Terbaru

Bidik Wilayah Indonesia Timur, Industri Ritel Kembangkan Pusat Distribusi

Potensi industri ritel di wilayah Indonesia timur cukup menjanjikan | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Surabaya

PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Surabaya


Ketua Umum Aprindo Roy N Mandey mengatakan, guna melakukan ekspansi di wilayah Indonesia timur, pelaku ritel perlu membangun pusat distribusi (distribution center). Hal ini guna memudahkan pelaku ritel dalam mengirimkan produk ke wilayah Indonesia timur.

Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menyatakan, potensi industri ritel di wilayah Indonesia timur cukup menjanjikan. Hingga saat ini potensi tersebut belum tergarap maksimal oleh pelaku usaha ritel nasional.

"Kami akan coba kembangkan distribution center. Ketika itu ada di Indonesia timur, akan lebih mudah ritel untuk melakukan ekspansi. Saat ini sudah mulai bangun distribution center di Indonesia timur," ujar Roy dalam konferensi pers Aprindo di Jakarta, Rabu (28/12/2016).

"Distribution center ada beberapa anggota bangun untuk wilayah timur. Bangunnya di Surabaya, ada juga yang di Sulawesi. Jadi tergantung anggota kami," imbuh dia. 

Roy mengatakan, saat ini sudah ada beberapa pelaku usaha ritel sudah mencoba mengembangkan pusat distribusi di Indonesia timur.

Roy mengungkapkan, pola berbelanja masyarakat Indonesia timur memiliki karakteristik yang berbeda.

"Tren dan lifestyle di Indonesia timur adalah mereka tidak berbelanja setiap hari, tetapi ketika mereka panen, mendapatkan jerih payah mereka belanja sangat signifikan," ungkapnya.

Sementara, pada saat ini kontribusi  penjualan produk ritel di Indonesia timur terhadap penjualan secara nasional menyumbang sekitar 25 hingga 30 persen.

"Dengan harapan 2017 kita bisa meningkatkan Indonesia Timur. Ketika itu (pusat distribusi) ada di Indonesia Timur, akan lebih mudah ritel untuk lakukan ekspansi," jelasnya.

Industri Ritel 2016 Tumbuh 10% | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Surabaya

PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Surabaya


”Desember ini terjadi lonjakan yang signifikan. Kita harap (pertumbuhan) bisa sampai 10% saat kita tutup 31 Desember,” ujar Ketua Umum Aprindo Roy N Mandey di Jakarta, kemarin. Roy menuturkan, penjualan produk ritel saat Ramadan dan Natal biasanya memang mengalami lonjakan cukup signifikan. Menurutnya, kontribusi saat Ramadan, dari satu tahun penjualan ritel bisa mencapai 55-60%. 

Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) memproyeksikan pertumbuhan industri ritel sepanjang tahun 2016 mencapai 10%. Proyeksi tersebut lebih baik dari realisasi pertumbuhan pada tahun 2015 sebesar 8%.

Selanjutnya, implementasi paket kebijakan ekonomi yang telah digulirkan pemerintah telah mencapai 80%. Dampak deregulasi tersebut menurutnya sudah mulai dirasakan para pelaku usaha industri ritel. Roy berharap, di tahun 2017 industri ritel bisa tumbuh lebih tinggi lagi, mencapai 12%. 

Roy menjelaskan, ada beberapa faktor yang dinilai akan membuat pertumbuhan ritel tahun ini mencapai dua digit. Pertama, tingkat inflasi nasional yang cenderung lebih rendah dari tahun lalu. Menurut dia, inflasi tahun ini bisa ditekan di bawah 4%, bahkan cenderung hanya 3,1-3,2%. Hal ini, imbuh dia, sangat bagus untuk daya beli konsumen. Kedua, harga energi yang di awal tahun cenderung terjangkau. 

”Selain itu, penyerapan anggaran tahun ini lebih baik daripada tahun lalu. APBN bisa diserap dari bulan April. Kemudian deregulasi yang lebih nyata dan konkret. Pertumbuhan industri ritel juga didukung oleh tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia yang telah turun tiga kali pada tahun ini,” paparnya. 

Lebih lanjut, Aprindo menilai kawasan Indonesia bagian timur masih prospektif dan memiliki peluang besar untuk pengembangan industri ritel dalam negeri. Roy mengatakan, kontribusi kawasan Indonesia bagian timur pada 2016 tercatat kurang lebih mencapai 25-30% dari total omzet ritel yang diproyeksikan mencapai Rp199,1 triliun. 

Saat inibeberapa pusat distribusi barang ritel untuk wilayah Indonesia bagian timur adalah di Surabaya, Jawa Timur, dan Sulawesi. Langkah untuk membuka pusat-pusat distribusi baru menurutnya merupakan bagian dari rencana masing-masing pelaku usaha. Pusat distribusi baru itu akan mempersingkat jarak tempuh antara sentra penghasil barang dan juga akan mendukung pembukaan gerai ritel baru dikarenakan suplai barang lebih mudah. 

Roy menjelaskan, di wilayah Indonesia bagian timur, masyarakat yang berbelanja pada industri ritel mengalami lonjakan cukup signifikan khususnya pada saat mereka mendapatkan hasil dari pertanian maupun perkebunan. Salah satu upaya yang dilakukan oleh anggota Aprindo dalam menjangkau wilayah Indonesia bagian timur antara lain adalah dengan membuka pusat distribusibaru. 

Pilot Project Gerai Maritim yang pertama kali diluncurkan pada Juni 2016 tersebut menggunakan kapal KM Gunung Dempo. Rute dari kapal motor tersebut adalah Jakarta-Jayapura yang akan menuju Serui, Kabupaten Kepulauan Yapen, Papua. Tumbuhnya pasar ritel juga mendorong produsen makanan minuman untuk mengembangkan pasarnya di dalam negeri maupun ekspor. 

Dalam upaya untuk menjangkau wilayah Indonesia bagian timur, Aprindo juga telah bekerja sama dengan pemerintah untuk membuka Gerai Maritim. Gerai Maritim merupakan salah satu instrumen pemerintah untuk mengurangi disparitas harga antara wilayah Indonesia bagian barat dan timur. 

Kami juga akan mengeluarkan produk baru untuk produk minuman yang diharapkan bisa diterima masyarakat,” tutur beberapa waktu lalu. Di sektor makanan dan minuman GarudaFood menargetkan pertumbuhan sebesar 15% pada tahun depan.

Hal ini diakui oleh CEO GarudaFood Group Hardianto Atmadja. GarudaFood akan fokus pasar ekspor masih di negara Asia dengan mengembangkan pasar ke negara Jepang dan Korea Selatan. ”Kita ada ekspor ke Eropa, Amerika, tapi fokus kami tidak ke sana. 

Aprindo Optimistis Omzet Industri Ritel 2016 Capai Rp200 Triliun | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Surabaya

PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Surabaya


Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey mengaku hingga November 2016 realisasi omzet yang dibukukan industri ritel sudah tumbuh delapan persen dibanding realisasi omzet sepanjang 2015.

Menurutnya, pertumbuhan omzet yang cukup signifikan di 2016 ini akibat didukung beberapa faktor. Pertama, tingkat inflasi nasional yang cenderung membaik di tahun ini telah membuat daya beli konsumen semakin meningkat.

Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) optimistis omzet keseluruhan kinerja ritel di tahun ini menjadi Rp200 triliun. Capaian tersebut tumbuh sekitar 10 persen dibandingkan raihan omzet 2015 sebesar Rp181 triliun.

"Contoh saja, bulan ini ada salah satu anggota kami yang November omzetnya Rp1 triliun kemudian di Desember dia bisa dapat Rp1,6 triliun. Dengan kata lain, untuk capai angka 10 persen kami optimistis lah," ujar Roy dalam konferensi pers di Komplek Rasuna Epicentrum, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (28/12/2016).

Jika inflasi bisa ditekan pada level rendah, maka nilai tukar rupiah pun akan membaik, dan memengaruhi harga produk-produk yang dijual peritel.

Kedua, harga komponen listrik, gas dan bahan bakar minyak (BBM) yang cukup terkendali juga turut mendongkrak pertumbuhan industri ritel tahun ini. Ketiga, pertumbuhan industri ritel juga didukung oleh tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) rate yang telah turun tiga kali pada tahun ini.

"Inflasi kita tahun ini bisa ditekan di bawah empat persen bahkan cenderung 3,1 persen hingga 3,2 persen. Ini sangat menarik dan bagus untuk daya beli konsumen. Karena tahun lalu di angka tujuh persen plus minus satu persen," imbuhnya.

Keempat adalah 14 paket kebijakan ekonomi yang telah dikeluarkan pemerintah sejak akhir tahun lalu. Implementasi paket deregulasi yang disebut sudah mencapai 80 persen mampu mendorong daya saing dan produktivitas industri ritel Tanah Air.

"Faktor BI rate sangat menentukan faktor pinjaman setiap masyarakat Indonesia, dan ada pinjaman baik buat rumah, KPR, atau mobil. Terjadi relaksasi karena BI rate turun sehingga bunga pinjaman yang sebelumnya 10-12 persen, sekarang cenderung ke sembilan persen," papar Roy.

"Karena itu 2016 ini kami optimistis bisa menutup di double digit di 10 persen peningkatan penjualan toko ritel kami. Tahun lalu, dengan tingkat pertumbuhan ekonomi 4,7 persen kita tutup dengan angka delapan persen. Kita harapkan dengan beberapa perubahan tadi, kita bisa menutup di angka 10 persen," tutup Roy.

Kelima, penjualan produk ritel di momen Ramadhan tahun ini juga mengalami lonjakan cukup signifikan. Hal ini karena penyerapan anggaran pendapatan belanja negara (APBN) yang jauh lebih terstruktur dan terjangkau ke seluruh sehingga mampu memutar produktifitas masyarakat.