Terbaru

Cuci Uang Narkoba di Money Changer

Ada enam money changer yang ditindak | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Axa

PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Axa

Badan Narkotika Nasional mengungkapkan kegiatan usaha penukaran valuta asing (KUPVA) atau yang dikenal dengan money changer rawan dimanfaatkan untuk tindak pidana pencucian uang dan bisnis narkoba. BNN bahkan mensinyalir bandar narkoba kerap menggunakan jasa money changer sebagai pusat untuk mengumpulkan uang, dan transaksi perdagangan narkoba lintas negara.

Direktur Tindak Pidana Pencucian Uang BNN, Rokhmad Sunanto, mengatakan jaringan bandar narkotika sering memanfaatkan money changer untuk transaksi pembayaran narkoba. Narkotika merupakan pangsa pasar yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi.

Berdasarkan hasil penyelidikan BNN diketahui ada enam money changer yang telah ditindak karena terindikasi menjadi penampung dana bisnis narkoba dan satu money changer sedang dalam pemantauan. Empat di antaranya tidak mengantongi izin dari Bank Indonesia, sisanya menyalahi izin dari bank sentral. Dalam kasus satu money changer nilai transaksinya bahkan mencapai Rp3,6 triliun.

"Sebagai ilustrasi harga (narkoba) di Indonesia senilai Rp2 miliar per kilogram. Di pusatnya di China hanya Rp100 juta per kg, negara tetangga  seperti Malaysia, dan Singapura Rp300 juta per kg. Kerugian ekonomi Rp63 triliun per tahun karena transaksi narkoba," katanya.

Selain itu, para bandar narkoba kerap menggunakan modus transfer dana, dan mendirikan KUPVA bukan bank menggunakan rekening pribadi lebih dari satu, dengan nama identitas nasabah yang dipalsukan.

"Jadi biasanya bandar itu tidak langsung menukar uang lalu membelikan (narkoba), untuk mengelabui, makanya terjadi tindakan pencucian uang. Mereka yang menukarkan, orang lain yang membeli," ujarnya.

Makanya, dilanjutkannya, pemberantasan narkotika tidak hanya fisiknya saja. Tapi juga tindak pidana pencucian uang untuk memotong sumber pendanaan narkotika.

Rokhmad mengungkapkan, modus atau strategi yang biasa dilakukan di antaranya adalah, kerja sama antara penyelenggara transfer dana dan kegiatan usaha penukaran valuta asing (KUPVA) bukan bank yang berizin dengan yang tidak berizin. "Penyelenggara transfer dana dan KUPVA bukan bank yang tidak berizin dijadikan sebagai perantara transaksi keuangan dari bandar narkotika," tuturnya.

Di samping itu, pelaku pencucian uang juga menggunakan perusahaan ilegal sebagai sarana untuk melakukan tindakan kejahatan. KUPVA non izin, yang sumber uangnya dari bandar narkotika, mengirim uang ke luar negeri dengan memalsukan dukumen importansi.  

Selain itu, ada juga dengan modus memalsukan invoice, dan kemudian dicairkan ke bank. "Nah ini bank lalai, BI juga harus awasi ini," katanya.

"Lalu uangnya ditransfer ke luar negeri. Pengiriman melalui perusahaan importasi. Kami telusuri dana ini, dibagi ke-11 negara yang nilainya mencapai Rp3,6 triliun," ujarnya.

Kepala Bagian Humas BNN, Kombes Pol Slamet Pribadi, menegaskan pihaknya akan mengambil langkah-langkah penyelidikan terhadap transaksi ilegal keuangan terkait narkoba. BNN akan berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan, perbankan, dan sebagainya.

"Karena memang di antara kegiatan-kegiatan ilegal narkotika itu. Dibalik itu ada uang haram yang diperoleh dari bisnis haram ini," ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Selasa 31 Januari 2017.

Selain itu pihaknya juga akan menelusuri indikasi transaksi yang mencurigakan dengan latar belakang diskotik, yang biasanya rawan terdapat pencucian uang.

Slamet mengatakan pihaknya sering sekali melakukan pemeriksaan ke beberapa money changer yang cukup besar. Beberapa di antaranya, yaitu money changer di  Kota Medan, Sumatera Utara.

Saat ini, menurut Slamet, Sindikat Malaysia-Indonesia dan Tiongkok-Indonesia menjadi sindikat yang sering terlibat dalam pencucian uang hasil narkoba melalui money changer. Hal ini memerlukan penyelidikan lebih lanjut yang dilakukan oleh BNN "Ini masih berdasarkan analisis keuangan saja," ujarnya.

"Kita sering memeriksa ke beberapa money changer, dan kita kita menyita beberapa aset. Selain itu kita juga memblokir beberapa rekening," ujarnya.

Mengerikan! 612 Money Changer Tak Punya Izin | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Axa

PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Axa

Bank Indonesia (BI) meminta 612 kegiatan usaha penukaran valas (kupva) atau money changer ilegal segera mengajukan izin operasional atau aparat penegak hukum akan menutup secara paksa.

"Paling lambat hingga 7 April 2017. Jika tidak ajukan izin juga, BI merekomendasikan penghentian izin, dan pencabutan izin usaha ke otoritas terkait," kata Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran BI Eni V Panggabean di Jakarta.

Saat ini menurut pemetaan BI terdapat 612 kupva tidak berizin yang mayoritas berada di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek). Adapun di wilayah lain yakni persentase kupva tidak berizin di Bali mencapai 13%, Kepulauan Riau 14%, Serang sebanyak 6%, Sumatera Utara 5%, dan beberapa provinsi lainnya 24%. Sedangkan kupva yang berizin terdapat 1.064 unit usaha.

Eni baru saja mendapat laporan dari Badan Narkotika Nasional bahwa terdapat enam kupva yang telah ditindak karena terindikasi menjadi penampungan dana bisnis narkoba dan satu kupva yang sedang dalam pemantauan. Dari total tujuh kupva tersebut, lima kupva tidak berizin, sementara dua lainnya berizin. Untuk kupva berizin, BI mendapat laporan kegiatan dan bisnis kupva tersebut setiap bulan.

Eni mengatakan, BI akan menyeleksi pemberian izin kepada kupva sesuai ketentuan di Peraturan BI Nomor. 18/20/PBI/2016 dan Surat Edaran Nomor 18/42/- DKSP. Dia juga menjamin akan menyeleksi rekam jejak dari kupva yang mengajukan izin terkait kemungkinan pernah tersangkut tindak pidana atau tidak. 

"Yang tidak berizin ini yang tidak tertib dan itu bisa dipakai untuk kejahatan. Kami akan seleksi. Di PBI sudah ada ketentuannya termasuk juga untuk aspek 'know your customer'," papar dia.

Sementara yang tidak berizin, kupva tersebut beroperasi secara ilegal dan tidak di bawah pengawasan BI. "Total 621 kupva tidak berizin itu hasil pemetaan kami, termasuk melalui intelijen juga," ujar dia.

"Kupva juga dilarang melakukan kegiatan di luar kegiatan yang telah diatur oleh BI seperti 'margin trading', 'spot', 'forward'," tuturnya.

Eni menjelaskan, kupva yang mengajukan izin ke BI harus berbadan hukum perseroan terbatas (PT). Sedangkan kegiatan operasionalnya dilarang menggunakan rekening bank selain atas nama kupva.

Hal ini seiring muncul kejadian yang memang kerap ditemukan di lapangan terkait pencucian uang pada kasus ini. “Kami dari Bareskrim dukung BI beberapa waktu lalu banyak modus-modus operandi penipuan dan pencucian uang. Kesempatan selama enam bulan ini kita lakukan dengan pengumpulan informasi. Jika April masih ada yang tidak berizin, perlu kita tertibkan,” ucap dia.

Pemilik kupva berizin juga tidak boleh memiliki kupva yang tidak berizin atau ilegal, dan memanfaatkan kupva untuk kepentingan pribadi. Kanit Tindak Pidana Khusus Polri Binsan Simorangkir mengatakan, Bareskrim Polri siap bekerja sama dengan BI terkait penertiban kupva tak berizin atau penjual valas ilegal.

BI Harus Lebih Efektif Awasi Money Changer Ilegal | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Axa

PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Axa

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto mengatakan, sebenarnya telah ada aturan mengenai kegiatan dan operasional KUPVA ini. Namun sayangnya belum ada monitoring yang ketat terhadap kegiatan KUPVA bukan bank ini.

Bank Indonesia (BI) dan pemerintah diminta bertindak tegas terhadap kegiatan usaha penukaran valuta asing (KUPVA) bukan bank atau money changer yang tidak memiliki izin. Hal tersebut menyusul temuan BI terhadap 612 KUPVA yang tidak berizin alias ilegal.

‎"Dari aturan sudah ketat. Monitoring bagaimana dilakukan? Selama ini sifatnya kan sampling. Kalau modelnya seperti itu kan bisa dilakukan tindakan ilegal. Harus ada pengawasan yang lebih efektif," ujar dia di Kantor INDEF, Jakarta, Selasa (31/1/2017).

Selain itu, lanjut Eko, sebenarnya pertumbuhan KUPVA juga bisa dipetakan berdasarkan lokasi. Biasanya banyak KUPVA muncul di daerah-daerah pariwisata yang banyak didatangi oleh wisatawasan mancanegara. Maka BI dan pemerintah bisa meningkatkan pengawasan di daerah tersebut.

"Pertumbuhan KUPVA bisa dilihat. Paling di Bali, Jakarta. Satu kota paling ratusan. Wisatawan, hubungan dagang ada kaitannya dengan pertumbuhan KUPVA. Jadi memungkin pengawasan insentif. Dan kerja sama dengan penegak hukum. Jadi benar-benar pelayanannya pas," tandas dia.

Dia mengatakan, biasanya KUPVA yang resmi akan masuk ke dalam asosiasi. BI dan pemerintah bisa mengandalkan ‎asosiasi untuk turut melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap KUPVA ilegal.

‎"Ada asosiasi KUPVA dan sebagian harus diawasi dari asosiasi itu.Tidak banyak KUPVA sebenarnya kalau pengawasannya optimal. Kasus-kasus di KUPVA kan juga lumayan," kata dia.