Perusahaan sekuritas yang mengikuti program amnesti pajak hanya 60 perusahaan | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Solo
Di depan ratusan bos sekuritas dan perusahaan yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pagi ini, bahkan Sri Mulyani melarang mereka yang belum mendaftarkan perusahaannya sebagai peserta amnesti pajak untuk menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengingatkan pelaku industri pasar modal untuk menebus dosa perpajakannya dengan memanfaatkan program amnesti pajak. Pasalnya sampai periode II amnesti pajak bergulir, masih sedikit emiten dan sekuritas yang ikut dalam program tersebut.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia mencatat, sampai saat ini jumlah perusahaan sekuritas yang mengikuti program amnesti pajak hanya 60 perusahaan.
“Saya katakan kalau tidak ikut amnesti pajak, maka Anda tidak berhak menyanyikan lagu Indonesia Raya. Saya tunggu bulan ini ya," ucap Sri Mulyani, Rabu (23/11).
Tak main-main, Sri Mulyani pun mengancam tak akan kembali bertandang ke BEI sebelum semua wajib pajak (WP) badan yang terdaftar sebagai anggota BEI melaksanakan kewajibannya. Sri Mulyani menegaskan jika dirinya tahu betul siapa saja yang belum melaksanakan kewajibannya, baik nama maupun alamat lengkap perusahaan tersebut.
Angka tersebut bahkan belum menyentuh setengah dari jumlah perusahaan sekuritas yang ada yakni, 139 perusahaan. Tak hanya itu, jumlah emiten yang mengikuti program amnesti pajak pun hanya 131, sedangkan jumlah emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) sebanyak 537.
"Saya tunggu bulan ini sampai Anda liburan. Saya tidak akan datang ke BEI lagi sebelum semuanya melakukan program amnesti pajak. Janji ya. Saya tau berdasarkan namanya dan alamatnya. Intinya, saya tahu namanya, saya tahu perusahaannya dan saya tahu alamatnya," tegas Sri Mulyani.
Di sisi lain, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 70 terkait pelayanan akuntansi mengenai amnesti pajak baru saja dikeluarkan setelah periode pertama amnesti pajak berakhir. Dengan demikian, Tito optimis banyak emiten yang akan daftar dalam program amnesti pajak pada akhir tahun ini.
Secara terpisah, Direktur Utama BEI Tito Sulistio mengaku senang dengan ketegasan Sri Mulyani terhadap WP badan di pasar modal yang belum mengikuti program amnesti pajak. Namun, ia memastikan jika sebagian besar emiten di BEI sudah memenuhi kewajibannya, terlebih lagi bagi emiten yang pemegang sahamnya banyak dimiliki oleh asing.
"Saya percaya pada akhir tahun ini dari emiten dan perusahaan sekuritas pasti akan datang ke pajak," tandas Tito.
"Saya percaya bahwa emiten bursa memang sudah memenuhi sebagian besar, saya percaya itu, apalagi perusahaan yang saham-sahamnya dibeli asing. Saya percaya sudah memenuhi sebagian besar. Tapi imbauan dari Bu Sri Mulyani saya senang sekali," ungkap Tito.
Dirut BEI Klaim Sebagian Besar Emiten Sudah Taat Pajak | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Solo
Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio mengungkapkan perusahaan tercatat atau emiten sebagian besar sudah taat dalam hal pembayaran pajak, karena setiap harinya dikontrol oleh regulator pasar modal.
Menurut Tito, imbauan Menteri Keuangan Sri Mulyani agar seluruh pelaku industri pasar modal mengikuti program pengampunan pajak merupakan sebagai bentuk mengingatkan wajib pajak agar tidak ada kesalahan dalam pembayaran pajak.
"Yang besar-besar itu rata-rata sudah benar, jadi mungkin emiten tidak 100 persen (ikut pengampunan pajak karena sudah benar," tutur Tito di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (23/11/2016).
Sementara mengenai jajaran direksi emiten yang belum ikut pengampunan pajak, Tito tidak dapat berkomentar banyak karena pembayaran pajak merupakan hubungan antara warga negara dengan pemerintah.
"Imbauan Bu Ani (Sri Mulyani) saya senang, mungkin ada yang lupa. Tapi saya percaya sebagian besar emiten di bursa sudah ikut," tutur Tito.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyindir masih banyak pelaku industri pasar modal belum mengikuti program pengampunan pajak atau tax amnesty.
"Saya tidak bisa komentar, saya rasa akan masuk (nantinya) karena masih ada waktu juga," tuturnya.
Hal itu disampaikan Ani sapaan Sri Mulyani saat menjadi pembicara dalam acara Indonesia Economic Outlook 2017 di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (23/11/2017).
"Yang belum ikut, tolong ikut, masa sih enggak ikut tax amnesty, kalau tidak ikut maka Anda tidak berhak nyanyi lagi Indonesia Raya, jadi saya tunggu di bulan ini," tutur Ani.
Ani menjelaskan, hingga 31 Oktober 2016 jumlah wajib pajak perusahaan sekuritas sebanyak 139 tapi yang baru ikut pengampunan pajak sebanyak 60 sekuritas dan jumlah perusahaan tercatat di BEI baru 131 emiten dari total 537 emiten.
Presiden: Pemberantasan Korupsi Jangan Hanya Simbolis | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Solo
Hal itu disampaikan Presiden saat memimpin Rapat Terbatas mengenai aksi pencegahan dan pemberantasan korupsi yang dilaksanakan di Kantor Presiden, Selasa (22/11). “Jangkauan pemberantasan korupsi harus mulai dari hulu sampai ke hilir. Dari pencegahan sampai dengan penindakan hukum yang tegas,” tegasnya.
Presiden Joko Widodo menginstruksikan kepada seluruh jajarannya agar selalu berkomitmen dalam aksi pencegahan dan pemberantasan korupsi. Aksi nyata diperlukan, tidak hanya berhenti pada tumpukan dokumen dan aksi simbolis dan seremonial semata.
Aksi pencegahan menurut Presiden, harus diprioritaskan pada sektor perizinan dan sektor pelayanan publik yang berkaitan langsung dengan masyarakat. Selain itu, perhatian khusus juga harus ditingkatkan pada transparansi dalam penyaluran dan penggunaan dana hibah dan bantuan sosial, juga dalam pengadaan barang dan jasa yang rawan akan tindakan koruptif.
Upaya reformasi hukum yang saat ini tengah berjalan, yaitu aksi pemberantasan pungutan liar yang dilakukan oleh Tim Saber Pungli (Sapu Bersih Pungutan Liar), diakui Presiden telah cukup berhasil dengan tertangkapnya beberapa aparat birokrasi dan BUMN yang melakukan pungutan liar. “Pengaduan masyarakat sudah cukup banyak, ini akan terus kita gencarkan lagi. Kita tidak akan berhenti pada pemberantasan pungli saja,” ujar Presiden.
Terkait dengan reformasi birokrasi, Presiden juga meminta untuk dilakukan langkah-langkah deregulasi, perbaikan mekanisme dan penyederhanaan prosedur birokrasi. Hal tersebut dapat dilakukan lebih optimal salah satunya adalah dengan pemanfaatan teknologi informasi (IT).
“Saya juga minta dilakukan pembenahan besar-besaran dalam tata kelola pajak dan penerimaan negara, terutama di pengelolaan sumber daya alam dan pangan,” ucap Jokowi.
Dalam hal penindakan hukum, Presiden menegaskan akan mendukung dan memperkuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selain itu, reformasi internal di lingkungan institusi Kejaksaan dan Kepolisian juga harus terus berjalan untuk menghasilkan penegakan hukum yang profesional.
“Tapi, harus juga diimbangi dengan bekerjanya pengawasan yang efektif. Baik yang dilakukan oleh pengawas internal masing-masing Kementerian/Lembaga maupun dengan cara mengundang partisipasi publik melalui penerapan keterbukaan informasi,” imbuh Presiden.
“Saya memberikan penekanan pada keharusan untuk mendukung dan memperkuat Komisi Pemberantasan Korupsi, baik dari sisi kelembagaan maupun kemandirian,” tegas Presiden.
Hadir dalam Rapat Terbatas tersebut antara lain Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan.
Presiden Jokowi juga memerintahkan kepada seluruh instansi penegak hukum untuk senantiasa bersinergi dan meningkatkan transparansi penanganan perkara-perkara korupsi agar bisa diketahui oleh masyarakat. “Agar pemberantasan korupsi bisa berjalan efektif, tidak jalan sendiri-sendiri, Kepolisian dan Kejaksaan Agung harus memperkuat sinergi dengan KPK,” tegasnya.
Selain itu, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Asman Abnur, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, Jaksa Agung M Prasetyo dan Wakapolri Komjen Syafruddin.