Terbaru

Tahun Depan, BI Berlakukan GWM Averaging Parsial

Guna menstabilkan kondisi likuiditas perbankan tahun depan | PT Rifan Financindo Berjangka Pusat

PT Rifan Financindo Berjangka Pusat


GWM Averaging Parsial merupakan relaksasi dari kebijakan GWM primer BI yang saat ini dipatok sebesar 6,5 persen. Pada tahap awal, perbankan diwajibkan menempatkan likuiditas rata-rata 1,5 persen dalam periode waktu dua minggu.

 Bank Indonesia (BI) akan menerapkan kebijakan Giro Wajib Minimum (GWM) rata-rata (averaging) pada semester II tahun depan. Namun, penerapan kebijakan tersebut akan dilakukan secara parsial dan bertahap melalui sistem GWM Averaging Parsial. 

"Dari 6,5 persen tidak seluruhnya 6,5 persen itu yang dikasih average. Misalnya, kami mulai dari 1,5 persen dulu, nanti kalau banknya sudah semakin paham tahun-tahun ke depan pelan-pelan akan dibesarkan menjadi 3 persen hingga sepenuhnya 6,5 persen," ujar Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara dalam acara seminar ekonomi Arah Kebijakan Bank Indonesia 2017, Kamis (1/12).

"Jadi, pada hari bank merasa likuiditasnya ketat, dia taruh di BI-nya rendah. Di hari pada saat bank merasa likuiditasnya berlebih, bank akan taruh lebih besar di BI. Pokoknya secara rata-rata dua minggu harus 6,5 persen," terangnya. 

Kebijakan moneter tersebut merupakan terobosan yang diambil BI untuk menstabilkan kondisi likuiditas perbankan tahun depan. Pengelolaan GWM averaging dalam periode dua minggu memungkinkan bank bisa menempatkan GWM-nya di BI naik turun asalkan secara rata-rata bisa mencapai 6,5 persen.

Mirza mengatakan, fleksibilitas tersebut diberikan kepada perbankan dalam rangka mengendalikan likuiditasnya, di samping mengendalikan jumlah uang beredar melalui instrumen GWM. 

Dengan demikian, perubahan sistem kewajiban GWM tersebut harus terus menerus disosialiasikan kepada seluruh pelaku industri perbankan. 

Dari segi perbankan, GWM mencerminkan likuditias. Kalau bank sentral mengambil keputusan untuk meningkatkan kewajiban GWM, maka likuiditas di perbankan bisa menjadi lebih ketat.

BI akan Beri Bank Fleksibilitas Kelola Likuiditas | PT Rifan Financindo Berjangka Pusat

PT Rifan Financindo Berjangka Pusat


Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Mirza Adityaswara mengatakan, pemberlakuan GWM Averaging merupakan langkah BI untuk memberikan fleksibilitas bagi lembaga perbankan terkait kewajiban penempatan dana GWM di bank sentral.

Giro Wajib Minimum (GWM) primer merupakan salah satu instrumen moneter dalam pengelolaan likuiditas. Saat ini GWM Primer ditetapkan sebesar 6,5 persen, sehingga setiap hari perbankan diharuskan menempatkan dana di bank sentral sebesar 6,5 persen dari total Dana Pihak Ketiga (DPK) masing-masing bank. "Kebijakan ini dilakukan Bank Indonesia sebagai langkah mengendalikan uang beredar," ujar Mirza.
Guna memberikan fleksibilitas pada perbankan dalam mengelola likuiditas, Bank Indonesia (BI) akan memberlakukan kebijakan Giro Wajib Minimum (GWM) Averaging pada 2017. Untuk tahap awal, kebijakan ini akan diberlakukan secara bertahap atau parsial.

"GWM Averaging ini untuk memberikan fleksibilitas bagi bank dan di satu sisi BI akan tetap bisa mengendalikan uang beredar," kata Mirza dalam diskusi "Arah Kebijakan Bank Indonesia 2017" di Jakarta, Kamis (1/12).

Melalui kebijakan GWM Averaging, selama kurun dua pekan rata-rata GWM yang ditempatkan di BI harus sebesar 6,5 persen. Kendati begitu, dalam tahap awal, GWM Averaging ini akan diterapkan secara parsial, yakni dengan menerapkan rata-rata GWM selama dua pekan sebesar 1,5 persen.

Dengan ketentuan parsial ini, nantinya masing-masing bank akan diharuskan menjaga nilai GWM yang disetor sebesar 6,5 persen dalam dua pekan. Mirza mengatakan, kebijakan GWM yang baru ini akan dilakukan secara bertahap yakni dimulai pada pertengahan tahun depan. "Nanti kami sosialisasi terlebih dahulu," ujar Mirza. 

"Ketentuan sekarang kan 6,5 persen. Parsial misalnya bisa tahap awal 1,5 persen yang dibuat rata-rata, sedangkan 5 persennya masih sistem konvensional, yaitu per hari disetor sebesar 5 persen dari DPK," jelasnya.

Giro Wajib Minimum Averaging Diterapkan Bertahap | PT Rifan Financindo Berjangka Pusat

PT Rifan Financindo Berjangka Pusat


Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengemukakan dengan batas GWM primer konvensional yang saat ini sebesar 6,5%, maka perbankan wajib menempatkan dana di BI sebesar 6,5% dari total Dana Pihak Ketiga (DPK) setiap hari secara terus menerus.

Mirza menyatakan, BI akan menyosialisasikan kebijakan tersebut terlebih dahulu kepada pihak-pihak yang terkait, terutama pelaku pasar. Pada tahap awal, penerapan GWM tidak akan diterapkan secara penuh alias parsial. 

Bank Indonesia (BI) memastikan akan mengubah skema batas Giro Wajib Minimum (GWM) primer konvensional menjadi GWM averaging mulai semester II 2017. Namun, kebijakan moneter tersebut akan diterapkan secara parsial dan bertahap hingga beberapa tahun ke depan. 

"GMW Averaging adalah dalam periode misalnya dua minggu, bank bisa menempatkan GMW di BI bisa naik turun asalkan secara rata-rata 6,5%," ujarnya, dalam seminar bertema "Arah Kebijakan BI Pada 2017," ujarnya di Hotel Kempinski, Jakarta, Kamis (1/12/2016).

"Misalnya yang diberlakukan GMW Averaging itu 1,5% dulu. 5%-nya tetap memakai GWM konvensional hingga kemudian diterapkan secara penuh," katanya.

Mirza menjelaskan, perubahan skema ini bertujuan memberikan fleksibilitas kepada perbankan untuk mengelola likuiditasnya. Meski demikian, BI tetap memiliki kontrol untuk mengendalikan jumlah uang beredar di masyarakat sehingga inflasi inti bisa tetap terjaga.

GWM merupakan instrumen moneter yang penting bagi perbankan. Mirza menyebut, perubahan skema itu sejalan dengan perubahan posisi kebijakan bank sentral yang tidak lagi ketat. Pasalnya, kenaikan GWM dari 5% hingga 8% yang terjadi mulai 2013 mengikuti kenaikan suku bunga kebijakan demi mengantisipasi keluarnya modal asing pasca berhentinya kebijakan quantitative easing oleh bank sentral AS, The Fed.

Mirza berharap, pelonggaran tersebut mendorong laju pertumbuhan kredit tahun 2017 sebesar 10-12%. Dia menyebut, perbankan yang dalam tiga tahun terakhir ini fokus merestrukturisasi kredit, kini telah siap melakukan ekspansi kredit. Hal ini, kata Mirza, juga ditopang oleh kesiapan sektor swasta untuk  melakukan ekspansi bisnis. 

Corporate Secretary Bank Negara Indonesia (BNI) Ryan Kiryanto menyambut baik langkah otoritas moneter menerapkan GMW Averanging. Namun, dia menilai, lambatnya penyaluran kredit perbankan yang sejauh ini baru tumbuh 6,5% lebih banyak disebabkan lambatnya roda perekonomian daripada likuiditas yang ketat.

"Itulah mengapa kita targetkan pertumbuhan ekonomi dalam kisaran 5-5,4%. Itu wajar, reasonable, dan masuk akal," imbuh Mirza.

Kondisi tersebut juga terkonfirmasi dengan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) nasional yang tetap tumbuh di kisaran 5% meskipun penyaluran kredit melambat. Padahal, ada hipotesa yang menyatakan bahwa tiap 1% pertumbuhan PDB membutuhkan 4% pertumbuhan kredit. 

Meski demikian, Ryan berpendapat, rendahnya laju pertumbuhan kredit juga disebabkan karena sektor perbankan bukan lagi satu-satunya faktor yang berperan sangat dominan dalam pembiayaan. Dia menyebut, ada faktor lain di luar perbankan, yakni pasar modal dan pembiayaan secara swadaya (self-financing) ikut mengikis peran perbankan.