekspor migas pada Agustus 2016 mencapai US$ 1,1 miliar, naik 12,95 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Hal ini ditopang oleh meningkatnya ekspor hasil minyak sebesar 35,43 persen dan ekspor minyak mentah naik 19,9 persen. Demikian juga ekspor gas naik 5,55 persen.
Sementara itu, Ekonom DBS Group Gundy Cahyadi memperkirakan, surplus masih bakal berkisar US$ 500 juta. Hal itu dengan memperhitungkan penurunan ekspor sebesar 15,9 persen pada Agustus dan impor turun 12,2 persen.
Menurutnya, kondisi neraca perdagangan tersebut kemungkinan akan berlanjut hingga akhir tahun. Sebab, kinerja ekspor diyakini belum akan pulih. “Mengacu pada data sepanjang tahun ini, kami melihat sepertinya total ekspor tumbuh negatif, kemungkinan minus 9,8 persen,” kata dia.
Kepala Ekonom Bank Central Asia David Sumual juga sempat memprediksi neraca perdagangan masih surplus, yaitu sebesar US$ 420 juta. Menurutnya, selain disebabkan oleh penurunan impor, surplus juga terbantu oleh nilai ekspor yang terkerek oleh pulihnya harga komoditas, seperti batubara dan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). “Banyak komoditas lain juga sama (naik), tapi lebih ke harga, bukan volume,” ujar David.
Peningkatan impor nonmigas terbesar adalah golongan mesin dan peralatan mekanik mencapai 41,68 persen. Sedangkan penurunan terbesar yaitu golongan kapal laut dan bangunan terapung mencapai 35,63 persen.
Surplus neraca perdagangan yang mengecil ini memang sudah diprediksi sebelumnya. Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memperkirakan surplus neraca dagang pada Agustus sekitar US$ 150 juta. “Angka-angka sementara yang kami perkirakan neraca dagangnya masih surplus kurang lebih sekitar 150 jutaan (dolar Amerika Serikat),” katanya, Selasa (13/9).
Alasan BPS Ingatkan Pemerintah Hati-Hati Lakukan Impor | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Bandung
Impor migas naik sebesar 16,55 persen dibandingkan bulan Juli 2016 dari USD1,51 miliar menjadi USD1,76 miliar. Sedangkan impor nonmigas juga mengalami kenaikan 40,9 persen secara month to month dari USD7,51 miliar menjadi USD10,58 miliar.
Hanya saja, untuk negara yang memiliki defisit neraca perdagangan dengan Indonesia, Sasmito mengingatkan agar Indonesia berhati-hati untuk melakukan impor dari negara ini. Sebab, bisa saja negara tersebut membujuk Indonesia untuk dapat meningkatkan nilai impor pada komoditas yang tidak dibutuhkan oleh Indonesia.
"Kita harus hati-hati apalagi kalau mereka menyuruh kita meningkatkan impor," imbuhnya.
Menurut Sasmito neraca perdagangan Indonesia selama ini sudah cukup stabil. Untuk itu, pemerintah perlu menjaga kestabilan ini dengan terus berhati-hati untuk melakukan ekspor dan impor.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai impor secara Agustus lalu mengalami kenaikan secara month to month sebesar 36,84 persen menjadi USD12,34 miliar pada Agustus 2016. Secara year on year, nilai impor sepanjang Agustus turun sebesar 0,49 persen.
Menurut Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa, Sasmito Hadi Wibowo mengatakan, terdapat beberapa negara yang memang mengalami defisit neraca perdagangan dengan Indonesia. Di antaranya adalah Vietnam sebesar USD23,8 juta dan Brasil sebesar USD134,4 juta. Sedangkan negara lainnya yang surplus adalah seperti Filipina sebesar USD502,5 juta dan Swiss sebesar USD167,9 juta.
"Memang untuk Swiss kita lebih banyak perdagangan seperti cokelat dan yang lainnya," kata Sasmito di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Kamis (15/9/2016).