Dana repatriasi tax amnesty yang berasal dari Swiss belum juga tampak | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Semarang
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengaku belum menerima laporan langsung adanya pengusaha yang takut membawa pulang dananya dari Swiss ke Indonesia (repatriasi) melalui program pengampunan pajak atau tax amnesty.
"Saya mengatakan begini, (kalau) ada wajib pajak yang merasa punya dana, mau deklarasi (juga repatriasi), silakan hubungi saya, apalagi (ada kabar dananya) sampai Rp 150 triliun," ujar Ani di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (18/10/2016).
Meski begitu, perempuan yang kerap disapa Ani itu meminta agar para pengusaha tersebut segera berkonsultasi kepada pemerintah.
Hingga pekan kedua Oktober 2016, dana repatriasi tax amnesty yang berasal dari Swiss belum juga tampak.
Padahal, Swiss adalah salah satu negara favorit warga negara Indonesia (WNI) untuk menyimpan harta-hartanya.
Kementerian Keuangan, kata Ani, akan mempelajari kesulitan para pengusaha yang ingin membawa pulang dananya dari Swiss ke Indonesia.
"Sampaikan pada saya, siapa namanya, alamatnya di mana, bank account-nya apa, masalah dia apa, saya akan lihat kesulitan itu," kata Ani.
Menurut pengamat perpajakan dari Center of Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo, ada kekhawatiran dana yang berasal dari Swiss dicurigai sebagai upaya pencucian uang oleh organisasi internasional Financial Action Task Force (FATF).
Selama ini, Swiss dikenal sebagai negara yang tidak berkomitmen terhadap keterbukaan informasi perbankan atau keuangan.
“Ternyata memang kita belum selesai dengan FATF. Jadi uang dari Swiss masih dianggap sebagai uang kejahatan,” ujar Yustinus di Malang, Jumat (14/10/2016).
Lantaran hal itu, semua aliran dana yang masuk dan keluar dari Swiss dicurigai sebagai dana hasil kejahatan oleh lembaga internasional yang sangat disegani, yakni FATF.
Menteri Keuangan Sri Mulyani sendiri sudah bertemu dengan FATF saat kunjungan kerja ke Amerika Serikat pekan lalu.
Negara yang berada di Eropa itu menutup rapat-rapat kerahasiaan keuangan yang disimpan di negara tersebut.
Ia menyampaikan komitmen kuat Indonesia untuk bekerja sama dengan FATF dalam rangka membangun transparansi kegiatan transaksi keuangan.
Bahkan berdasarkan informasi yang didapatkan Yustinus, ada satu grup perusahaan yang berencana merepatriasi Rp 150 triliun dananya ke Indonesia.
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak juga akan melakukan pendekatan kepada para konglomerat yang menyimpan hartanya di Swiss.
“Kami akan lakukan pendekatan kembali untuk meyakinkan bahwa seluruh harta mereka sudah dilaporkan,” ujar Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Wajib Pajak (WP) Besar Mekar Satria Utama.
Hal itu dilakukan lantaran setiap aliran dana dari Swiss bisa dicurigai sebagai aliran dana pencucian uang.
Komplain Bonus ke Sri Mulyani, Pegawai Pajak Pinjam Mulut DPR | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Semarang
Seorang pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) di Surabaya, Jawa Timur menitipkan keluhan soal tunjangan kinerja yang minim lewat Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Indah Kurnia.
"Bekerja sudah sebaik mungkin, tapi masih dipotong tunjangan kinerjanya sebagai konsekuensi tidak tercapainya target penerimaan pajak," kata Indah menirukan keluhan sang fiskus.
Keluhan tersebut kemudian disampaikan oleh legislator fraksi PDI Perjuangan itu ke Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja Komisi XI DPR hari ini, Selasa (18/10).
Menurutnya, petugas pajak yang dirahasikan namanya itu mengeluhkan aturan terkait tunjangan kinerja yang membatasi bonus tahunannya.
Mendapatkan tekanan tersebut, Sri Mulyani berjanji akan mengevaluasi kembali aturan terkait tunjangan kinerja pegawai DJP. Adapun payung hukum yang akan dievaluasi adalah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 37 Tahun 2015 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai Pajak.
"Sebagai pimpinan, nilai yang tidak terhingga itu merupakan semangat militansi, kesetiaan jajaran DJP yang bertugas dengan baik dan kita akan lihat lagi aturannya," kata Sri Mulyani.
Indah mengingatkan, pegawai pajak yang kurang diapresiasi bisa menurunkan semangat kerja. Berdasarkan laporan yang diterimanya, ada pegawai pajak yang tidak mendapatkan uang lemburan karena alasan tidak ada anggaran. Padahal, pegawai tersebut sudah bekerja hingga larut malam demi menyukseskan program amnesti pajak.
"Semoga Bu Sri Mulyani mempertimbangkan lagi mengingat mereka bekerja dalam tekanan, di mana kalau kurang apresiasi akan menurunkan militansi dan loyalitas mereka," ujarnya.
"Kalau memang ada diskresi tetap dalam rambu-rambu perundang-undangan. Kami akan memberikan reward yang memadai bagi aparat yang sudah jalankan tugas dengan baik," tegasnya.
Namun, ia mengaku tidak akan mengabaikan kerja keras anak buahnya dalam mengumpulkan penerimaan negara. Sebagai buktinya, sebanyak 183 pegawai DJP mulai dari level Pelaksana sampai Eselon IV yang berkinerja baik diberikan penghargaan tahunan pada pagi tadi.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani menegaskan, Kementerian Keuangan tidak menyiapkan insentif atau bonus bagi pegawai pajak sekalipun realisasi uang tebusan amnesti pajak pada periode I dinilai cukup sukses.
Menurutnya, kinerja pegawai pajak bukan hanya ditentukan dari pencapaian amnesti pajak, yang merupakan bagian dari penerimaan pajak tahunan. "Sehingga mereka tetap menggunakan panduan yang sudah ada," tegasnya.
Sejak tahun lalu. pemberian tunjangan kinerja pegawai DJP mengacu pada Perpres Nomor 37 Tahun 2015. Besaran tunjangan disesuaikan dengan realisasi penerimaan pajak pada tahun sebelumnya. Berikut rinciannya:
"Tidak (ada insentif). Untuk pegawai pajak, kan, sudah ada guidance-nya. Jadi bukan tergantung pencapaian tax amnesty saja," jelas Askolani sebelum rapat tertutup dengan Komisi I di Gedung DPR, Senin (10/10) pekan lalu.
Realisasi 95 persen atau lebih, tunjangan kinerja mencapai 100 persen.
Realisasi 90-95 persen, tunjangan kinerja 90 persen.
Realisasi 80-90 persen, tunjangan kinerja 80 persen.
Realisasi 70-80 persen, tunjangan kinerja 70 persen.
Realisasi kurang dari 70 persen, tunjangan kinerja 50 persen.
Sri Mulyani Kaget Ada Uang WNI di Swiss Susah Masuk ke RI | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Semarang
FATF merupakan satgas yang dibentuk untuk memerangi atau memberantas tindak pencucian uang, uang yang berasal dari terorisme, perdagangan manusia, serta praktik kejahatan lainnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Pengamat Perpajakan sekaligus Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo mengungkapkan, ada WNI yang ingin mengalihkan dananya (repatriasi) dari Swiss ke Indonesia sebesar Rp 150 triliun. Sayangnya, grup usaha ini takut FATF mencurigai uang yang dipindahkan dari Swiss.
Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menegaskan belum menerima laporan terkait kesulitan Warga Negara Indonesia (WNI) yang ingin merepatriasi dananya Rp 150 triliun dari Swiss ke Indonesia dalam rangka program pengampunan pajak (tax amnesty). Apalagi kesulitan tersebut akibat terbentur Financial Action Task Force (FATF).
"Saya belum terima laporan, ada dana Rp 150 triliun dari Wajib Pajak (WP) yang tidak berani masuk karena masalah FATF," kata Sri Mulyani saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (18/10/2016).
Menurutnya, minim dana repatriasi dari Swiss karena Indonesia masih terganjal isu status negara rawan pencucian uang oleh FATF. FATF merupakan satgas yang dibentuk untuk memerangi atau memberantas tindak pencucian uang, uang yang berasal dari terorisme, perdagangan manusia, serta praktik kejahatan lainnya.
"Kenapa belum ada dana repatriasi dari Swiss? Padahal banyak orang Indonesia simpan dana di Swiss, terutama pejabat Orde Baru," ujar Yustinus.
Yustinus mencontohkan kisah nyata dari grup WNI yang diakui berniat merepatriasi dananya dari Swiss senilai Rp 150 triliun ke Indonesia. Namun mereka mengalami kesulitan, bahkan Bank Indonesia (BI) pun menolaknya.
"Jadi karena kita belum selesai dengan FATF, jadi uang dari Swiss masih dianggap uang kejahatan. Ini belum diputus, padahal kemarin oleh-oleh Sri Mulyani infonya sudah melobi FATF supaya ini bisa lolos," terangnya.
"Ada informasi dari satu grup, mereka cerita sendiri ke saya mau repatriasi Rp 150 triliun dari Swiss, tapi kesulitan. BI pun tidak bisa menerima, sebab regulasi belum diubah. Padahal ini peluang dan akan sangat baik jika uang itu bisa masuk ke sini," tegasnya.