Kadin Indonesia Apresiasi Pemerintah Yang Mencanangkan Program Poros Maritim Dunia di Indonesia | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Axa
"Indonesia adalah negara kepulauan terbesar dan garis pantai kedua terpanjang setelah Kanada, karena itu seyogyanya industri perikanan menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia ke depan," kata Rosan Roeslani dalam Rakernas Kadin Indonesia Bidang Kelautan dan Perikanan di Jakarta, Senin (7/11/2016).
Ketum Kadin mengakui hal itu tentu tidak mudah dilakukan tetapi perlu dan tepat pula bila tema Rakernas Kadin kali ini berfokus kepada infrastruktur dan akses pembiayaan.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Perkasa Roeslani menginginkan sektor kelautan dan perikanan menjadi tulang punggung perekonomian di Republik Indonesia.
Rosan mengemukakan, pihaknya mengapresiasi pemerintahan di bawah Presiden Joko Widodo yang telah mencanangkan program poros maritim dunia di dalam Indonesia.
Hal tersebut, lanjutnya, karena berdasarkan data yang ada, kontribusi industri kelautan dan perikanan masih belum besar dalam menyumbangkan terhadap perekonomian Indonesia, sehingga ke depannya harus berkesinambungan dan banyak menciptakan lapangan kerja.
Karena itu, ujar dia, diharapkan Rakornas tersebut bisa memberikan sejumlah rekomendasi yang memang implementasi atau penerapannya bisa dilaksanakan dengan efektif dan efisien di lapangan.
Dia menyatakan keberhasilan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di bawah Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti adalah luar biasa. "Shock therapy seperti itu harus kita lanjutkan. Yang kami tunggu adalah langkah-langkah berikutnya," kata Rosan.
Rosan mengingatkan bahwa pemerintah dalam lima tahun ke depan juga berencana membangun 24 pelabuhan besar serta lebih dari 3.000 kapal bantuan untuk produksi sektor kelautan dan perikanan.
Sebagaimana diwartakan, Presiden Joko Widodo dalam sejumlah kesempatan menyatakan bahwa Indonesia telah lama "memunggungi laut", dan mewujudkannya antara lain dengan melakukan gebrakan terhadap sejumlah program seperti poros maritim dunia.
Misalnya, lembaga Transformasi Kebijakan Publik menginginkan pemerintah dapat mendorong penggunaan dana repatriasi hasil amnesti pajak untuk dikucurkan bagi sektor perikanan sesuai prinsip pemerintahan yang tidak lagi memunggungi laut.
Oleh karena itu, wajar saja bila berbagai pemangku kepentingan sektor kelautan dan perikanan juga berharap agar dana repatriasi yang telah masuk, imbas dari kesuksesan program amnesti pajak, juga layak pula untuk dialokasikan guna mengembangkan sektor tersebut.
"'Tax amnesty' (amnesti pajak) seharusnya bisa digunakan untuk sektor-sektor produktif seperti perikanan," kata Direktur Eksekutif Pusat Transformasi Kebijakan Publik Juni Thamrin.
Juni menyatakan, seharusnya dana repatriasi amnesti pajak tidak digunakan untuk sektor properti yang dinilai saat ini memiliki risiko yang tinggi dengan derasnya pembangunan properti yang dilakukan di berbagai daerah. "Kenapa tidak menukar properti yang 'high risk' dengan sektor perikanan," ucapnya.
Menurut Juni, dana yang dihimpun program amnesti pajak bisa digunakan untuk potensi pendanaan negara bisa menjamin industri perikanan agar tidak kolaps dengan menempatkan dana amnesti pajak sebagai jaminan.
Kadin Dukung Penuh Implementasi Sektor Perikanan | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Axa
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menggelar Rapat Kerja Nasional (Rakernas) di Ballroom Hotel Aryaduta, Senin, (7/11/2016).
Dalam kesempatan tersebut Wakil Ketua Umum (Waketum) Bidang Kadin Bidang Kelautan dan Perikanan Yugi Prayanto mengaku bahwa Kadin mendukung penuh implementasi Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2016, tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional.
Rakernas ini merupakan rakernas yang pertama di masa kepemimpinan Rosan Perkasa Roeslani.
“Termasuk untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan meningkatkan devisa negara,” tutur Yugi, di sela-sela Rapat Kerja Nasional (Rakornas) Kadin Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, (7/11/2016).
Sebab implementasi aturan tersebut sangat penting bagi industrilisasi di sektor perikanan karena berimplikasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat baik nelayan, pembudidaya, pengolah maupun pemasar hasil perikanan.
Menurutnya untuk percepatan industri perikanan nasional, harus memperhatikan infrastruktur dan skema pembiayaannya.
Dalam hal ini kata dia, PT PLN dan PT PGN harus terlibat aktif untuk berinvestasi langsung di daerah tersebut.
“Pembangunan infrastruktur yang kami harapkan adalah sarana jalan, ketersediaan energi gas dan listrik yang memadai sehingga bisa meyakinkan investor tentang keberpihakan pemerintah terhadap investasi baru di daerah tersebut,” katanya.
“Sehingga bisa memastikan ketersediaan gas bagi para investor, dan dapat mengimplementasikan sektor perikanan,” katanya.
Karenanya dia berharap agar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dapat mendorong kalangan perbankan BUMN dan lembaga keuangan, untuk menyalurkan pembiayaan bagi investor.
Inpres tersebut ditujukan kepada 25 (dua puluh lima pejabat), yaitu Menko Polhukam, Menko Kemaritiman, Menko Perekonomian, Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Mendagri, Menlu, Menteri Keuangan, Menhub, Menperin, Mendag, Menteri ESDM, Menteri PUPR, Menteri BUMN, Menristek Dikti, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menkop dan UKM, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, Kepala Bakamla, Kepala BKPM, Kepala BNPP, Kepala BPOM, para gubernur, dan para bupati/walikota.
Selain itu lanjut Yugi, dukungan perbankan juga sangat dibutuhkan untuk memberikan fasilitas pembiayaan pada investor di sektor kelautan dan perikanan.
Sebagai informasi Presiden Joko Widodo pada 22 Agustus 2016 telah menandatangani Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional. Inpres ditandatangani dalam rangka percepatan pembangunan industri perikanan nasional guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat baik nelayan, pembudidaya, pengolah maupun pemasar hasil perikanan, meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan meningkatkan devisa negara.
Langkah-langkah itu adalaha peningkatan produksi perikanan tangkap, budidaya, dan pengolahan hasil perikanan, perbaikan distribusi dan logistik hasil perikanan dan penguatan daya saing, percepatan penataan pengelolaan ruang laut dan pemetaan Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) sesuai dengan daya dukung dan sumber daya ikan dan pengawasan sumber daya perikanan, penyediaan sarana dan prasarana dasar dan pendukung industri perikanan nasional, percepatan peningkatan jumlah dan kompetensi sumber daya manusia, inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi ramah lingkungan bidang perikanan, percepatan pelayanan perizinan di bidang industri perikanan nasional, dan penyusunan rencana aksi percepatan pembangunan industri perikanan nasional.
Kepada para pejabat di atas, Presiden menginstruksikan untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan secara terkoordinasi dan terintegrasi sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing Kementerian/Lembaga untuk melakukan percepatan pembangunan industri perikanan nasional.
Selain itu, Presiden meminta Menteri Kelautan dan Perikanan menyusun roadmap industri perikanan nasional, penetapan lokasi, dan masterplan kawasan industri perikanan nasional sebagai proyek strategis nasional.
Secara khusus Presiden menginstruksikan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan untuk mengevaluasi peraturan perundang-undangan yang menghambat pengembangan perikanan tangkap, budidaya, pengolahan, pemasaran dalam negeri, ekspor hasil perikanan, dan tambak garam nasional.
Kepada Menteri Perindustrian, Presiden Jokowi mengintruksikan untuk mengevaluasi peraturan perundang-undangan yang menghambat pengembangan industri perikanan nasional, percepatan pembangunan industri nonproduk pangan berbahan baku ikan dan rumput laut; dan percepatan pembangunan industri bahan penolong untuk kebutuhan industri perikanan nasional.
Kepada Menteri Perhubungan (Menhub), Presiden menginstruksikan untuk evaluasi peraturan perundang-undangan yang menghambat pengembangan industri perikanan nasional; dan penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung pengembangan industri perikanan; serta peningkatan transportasi bahan baku industri perikanan, baik darat dan laut untuk koneksitas antar pulau-pulau kecil terluar dan terisolasi.
Instruksi Presiden kepada Menteri ESDM adalah penjaminan ketersediaan pasokan energi terutama listrik untuk sistem rantai dingin dan industri pengolahan hasil perikanan, penyediaan energi alternatif, untuk pasokan listrik di daerah-daerah terpencil yang menjadi kawasan pengembangan industri perikanan nasional terutama skala kecil dan menengah, dan penjaminan ketersediaan bahan bakar minyak di sentra perikanan.
Untuk Menteri Perdagangan, Presiden menginstruksikan untuk melakukan peningkatan dan perluasan pasar di luar negeri untuk produk perikanan nasional, pemberian fasilitas dan kemudahan akses bagi pengekspor produk perikanan nasional dan pengimpor, alat dan mesin perikanan, dan bahan penunjang industri pengolahan, dan penyempurnaan regulasi ekspor dan impor yang berkaitan industri perikanan nasional.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) diinstruksikan Presiden untuk membangun sarana dan prasarana pendukung industri perikanan nasional, terutama pelabuhan perikanan, prasarana budidaya, penyediaan air bersih, perumahan nelayan, dan peningkatan aksesibiltas sentra perikanan ke pusat perdagangan setempat.
Menteri Keuangan diinstruksikan Presiden untuk melakukan langkah-langkah untuk menyediakan skema pembiayaan khusus dalam pembangunan industri perikanan nasional, pengenaan pajak ekspor bahan baku mentah, penambahan penyertaan modal negara pada BUMN bidang Perikanan dan BUMN lainnya untuk melaksanakan kegiatan usaha industri perikanan nasional, dan pemberian dukungan terhadap operasional kegiatan industri perikanan nasional yang bersifat rintisan dalam bentuk public service obligation (PSO).
Untuk Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Presiden menginstruksikan untuk meningkatkan kemampuan Badan Usaha Milik Negara bidang perikanan untuk pengembangan kegiatan penangkapan, pembudidayaan, pengolahan, dan pemasaran ikan.
Presiden juga menginstruksikan kepada Mendagri untuk mengoordinasikan para Gubernur dan Bupati/Walikota untuk melakukan dukungan dalam rangka: a. pemetaan lokasi-lokasi industri perikanan nasional di daerah; b. pengadaan lahan industri perikanan nasional di daerah; c. penyediaan dukungan data kepemilikan kapal penangkap dan pengangkut ikan untuk kemudahan evaluasi dan percepatan penerbitan izin penangkapan, pengangkutan, dan pemasokan ikan; dan d. pengawasan terhadap perizinan dan pelaksanaan pembangunan industri perikanan nasional.
Adapun kepada Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Presiden menginstruksikan untuk memberikan percepatan pembentukan dan pembinaan kelembagaan nelayan, pembudidayaan ikan, pengolah dan pemasar hasil perikanan, dan petambak garam nasional, termasuk akses dukungan permodalan.
Sedangkan kepada Panglima Tentara Nasional Indonesia, Kapolri, Jaksa Agung dan Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla), Presiden menginstruksikan untuk memberikan dukungan dalam bidang keamanan sumber daya kelautan dan perikanan nasional.
Melalui Inpres Nomor 7 Tahun 2016 itu, Presiden juga menginstruksikan kepada Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman untuk mengoordinasikan dan menyinergikan kebijakan pelaksanaan dan pengawasan kegiatan pembangunan perikanan nasional sebagaimana dimaksud dan mengoordinasikan penyusunan Peraturan Presiden untuk rencana aksi percepatan pembangunan industri perikanan nasional.
Sementara kepada Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Presiden menginstruksikan untuk berkoordinasi dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, dan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) menyampaikan laporan pelaksanaan Instruksi Presiden ini paling sedikit sekali dalam 6 (enam) bulan atau sewaktu-waktu apabila diperlukan kepada Presiden.
Khusus kepada Kepala BKPM. Presiden menginstruksikan untuk melakukan koordinasi guna penyederhanaan dan pendelegasian kewenangan perizinan/nonperizinan dalam rangka peningkatan pelayanan terpadu satu pintu; dan koordinasi promosi investasi dan pemasaran proyek-proyek strategis nasional di sektor kelautan dan perikanan.
Pengusaha ingin industrialisasi perikanan dipercepat | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Axa
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Kelautan dan Perikanan, Yugi Prayanto mengatakan, penerapan aturan tersebut menjadi sangat penting untuk industrialisasi di sektor perikanan karena akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat baik nelayan, pembudidaya, pengolah maupun pemasar hasil perikanan.
Pada Raknernas hari ini, akan ada tujuh hal penting yang akan menjadi fokus pembahasan. Pertama, peningkatan produksi perikanan tangkap, budidaya dan pengolahan hasil perikanan.
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendukung Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional.
"Termasuk untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan meningkatkan devisa negara. Untuk percepatan industri perikanan nasional kita juga harus memperhatikan infrastruktur dan skema pembiayaannya harus seperti apa," ujar Yugi dalam acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Kadin di Hotel Aryaduta, Jakarta, Senin (7/11).
"Selanjutnya terkait penyediaan sarana dan prasarana dasar serta pendukung industri perikanan nasional. Kelima, percepatan peningkatan jumlah dan kompetensi sumber daya manusia, inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi ramah lingkungan bidang perikanan," jelasnya.
Kemudian, perbaikan distribusi dan logistik hasil perikanan dan penguatan daya saing. Kemudian ketiga, percepatan penataan pengelolaan ruang laut dan pemetaan Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI), sesuai dengan daya dukung dan sumber daya ikan, serta pengawasan sumber daya perikanan.
Pembangunan infrastruktur yang diharapkan pengusaha adalah sarana jalan, ketersediaan energi gas dan listrik yang memadai dengan melibatkan aktif PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) (PLN) dan Perusahaan Gas Negara (PGN).
Selanjutnya, percepatan pelayanan perizinan di bidang industri perikanan nasional. Dan yang terakhir penyusunan rencana aksi percepatan pembangunan industri perikanan nasional.
"Sehingga, bisa meyakinkan investor tentang keberpihakan pemerintah terhadap investasi baru di daerah tersebut," ucapnya.
"Karena itu, kami mendorong pemerintah untuk mempercepat pembangunan infrastruktur seperti di Ambon dan Papua, agar banyak investor kelautan dan perikanan yang masuk ke daerah itu, dan akhirnya bisa mengoptimalkan kredit perbankan," ungkapnya.
Selain itu, Yugi berharap agar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dapat mendorong kalangan perbankan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan lembaga keuangan, untuk memberikan fasilitas pembiayaan kepada investasi sektor kelautan dan perikanan.