Menteri Susi Ancam Bank yang Tolak Beri Modal ke Nelayan | PT Rifan Financindo Berjangka
"Perbankan juga membuka untuk restrukturisasi utang, dan modal baru untuk ganti alat tangkap. Kalau perbankan nggak ngasih saya laporin Presiden karena sudah tugas dari Presiden," kata dia dalam Seminar Nasional Kemaritiman di Hotel Mulia Senayan, Jakarta, Kamis (1/12/2016).
Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) Susi Pudjiastuti mengancam akan melaporkan bank nasional yang menolak memberikan modal bagi nelayan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dia mengatakan, larangan penggunaaan alat tangkap tak ramah lingkungan bertujuan untuk menjaga keberlanjutan pasokan ikan nasional. "Sumber daya ikan harus ada banyak untuk generasi dan generasi," dia menambahkan.
Pemberian modal terutama kepada nelayan yang ingin mengganti alat tangkapnya menjadi lebih ramah lingkungan.
"Pantai utara itu bawal putih sudah hilang, udang sudah tidak ada. Dulu Semarang kumpul bisa kumpul 100 sampai 200 ton. Sekarang nggak ada karena lumpurnya, pasirnya sudah digaruk cantrang," jelas dia.
Menteri Susi mengatakan, pemakaian alat tangkap tak ramah lingkungan membuat hasil tangkapan ikan menurun. Selain itu, hal tersebut membuat jenis-jenis ikan tertentu menjadi langka. Misalnya, di Pantai Utara kini sudah sulit ditemui ikan jenis bawal putih.
"Kapal-kapal cantrang dari Pantai Utara mereka meminta 2 tahun kelonggaran, dan 2 tahun ini selesai. Mereka harus berganti alat tangkap, bukan tidak boleh tangkap, berganti alat tangkapnya," tandas Susi.
Susi Pudjiastuti menegaskan, penangkapan ikan saat ini hanya boleh menggunakan alat yang tidak merusak lingkungan.
Menteri Susi Benahi Legal-Potensi Ekonomi Pulau Kecil dan Terluar | PT Rifan Financindo Berjangka
"Bangsa kita seharusnya bisa sejahtera dari sumber daya alam yang ada di lautan," kata Susi Pudjiastuti dalam acara seminar nasional kemaritiman di Jakarta, Kamis.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan dirinya bakal membenahi aspek legal dan potensi ekonomi dari pulau-pulau kecil dan terluar di kawasan perairan Republik Indonesia.
Menteri Kelautan dan Perikanan berpendapat bahwa dari sisi legal atau aturan masih ada yang rancu serta tumpang tindih antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Sentra-sentra ini terletak di pulau-pulau terluar yang semuanya daerah (penangkapan, red.) ikan, tetapi tidak punya konektivitas yang bagus," kata Sjarief Widjaja dalam Rapat Dengar Pendapat KKP dengan Komisi IV DPR di Jakarta, Rabu (30/11).
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan menjadikan salah satu prioritas tahun depan adalah menggarap potensi dari pulau-pulau di Indonesia, termasuk dari basis legal dan sumber dayanya.
Pada kesempatan sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Sjarief Widjaja mengemukakan program pembangunan Sentra Kelautan Perikanan Terpadu (SKPT) di berbagai daerah bertujuan mengembangkan jaringan konektivitas.
Pihaknya telah berbicara dengan Kementerian Perhubungan untuk dapat membuka jalur pulau-pulau terluar seperti dari Saumlaki dan Kupang ke Timor Leste dan Darwin (Australia), atau jalur langsung dari Sulawesi Utara ke Palau dan Guam (AS).
Menurut Sjarief, karena tidak ada konektivitas yang memadai, maka kerap ditemukan adanya hasil tangkapan ikan yang terpaksa dibuang atau dikubur secara massal.
"Di sektor kelautan dan perikanan tidak mungkin membangun secara parsial," katanya.
Sjarief berpendapat bahwa cara tersebut merupakan terobosan karena bila ekspor ikan harus ditarik dahulu ke Jakarta sebelum dibawa ke luar negeri, maka biayanya akan jauh lebih mahal.
KKP menyatakan kegiatan konservasi selain untuk melestarikan lingkungan kelautan juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat pulau-pulau kecil seperti yang dilakukan di Sulawesi Selatan.
Dia juga menuturkan kemajuan pembangunan berbagai SKPT seperti di Merauke yang pelabuhannya sudah selesai dan kini bergerak ke hilirnya, serta di Timika yang berdekatan dengan Freeport sehingga pihaknya juga berupaya memasukkan menu ikan ke dalam konsumsi perusahaan multinasional tersebut.
KKP telah lama melaksanakan program "Coremap CTI" (Program Rehabilitasi dan Manajemen Terumbu Karang) yang merupakan salah satu upaya nyata dari Pemerintah Indonesia untuk menjaga kelestarian sumber daya dan kesejahteraan masyarakat pesisir.
Pelestarian terumbu karang dan pembudidayaan sejumlah hewan seperti kuda laut bisa untuk meningkatkan ekonomi warga," kata Kepala Seksi Pendayagunaan dan Pelestarian Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Makassar Kris Handoko dalam acara kunjungan wartawan ke Pulau Badi, Sulsel, Rabu (23/11).
Lokasi program itu mencakup tujuh kabupaten dan kota untuk wilayah timur (Pangkep, Selayar, Raja Ampat, Wakatobi, Biak, Buton, dan Sikka) dan tujuh kabupaten serta kota untuk wilayah barat (Tapteng, Nias Utara, Kepulauan Mentawai, Bibtan, Lingga, Natuna, dan Kota Batam).
Kegiatan Coremap CTI berlangsung selama lima tahun, yang dimulai sejak 2014.
Menteri Susi: Bangsa kita harusnya bisa sejahtera dari SDA lautan | PT Rifan Financindo Berjangka
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti bertekad akan membenahi aspek legal dan potensi ekonomi dari pulau-pulau kecil dan terluar di kawasan perairan Republik Indonesia. Susi akan menggarap potensi dari pulau, termasuk dari basis legal dan sumber dayanya.
Menurut Susi, dari sisi legal atau aturan masih ada yang rancu serta tumpang tindih antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
"Bangsa kita seharusnya bisa sejahtera dari sumber daya alam yang ada di lautan," kata Susi dalam acara seminar nasional kemaritiman di Jakarta, seperti ditulis Antara, Kamis (1/12).
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Sjarief Widjaja mengemukakan program pembangunan Sentra Kelautan Perikanan Terpadu (SKPT) di berbagai daerah bertujuan mengembangkan jaringan konektivitas.
Menurut Sjarief, karena tidak ada konektivitas yang memadai, maka kerap ditemukan adanya hasil tangkapan ikan yang terpaksa dibuang atau dikubur secara massal.
"Sentra-sentra ini terletak di pulau-pulau terluar yang semuanya daerah (penangkapan, red.) ikan, tetapi tidak punya konektivitas yang bagus," kata Sjarief Widjaja.
Sjarief berpendapat bahwa cara tersebut merupakan terobosan karena bila ekspor ikan harus ditarik dahulu ke Jakarta sebelum dibawa ke luar negeri, maka biayanya akan jauh lebih mahal.
Dia juga menuturkan kemajuan pembangunan berbagai SKPT seperti di Merauke yang pelabuhannya sudah selesai dan kini bergerak ke hilirnya, serta di Timika yang berdekatan dengan Freeport sehingga pihaknya juga berupaya memasukkan menu ikan ke dalam konsumsi perusahaan multinasional tersebut.
"Di sektor kelautan dan perikanan tidak mungkin membangun secara parsial," katanya.