PLB benar-benar masuk ke daya saing perusahaan, | PT Rifan Financindo Berjangka
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution berharap pengembangan Pusat Logistik Berikat (PLB) dapat menampung produk-produk lokal racikan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
"Selama ini, impor yang banyak. Kami ingin berkembang menjadi PLB yang mengumpulkan produk dalam negeri, kemudian diekspor, termasuk produk UMKM," ujarnya, Rabu (19/10).
Adapun, pengumpulan produk hasil UMKM di PLB dinilai dapat memangkas biaya operasional perusahaan terkait, dengan catatan produk tersebut memang diorientasikan untuk eskpor.
"Itu bisa ada pengusaha yang mengumpulkannya (di PLB) tanpa harus menyimpannya di tempat lain. Langsung dibawa ke PLB dan tidak dikenakan biaya apapun untuk ekspor," jelas Darmin.
Darmin mengatakan, produk lokal tersebut nantinya akan diorientasikan untuk diekspor. Dengan demikian, target memaksimalkan ekspor yang dicanangkan pemerintah dapat terwujud.
Setelah itu, lanjut Darmin, tugas pemerintah untuk memastikan volume produk UMKM. Sekadar informasi, untuk mengumpulkan produk UMKM di PLB, dibutuhkan produk yang terukur, baik dari sisi kuantitas barang maupun standar kualitas.
Ke depan, kata Darmin, PLB akan dikembangkan dengan strategi penanaman modal oleh investor. Itu berarti, PLB tidak melulu sebagai tempat untuk menampung produk-produk pelaku usaha. Hal ini ditujukan untuk menciptakan efisiensi.
"Dari sisi biaya logistiknya, turun. Bahkan, untuk beberapa perusahaan besar sangat signifikan bisa sampai US$5 juta. Ini menggambarkan fungsi PLB benar-benar masuk ke daya saing perusahaan," terang Sri Mulyani pada kesempatan yang sama.
Selain mengefisienkan biaya operasional, Darmin menambahkan, PLB akan memberikan efisiensi waktu yang cukup signifikan. Setidaknya, setengah dari total waktu yang saat ini dibutuhkan.
Terkait sistem penyimpanan produk di PLB, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan, proses ini akan membuat efisiensi tiap-tiap perusahaan menjadi bertambah karena menurunnya biaya logistik.
"Dengan PLB, kami berharap, banyak perusahaan melakukan pendekatan dan tambahan transaksi untuk bisa menarik kegiatan yang selama ini masih di luar PLB di Indonesia maupun di luar," kata Sri Mulyani.
"Contohnya, kalau dwelling time itu butuh waktu 3,5 hari. Kalau di PLB hanya butuh waktu 1 sampai 1,5 hari saja," pungkasnya.
Namun demikian, baik Darmin maupun Sri Mulyani sepakat, lokasi PLB menjadi hal yang sangat krusial. Menurut mereka, lokasi PLB harus menyebar agar memberikan dampak efisiensi kepada perusahaan.
Pusat Logistik Berikat tak Lagi Fokus di Jawa | PT Rifan Financindo Berjangka
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi menyebutkan, fokus pendirian PLB ke depan sudah merambah ke Aceh, Kalimantan, Sulawesi, bahkan hingga Papua Barat. Heru menyebutkan, hingga saat ini sudah ada 124 perusahaan yang sudah mulai melakukan penjajakan kepada pemerintah untuk mendapat izin pengelolaan PLB.
Ia menargetkan, dari 124 perusahaan yang melakukan pengajuan, akan ada 10 perusahaan yang dipandang pantas dan layak untuk mengelola PLB. Heru menambahkan, Presiden Jokowi memberikan arahan agar pemerataan distribusi bahan baku penolong dan barang modal dilakukan, sehingga tak terpusat di Pulau Jawa saja namun bisa menyentuh ke kawasan Indonesia Timur. Tak hanya itu, ia juga menyebutkan bahwa program PLB selaras dengan program tol laut yang dicanangkan Presiden sejak awal kepemimpinannya.
Pemerintah memberikan izin kepada 17 perusahaan untuk mengelola Pusat Logistik Berikat (PLB). Fase kedua pendirian PLB ini merupakan tahap kedua setelah pada tahap pertama Maret lalu Presiden Jokowi memberikan izin kepada 11 perusahaan untuk mengelola PLB. Meski begitu, ada pelajaran yang didapat pemerintah selama fase pertama pengembangan PLB yakni keberadaan lokasi gudang pusat logistik berikat yang tak lagi fokus di Jawa, Sumatra, atau Kalimantan Timur.
"Ke depan ada 124 yang sudah konsultasi ke bea cukai karena kami berikan kelas setiap Rabu dan Minggu, mereka bisa konsultasi di mana semua perusahaan bisa sampaikan keinginannya, sampai kemudian diasistensi sampai memahami PLB," kata Heru, di Jakarta, Rabu (19/10).
"Kalau dilihat program tol laut, kita akan dorong industriliasi di muara barat. Salah satu yang kita siapkan adalah logistic center di pelabuhan yang baru kita buka tadi. Ini harus paralel dengan sosialisasi supaya nanti pada saat angkutan laut beroperasi, dia nggak hanya angkut ke sana. Pulangnya pun dia ada angkutan sebagai produk atau industri dari daerah itu," katanya.
Pemerintah siapkan paket kebijakan khusus logistik | PT Rifan Financindo Berjangka
Paket kebijakan khusus logistik yang rencananya akan diterbitkan tahun ini mencakup antara lain revisi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kementerian Perhubungan yang dinilai memberatkan industri transportasi nasional.
Berdasarkan Indeks Kinerja Logistik atau "Logistic Performance Index" (LPI) 2016 versi Bank Dunia yang digunakan Edy untuk mengukur tingkat kesuksesan pembangunan sistem logistik Tanah Air, ia menilai infrastruktur, pelaku jasa, serta bea dan cukai mendapat catatan paling buruk.
"Kalau bea dan cukai tidak bisa perform' karena tuntutan elektronifikasi. Sistem elektronik ini baru ada di 21 dari keseluruhan 137 pelabuhan di Indonesia. Kita masih belum bisa membangun elektronifikasi bea dan cukai di seluruh pelabuhan karena masalah infrastruktur telekomunikasi," papar Edy.
Kementerian Koordinator bidang Perekonomian sedang menyiapkan paket kebijakan ekonomi untuk mempercepat implementasi enam aspek yang terangkum dalam buku biru (blueprint) perbaikan sistem logistik dan rantai suplai nasional.
"Sebenarnya penyatuan peraturan logistik, birokrasi, dan prosedur ditargetkan pada 2025. Tetapi mengingat persaingan di ASEAN sangat ketat, kita harus punya terobosan artinya blueprint kita percepat," kata Deputi Bidang Perniagaan dan Industri Kemenko Perekonomian Edy Putra Irawadi di sela acara Jakarta International Logistics Summit and Expo (JILSE) di Jakarta, Rabu (19/10)
Indonesia dinilai lemah dalam hal transportasi multimoda dan lambatnya pembangunan proyek infrastruktur, sedangkan pelaku jasa logistik disebutnya hanya berperan sebagai agen.
Berbagai kendala tersebut yang akan diusahakan penanganannya melalui paket kebijakan ekonomi, sesuai instruksi Presiden Joko Widodo untuk menurunkan biaya logistik.
"Selanjutnya kita harus menambah fasilitas dan memperkuat kawasan industri, termasuk in land FTA yang merupakan bagian rantai suplai global," tutur Edy.
Selain menerbitkan paket kebijakan ekonomi tentang pembentukan Pusat Logistik Berikat (PLB) pada Maret lalu, pemerintah juga telah menerapkan manajemen risiko satu pintu oleh Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, sistem dokumen tarif tunggal oleh Kementerian Perhubungan, serta deregulasi oleh Kementerian Perdagangan.