Indonesia miliki bonus demografi dukung pertumbuhan ekonomi | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Jakarta STC
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengungkapkan salah satu instrumen yang mampu menjadi akselelator pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Dengan dibekali dengan bonus demografi yang besar, potensi untuk memanfaatkan instrumen tersebut diharapkan bisa terealisasi.
“Dalam lingkungan yang berubah di mana persaingan global semakin ketat, Indonesia pada dasarnya memiliki banyak potensi dalam mengembangkan kewirausahaan, terutama bagi pengusaha muda dan perempuan,” ujar Ani, sapaan akrab Sri Mulyani, dikutip dari keterangan resmi, Jakarta, Jumat 21 April 2017.
Hal tersebut dikemukakan bendahara negara di kantor pusat Bank Dunia, Washington D.C, Amerika Serikat, dalam rangkaian perhelatan Bank Dunia-Dana Moneter Internasional Spring Meetings 2017. Menurut menkeu, instrumen yang mampu mendorong pertumbuhan jangka panjang adalah perbaikan produktivitas multifaktor.
Kemudian, deregulasi berkelanjutan di bidang logistik dan distribusi, menjamin ketersediaan faktor produksi dengan harga yang kompetitif, meningkatkan produktivitas subsektor manufaktur dengan lapangan kerja yang tinggi melalui penyediaan tenaga kerja yang terampil, dan terakhir meningkatkan pendidikan melalui pendidikan konvensional dan kejuruan sekolah.
Pemerintah pun telah menetapkan beberapa kebijakan strategis untuk menghidupkan kembali manufaktur nasional. Mulai dari memfasilitasi pertumbuhan industri pendukung, memperbaiki infrastruktur jalan, pelabuhan, dan energi, meningkatkan iklim investasi, hingga mengoptimalkan industri nasional bergabung dengan value chain.
Ani menilai, sektor manufaktur selama ini telah berkontribusi lebih terhadap produk domestik bruto nasional. Bahkan, produktivitas di sektor manufaktur telah mendukung pertumbuhan total faktor produktivitas di Indonesia. Kendati demikian, Ani tak memungkiri bahwa pertumbuhannya masih relatif rendah.
Mau Tahu Apa Mimpi Sri Mulyani? | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Jakarta STC
Dalam wawancara khusus untuk memperingati Hari Kartini, Sri Mulyani berbicara mengenai mimpi. Mimpi dalam arti yang sebenarnya terjadi ketika sedang tidur maupun mimpi yang berisikan impian-impian di masa depan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sudah terlalu biasa menjelaskan tentang perekonomian. Entah itu ekonomi global, regional, nasional, daerah hingga pengelolaan ekonomi dalam rumah tangga.
Sri Mulyani ternyata memiliki sesuatu hal yang indah dan terus dipelihara sampai sekarang. Suatu saat wanita yang akrab disapa Ani ini sangat ingin mimpi itu terjadi.
Apa sih yang menjadi mimpi seorang Sri Mulyani?
Kemarin mimpinya ngomel-ngomel. Kata suami saya, kayaknya lagi di rapat. Iya tuh saya lagi pusing.
Kalau harus memimpikan Indonesia, mimpi seperti apa yang Ibu inginkan terjadi di masa depan?
Saya pikir Indonesia adalah negara yang indah ya dan besar. Saya selalu tanya sama teman-teman saya orang luar negeri mengenai Indonesia dan pernyataan awalnya Indonesia people is so kind and nice.
Jadi orang Indonesia itu di mata orang luar itu orang yang baik dan baik hati dan senang, ramah. Itu orang yang saya kenal puluhan tahun maupun yang baru dikenal 2 menit, mereka selalu bicara tentang Indonesia DNA-nya manusia-manusia yang ramah, mau welcome, nyenengin. Temen-temen saya yang bule tahu istilah bule itu. You love bule.
Jadi kalau saya mau ngimpi tentang indonesia, orangnya sudah baik-baik gitu, rajin, baik hati. Negara ini bisa menjadi negara yang luar biasa besar gitu ya. Yang tidak hanya segelintir orang yang kaya atau berkuasa. Jadi negara yang rakyatnya itu senang bersatu untuk mewujudkan bersama.
Sampai sekarang Ibu apa masih menyimpan mimpi itu?
Saya ngimpinya ya harusnya kita bisa mewujudkan bekerja sama-sama kayak gitu, karena saya dulu sama Pak Darmin (Nasution, Menko Perekonomian) waktu saya di UI. Dia pernah ngomong: An, kaya sendiri itu gampang, pinter sendiri gampang, bikin tuh 250 juta orang sama-sama kaya dan pinter, itu baru susah.
Jadi menjadi famous sendiri kaya sendiri, maju sendiri itu relatif gampang untuk orang-orang yang sudah apalagi di level elit. Tapi kalau anda punya kepuasan untuk mimpi tadi, kalau membuat semua nya menjadi relatif. Saya rasa itu adalah mimpi yang pantas untuk dipelihara. Supaya kalau tidur ingat terus.
Bagaimana cara Ibu agar bisa tidur dengan tenang?
Itu adalah effort khusus. Saya nggak tipe yang begitu nempel bantal tidur. Ada yang kayak gitu. Jadi saya iri sama orang-orang kayak gitu. Kayaknya hidupnya simple.
Sampai begitu Bu, apa itu sering kejadian?
Kadang kalau saya belum membersihkan pikiran saya tidur itu pekerjaan yang mengesalkan masuk ke mimpi. Tapi most of the time saya biasanya punya waktu sedikit jeda sebelum tidur. Karena saya termasuk orang malam, artinya saya makin malam, makin susah tidur.
Saya bukan orang yang jam 8 sudah ngantuk. Semakin jam 8 mulai capek tapi kemudian makin segar, jam 10 makin segar, jam 11 matanya malah makin berbinar-binar. Makanya saya harus bisa maksain diri untuk soft. Jadi kalau mimpi dalam artian literary mimpi ya macam-macam. Kalau tergantung waktu sebelum tidur kamu mengosongkan pikiran dulu atau nggak.
Saat Sri Mulyani Sebagai Menkeu, Istri, Ibu Sekaligus Nenek | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Jakarta STC
Pada peringatan Hari Kartini, Sri Mulyani akan berbagi pengalamannya yang sukses melewati masa-masa sulit itu. Diharapkan bisa menjadi inspirasi bagi para wanita yang ingin menempuh jalur yang sama.
Cerita manis tentang Sri Mulyani Indrawati sepertinya tidak perlu diutarakan lagi. Semua orang rasanya bisa melihat perjalanan karirnya sebagai menteri yang kemudian berlabuh di Bank Dunia dan kembali lagi ke Indonesia sebagai Menteri Keuangan.
Ia mengaku pernah dikritik oleh anak-anaknya karena tidak bisa menempatkan posisi, antara kantor dan rumah. Sri Mulyani juga sempat meminta anaknya agar bolos sekolah untuk ikut ke kantor. Banyak cerita unik lainnya.
Tapi di balik itu, harus dipahami bahwa Sri Mulyani juga sebagai istri dari suaminya, ibu dari 3 orang anaknya dan juga nenek dari 2 cucunya.
Menjalani posisi tersebut ternyata bukan perkara mudah bagi seorang Sri Mulyani. Bahkan Ia menyebutkan, mengelola rumah tangga sama beratnya dengan Kementerian Keuangan. Kadang bisa lebih sulit.
Ibu kan juga sebagai Menkeu dan juga istri serta ibu dan nenek. Bagaimana menjalankan itu semua?
Pertama mungkin kalau dibandingkan 10-20 tahun lalu yang waktu saya sekolah di AS ada suatu saat saya harus pisah dengan anak saya yang pertama, karena saya harus menyelesaikan disertasi.
Uhh zaman dulu itu menderita banget, karena belum ada internet. Anda cuma bisa kirim surat, suratnya datang 10 hari kemudian. Telepon itu mahalnya hampir memakan semuanya. Jadi kita punya jatah seminggu 7 menit, itu zaman dahulu kala. Itu penderitaan yang paling berat kalau bisa dikatakan. Tapi saya melalui itu. Alhamdulillah saya selesai disertasi, anak saya juga selamat saya pulang.
Kemudian ketika anak kita mulai sekolah dan tambah. Yang ini mulai sekolah, yang satu masih kecil, dan yang satu begini ya kalau di indonesia kita punya pembantu itu mungkin sangat mungkin dilakukan.
Bagaimana jenis komunikasi yang biasa Ibu lakukan?
Mereka juga tahu saya kerja di sini. Mama, how's your day today? Siapa yang paling nyebelin? Isu apa yang paling nyebelin? Siapa yang bikin mama ketawa? Terus berapa orang yang minta selfie hari ini?
Tapi kalau hari ini karena teknologi sangat mudah, kalau anda tanya soal kangen, saya tiap hari selalu komunikasi melalui whatsapp video, pake face time. Walaupun anak saya sekolah jauh di AS seminggu dua atau tiga kali kita ngobrol. Kamu makan apa hari ini? bagaimana sekolah kamu?
Jadi kayak kita dalam satu rumah saja. Cuma lewat teknologi. Dia juga kalau di rumah kadang-kadang juga di kamar ditutup. Sama saja lah. Cuma sekarang kamarnya jauh. di sana seberang laut.
Jujur untuk bilang kangen sama anak atau pasangan itu sepertinya sulit, bagaimana dengan keluarga Ibu?
Kalau bilang kangen ya bilang kangen, ya I miss u too. I think if you have a kind of relationship is what rewarding. Bentuknya bisa macem-macem, waktunya bsa macem-macem dan ekspresinya macam-macam, yang penting kan esensinya.
Anda punya nggak hubungan yang baik itu di antara saya dan anak saya dan suami. Saya bisa makan sama-sama, aku lagi malas ngomong ya capek banget, ya sudah diem. Coba dong salah satu bikin joke. Anda nggak perlu merasa pura-pura harus baik terus.
Tapi yang terakhir saya ingin sampaikan, dulu saya selalu menasehati diri saya sendiri karena saya pernah dikritik sama suami dan anak saya, Mom ini di rumah bukan di Kemenkeu, you are not playing as a boss gitu, saya ingin mama, bukan Menkeu. Oh ya sorry, sorry.
Jadi kadang-kadang kita juga harus self critical. Kalau di rumah kamu adalah Sri Mulyani. Kebetulan kalau dulu saya senang masak kalau di AS, jadi mereka begitu kalau sampai di rumah, she is my mom. Saya masak kita ngobrol, kita terus minta bantuan anak cuci piring. Terus ngomelin kenapa kok kamarnya berantakan. Jadi rumah sudah jadi ibu.
Jadi saya rasa itu saja. Yang penting jaga kita tahu perasaan masing-masing. Karena manusia kan at the end terdiri dari perasaan dan pikrian yang harus diperlakukan secara baik. Nggak ada bedanya jadi menteri atau jadi managing director. Esensinya kan apakah anda memahami perasaan di keluarga sehingga kita tetap merasa connect.
Apa bedanya ketika Ibu di Indonesia dan bekerja di Bank Dunia?
Kalau di Bank Dunia karena gajinya cukup besar, mereka biasanya juga bisa mempekerjakan nanny. Tapi mereka tetap tidak bisa melakukan managing rumah tanpa ada yang supporting, either punya nanny atau anda harus taruh anak di tempat penitipan anak. Tapi anda harus memiliki supporting, kalau nggak, ya nggak mungkin. Sehari 24 jam kalau anda di kantor 8 jam berarti anda harus somebody else yang melakukan management.
Bedanya di AS itu kalau pulang juga harus masak, laundry sendiri. Tapi nggak apa-apa, karena itu efisien dan manageable. Tapi itu sudah saya lalui masa-masa seperti itu.
Berat nggak Bu untuk melewati itu?
Ya berat, kurang tidur pasti. Tapi sebetulnya you can enjoy it. Artinya kalau kita menganggap anak-anak dikondisikan dari sisi karakternya mereka dari awal untuk bisa memahami kalau dua-duanya kerja, orang tuanya, waktu itu menjadi berharga. Jadi kita juga menjadi tenggang rasa. Anak-anak dibiasakan, kalau ini adalah family time, ya family time.
Bahkan kalau saya seperti saya sampaikan, anak-anak saya bawa ke tempat kerja supaya mereka tahu. Bagaimana pernah suatu saat mereka bolos sekolah saja, hari ini adalah ikut mama ke kantor. Jadi dia ikut saya ngajar diwawancara seperti ini. Kemudian dia heran si ibu ngapain kok ngomong terus. Dari jam 8 pagi sampai jam 8 malam. Pulang dan mereka sudah tidur di mobil. Tapi dalam otak anak saya, oh ternyata kerja berat juga. Jadi kemudian mereka menghargai kalau mama pergi itu tidak main-main itu menurut saya bagus.
Apa itu cukup dilakukan sekali saja, atau bagaimana?
Saya rasa komunikasi dan pengertian. Tapi kamu tak bisa ekspektasi, apalagi kalau anak dari kecil kemudian menjadi gede, masalahnya beda-beda. Waktu balita, terus puberitas, remaja, berkeluarga. ada perbedaan dari itu. Ya selama itu harus dibuat mengerti.
Sebetulnya sama seperti tadi memimpin kementerian, connection itu harus di-establish and harus ada term-nya. Hubungan anak dengan ibu, anak dengan orang tua dan saya dengan suami itu harus ada kesepakatan. Sama suami harus ngobrol juga, ini acceptable atau tidak, kegiatan ini kayak gini, schedule-nya akan seperti ini. Jadi kadang-kadang saya harus keluar negeri, dia juga. Itu semuanya sangat transparan. sehingga dia juga tahu saya di kantor ngapain dan tahu schedule saya ngapain saja hari ini. itu yang menyebabkan kita bisa ya lebih dewasa untuk memahami.
Apa ada resep khusus untuk Ibu sendiri?
Kepada perempuan saya ingin menyampaikan, dulu saya pernah punya motivasi waktu muda. Waktu anak-anak saya masih kecil. Kalau saya keluar rumah kan ada perasaan guilty feeling ya. Duh anak saya. Coba kalau saya di rumah saya bisa ngajarin anak saya sendiri dan saya nyaman dengan anak saya bukannya saya ngadepin anak saya pusing gitu lho.
Berarti kan saya kalau pergi ke sekolah atau kerja itu saya menghukum diri saya sendiri. Makanya saya punya ambisi, kalau saya kerja saya harus bisa bertanggung jawab pada diri saya sendiri kalau yang saya kerjakan hari ini value-nya harus lebih besar, untuk men-justified guilty feeling saya.
Jadi kerjaan saya, kalau di kantor nggak cuma cengangas-cengenges gitu. Saya sampai bilang ke anak saya, jika kamu dapat kerjaan 10 dari bos, kalau bisa kamu kerjain 20. Bukan untuk menyenangkan dia, tapi untuk membayar guilty feeling tadi. Tapi di kantor kan kelihatan keren kan. Bosnya senang juga karena rajin banget. Makanya kemudian di-recognize. Makanya kemudian itu sesuatu yang tadi saya sebutkan me-manage guilty feeling ke arah yang positif.
Sehingga akhirnya, keluarganya bisa menghargai, kerja merasa puas dan kita coba manage melalui situasi yang transparan saja.