Penurunan cadangan devisa ini bersifat sementara | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Medan
“ Ini lebih rendah dibandingkan dengan posisi akhir Oktober 2016 yang sebesar US$115,5 miliar (Rp1.533,84 triliun),” kata Direktur Departemen Komunikasi BI, Arbonas Hutabarat, dilansir dari laman Bank Indonesia, Kamis 8 Desember 2016.
Bank Indonesia (BI) melaporkan cadangan devisa Indonesia pada akhir November 2016 turun US$ 4 miliar, atau sekitar Rp 53 triliun. Akhir bulan lalu, tabungan Indonesia ini berada di posisi US$111,5 miliar (Rp1.480,72 triliun).
BI memperkirakan penurunan cadangan devisa ini bersifat sementara. Hal ini didukung oleh optimism terhadap perekonomian domestik yang tetap positif, kinerja ekspor yang membaik, dan perkembangan kondisi pasar keuangan yang kembali kondusif.
Arbonas mengatakan penurunan cadangan devisa pada November 2016 ini disebabkan oleh kebutuhan devisa untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah dan stabilitasi nilai tukar rupiah.
“ BI akan terus menjaga kecukupan cadangan devisa guna mendukungnya terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan,” kata dia.
Dengan cadangan devisa ini Indonesia masih mampu membiayai kegiatan impor selama 8,5 bulan. Sementara untuk aktivitas impor dan pembayaran utang pemerintah, mampu bertahan selama 8,1 bulan.
BANK INDONESIA: Penurunan Cadev Hanya Sementara | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Medan
Cadangan devisa masih bisa meningkat hingga akhir tahun kendati pada akhir November 2016 tergerus US$3,5 miliar akibat aksi operasi moneter bank sentral untuk menstabilkan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dolar Amerika Serikat.
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan bank sentral akan terus melakukan stabilisasi dengan menyerap dana masuk dan memakai cadangan devisa ketika nilai tukar bergejolak. Seperti diketahui, Trump Effect membuat rupiah melemah bahkan hingga ke level Rp13.800 per US$1.
Dalam laporannya, BI menyatakan penurunan cadangan devisa pada November 2016 disebabkan oleh kebutuhan devisa untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah dan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya.
Dia menyebutkan efek terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat, yield Surat Berharga Negara (SBN) sempat menyentuh 8,2% tapi hingga saat ini menjadi 7,6%. Dia memperkirakan hingga akhir tahun kondisi cadangan devisa akan kembali normal.
"Cadangan devisa bagus, kalau ada sedikit penurunan ya akan kita lakukan stabilisasi," katanya seusai menghadiri Acara Bisnis Indonesia Economic Outlook 2017, di Jakarta, Rabu (7/12/2016).
"Sampai akhir tahun enggak apa-apa, kan kondisinya sudah balik normal," ucapnya.
Posisi cadangan devisa per akhir November 2016 dinilai cukup untuk membiayai 8,5 bulan impor atau 8,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor
Juniman, Kepala Ekonom PT Maybank Indonesia Tbk., berpendapat repatriasi dana dari amnesti yang belum masuk sekitar Rp100 triliun, di sisi lain ada peluang pemerintah melakukan prefunding, ditambah lagi neraca perdagangan yang surplus sampai akhir tahun.
"Yang buat rupiah menguat tentu berkaitan dengan adanya inflow asing ke pasar modal, terutama di bond market. Sejak awal Desember sampai sekarang ada inflow Rp5 triliun ke bond market," katanya.
Dia memperkirakan dengan kondisi itu cadangan devisa berpeluang kembali ke level US$115 miliar-US$117 miliar. Rupiah yang cenderung menguat juga membuat bank sentral tidak perlu intervensi lagi.
Ekonom Senior Kenta Institute Eric Sugandi menuturkan potensi naiknya cadangan devisa akibat repatriasi dana namun peningkatan cadangan devisa hanya dalam jumlah yang sedikit.
Di samping itu, diperlukan kewaspadaan terhadap risiko capital outflow akibat kemungkinan meningkatnya Fed Fund Rate pada bulan ini. "Cadangan devisa bisa naik jika ada inflows dari repatriasi yang cukup tax amnesty, tapi kalaupun naik mungkin cuma sedikit," ujarnya.
Ekonom PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Akbar Suwardi memperkirakan penurunan cadangan devisa hanya sementara didukung oleh optimisme terhadap perekonomian domestik akibat mulai membaiknya harga-harga komoditas ekspor utama.
Selain itu, dana repatriasi dari amnesti pajak yang dijanjikan masuk hingga akhir tahun akan menambah cadangan devisa dan menguatkan nilai tukar rupiah. "Peningkatan harga komoditas ekspor utama Indonesia yang nantinya dapat memperbaiki nilai ekspor," ujarnya.
Dolar Perkasa, Cadangan Devisa Rontok US$3,5 Miliar | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Medan
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengungkapkan, tergerusnya cadangan devisa bulan lalu akibat upaya stabilisasi nilai tukar rupiah yang sempat tertekan. Sebagai pengingat, pasca kemenangan Donald J Trump dalam Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) pada 8 November lalu, nilai tukar rupiah terperosok hingga menyentuh level Rp13.800 per dolar AS.
Bank Indonesia (BI) mencatat posisi cadangan devisa nasional hingga akhir November 2016 sebesar US$111,5 miliar. Angka ini merosot US$3,5 miliar dibandingkan dengan posisi bulan sebelumnya, yaitu US$115 miliar.
Arbonas Hutabarat, Direktur Departemen Komunikasi BI menerangkan, penurunan cadangan devisa juga dikarenakan kebutuhan devisa untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah.
"Ya, kan kami lakukan stabilisasi untuk negeri ini. Pada saat inflows (modal masuk) banyak kita serap. Pada waktu goyang, kita pakai," ujarnya saat ditemui di Hotel JW Marriot, Rabu (7/11).
BI menilai cadangan devisa tersebut tetap mampu mendukung ketahanan sektor eksternal dan menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan.
"Meskipun menurun, posisi cadangan devisa hingga akhir November 2016 tersebut cukup untuk membiayai 8,5 bulan impor atau 8,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor," tutur Arbonas melalui keterangan tertulis.
"BI akan terus menjaga kecukupan cadangan devisa guna mendukung terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," imbuh Arbonas.
BI memperkirakan bahwa penurunan cadangan devisa bersifat temporer, terutama didukung oleh optimisme terhadap perekonomian domestik yang tetap positif, kinerja ekspor yang membaik, serta perkembangan kondisi pasar keuangan global yang kembali kondusif.