Terbaru

Wisata Bahari Indonesia Kalah dari Malaysia

Potensi bahari yang dimiliki Indonesia kurang mendapat perhatian | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Medan

PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Medan

Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan,‎ selama ini potensi bahari yang dimiliki Indonesia kurang mendapat perhatian. Akibatnya wisata bahari dalam negeri tidak berkembang dengan baik.

Pengembangan wisata bahari Indonesia ‎jauh tertinggal dibandingkan Malaysia. Padahal Indonesia punya garis pantai terpanjang nomor 2 di dunia dan kekayaan alam bawah laut yang besar.

"Kita sudah terlalu lama memunggungi lautan," ujar dia di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Selasa (7/6/2017).

Pada 2019 pemerintah menargetkan pendapatan devisa Indonesia sebesar US$ 20 miliar. Dari jumlah tersebut 20 persennya diharapkan disumbang dari wisata bahari.

"Padahal kita punya pantai terpanjang nomor 2, koral terbaik ada di Indonesia. Pada 2019 pendapatan devisa kita sebesar US$ 20 miliar, diharapkan wisata bahari sumbang 20 persen atau US$ 4 miliar," tandas dia.

Sedangkan di Malaysia,‎ wisata bahari mampu berkontribusi besar terhadap pendapatan devisanya. Setidaknya saat ini pendapatan devisa dari wisata bahari di negara tersebut mencapai US$ 8 miliar per tahun.

"Malaysia, 40 persen pendapatan devisanya dari wisata bahari. Jadi dari US$ 20 miliar, wisata baharinya berkontribusi sebesar US$ 8 miliar. Ini 8 kali lipat dari Indonesia," ungkap dia.

Dia mengatakan, saat ini kontribusi wisata bahari terhadap pendapatan devisa Indonesia hanya 10 persen. Jika pendapatan devisa sekitar US$ 10 miliar, maka wisata hanya berkontribusi sebesar US$ 1 miliar.

"Untuk wisata bahari kontribusi hanya 10 pesen dari pendapatan devisa. Kalau devisa US$ 10 miliar, wisata bahari hanya US$ 1 miliar," kata dia

Kemenpar gandeng KKP kembangkan wisata bahari di Indonesia | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Medan

PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Medan

Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan laut dan pantai Indonesia sangat berpotensi untuk menyumbang peningkatan pendapatan negara. Selain itu, selama ini Indonesia sudah terlalu lama memunggungi sektor lautan dari segi pariwisata.

"Benar bahwa kita sudah terlalu lama memunggungi lautan. Kami laporkan kepada Ibu Menteri, wisata bahari kita kontribusinya hanya 10 persen dari pendapatan devisa kita. Wisata bahari hanya menyumbang USD 1 miliar," ujar Arief di gedung KKP, Jakarta, Selasa (7/2).

Kementerian Pariwisata bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bekerja sama dalam pengembangan wisata bahari Indonesia. Melalui kesepakatan ini, diharapkan dapat meningkatkan devisa negara dari sektor wisata bahari.

Dengan kerja sama ini, diharapkan dapat meningkatkan pendapatan negara pada tahun 2019, proyeksi kontribusi wisata bahari yang sebelumnya hanya 10 persen diharapkan meningkat menjadi 20 persen atau USD 4 miliar.

"Ini bukan angka yang kecil dan tidak mungkin dengan cara yang biasa untuk dapat mewujudkannya," pungkasnya.

Arief mengatakan untuk mendorong hal tersebut pemerintah akan melakukan beberapa program. Salah satunya dengan memberikan bimbingan terhadap nelayan mengenai pentingnya wisata bahari.

"Nelayan kita kalau kita biarkan hanya menjual ikan sebagai komoditi kemungkinan kesejahteraan nelayan kita tidak terlalu bagus. Untuk mengarahkan nelayan kita yang tadinya nelayan tangkap dan budidaya kita ubah ke services," ungkap Arief.