Banyak WP membayarkan pajak sebanyak dua kali | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Jakarta STC
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat peningkatan sengketa Wajib Pajak (WP) luar negeri terkait pelaporan harta, penghasilan dan kredit pajak luar negeri dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi.
Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Timur Harta Indra Tarigan mengatakan, sejak implementasi kebijakan tax amnesty, banyak WP yang mulai terbuka soal informasi harta kekayaannya di luar negeri.
Di KPP Pratama Pulogadung misalnya, mayoritas yang dilaporkan para WP yakni terkait pengenaan pajak berganda mengingat selama ini mereka tidak pernah melaporkan aset mereka yang diparkir di luar negeri dalam SPT tahunan.
Menurut Harta, hal tersebut sebenarnya tidak akan terjadi apabila WP sejak awal memegang surat domisili yang dikeluarkan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di Indonesia.
Dari situ terungkap, banyak WP yang membayar pajak sesuai dengan tarif yang berlaku di masing-masing negara tersebut namun kemudian membayar kembali sesuai dengan tarif yang diatur di Indonesia. Akibatnya, WP membayarkan pajak sebanyak dua kali.
Namun, kalau tidak bisa menunjukan surat domisili, maka WP akan dikenakan peraturan di negara tersebut dengan tarif pajak lebih tinggi.
“Kalau tarifnya lebih tinggi, yang bisa dikreditkan dalam negeri hanya sebatas peraturan perjanjian penghindaran pajak berganda yang tarifnya sudah disesuaikan dengan tarif P3B itu," ujar Harta, Selasa (7/2).
Dengan surat domisili, WP secara otomatis bisa mengikuti peraturan tarif perpajakan yang dimiliki Indonesia maupun dalam perjanjian perpajakan (tax treaty) dengan negara-negara lain. Ia menyebut, tarif perpajakan di Indonesia dan yang terkandung dalam perjanjian tax treaty bisa separuh dari tarif reguler yang dikenakan oleh negara tertentu.
Sub Direktorat Pajak Internasional
Menurut Kepala KPP Pratama Jakarta Pulogadung Edward Hamonangan Sianipar, subdirektorat ini berfungsi menyelesaikan sengketa perpajakan luar negeri yang bisa mengakomodasi kepentingan para WP di luar negeri seperti selisih maupun resitusi dalam rangka lebih bayar.
Selain itu, DJP juga mengimbau WP untuk memanfaatkan keberadaan Sub Direktorat baru dalam rangka penyelesaian perpajakan internasional.
"Jadi dalam hal ada WNI yang meminta perlindungan terkait peraturan perpajakan di negara lain yang tidak mengakomodir kepentingan WNI, dia bisa datang ke KPP dan KPP akan bicara dengan kantor pusat, dan kantor pusat akan bantu bicara negosiasi dengan negara mitra luar negeri," ujarnya.
Ia menyayangkan selama ini banyak para WP di luar negeri yang diam saja setelah penghasilannya dipotong dan pembayaran pajaknya mengikuti peraturan tarif di negara tertentu.
Ia berharap dengan fungsi baru itu, DJP bisa lebih optimal dalam melindungi WP di luar negeri.
Ia menjelaskan, melalui fungsi baru tersebut diharapkan para WP nantinya bisa melaporkan permasalahan yang selama ini melibatkan peraturan pajak antarnegara.
"Karena sebelumnya mereka tidak pernah melaporkan penghasilan dan dipotong pajak di luar negeri dengan tarif yang besar itu diam saja, maka mereka belum banyak yang melapor," katanya.
Kawasan Industri, Pulo Gadung Tak Beri Sumbangan Besar ke Tax Amnesty | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Jakarta STC
Pulo Gadung adalah salah satu kawasan industri di Jakarta Timur. Pada kawasan ini, terdapat beberapa sentra industri yang bergerak pada berbagai bidang.
"Kami memang tahap pertama kedua dan ketiga sudah jajaki Rp2,2 triliun dan sudah ada 20 ribu lebih yang ikut tax amnesty. Wilayah kita banyak terdapat industri tapi belum tentu mereka bayarnya di KPP Jaktim, sebagian PMA sebagian madya," tuturnya di KPP Pulogadung, Jakarta, Selasa (7/2/2017).
Hanya saja, menurut Kepala Kanwil DJP Jakarta Timur Harta Indra Tarigan, kawasan ini justru tidak memberikan dampak yang besar bagi penerimaan negara pada program tax amnesty lalu. Akibatnya, penerimaan tax amnesty Jakarta Timur adalah salah satu yang terendah di daerah Jakarta.
Menurutnya, pemilik modal pada kawasan industri ini sebagian besar berasal dari Jakarta Pusat dan Jakarta Barat. Pemilik modal ini pun banyak yang membayar pajak dan ikut tax amnesty pata kawasan tersebut.
Hanya saja, Ditjen Pajak tetap melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar tetap dapat ikut program tax amnesty. Khususnya adalah kalangan pengusaha yang berdomisili pada kawasan Jakarta Timur.
"Pemilik modal banyak di wilayah lain seperti Jakarta Pusat dan Jakarta Barat. Misalnya tinggal di wilayah barat meskipun sudah pindah enggan memindahkan NPWP. Jadi ada faktor keberuntungan katanya," tuturnya.