Terbaru

ADB: Jangan Fokus Tax Amnesty, tetapi Tax Reforms

ADB memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia | PT Rifan Financindo Berjangka 


PT Rifan Financindo Berjangka


Bank Pembangunan Asia atau Asian Development Bank (ADB) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini menjadi 5 persen dari outlook Maret yang di level 5,2 persen.

“Kami tidak memasukkan tax amnesty dalam perkiraan. Tetapi dari outlook kami, pertumbuhan ekonomi tahun depan lebih baik dibandingkan tahun ini,” kata Tabor dalam paparan di Jakarta, Selasa (27/9/2016).

Meski demikian, Kepala Perwakilan ADB Indonesia Steven Tabor mengatakan, ADB tidak betul-betul memperhitungkan dampak program pengampunan pajak atau tax amnesty dalam revisi outlook pertumbuhan ekonomi tersebut.

Menurut Tabor, sebenarnya realisasi penerimaan tax amnesty per hari ini tidak begitu besar jika dibandingkan dengan produk domestik bruto (PDB).

Selain itu, repatriasi yang sangat diharapkan pemerintah, realisasinya juga sangat kecil. Tak bisa dimungkiri, membawa dana-dana masuk ke Indonesia dari luar negeri memerlukan proses yang memakan waktu.

Meski tak memasukkan dampak tax amnesty terhadap perhitungan proyeksi, Tabor mengaku mencermati perkembangan program pengampunan pajak itu.

“Kami berharap tahun depan pemerintah betul-betul melakukan tax reforms sebagaimana yang disampaikan Sri Mulyani,” kata dia lagi.

Tabor di sisi lain menyoroti penerimaan pajak yang terkumpul hingga kuartal III 2016 ini. Pemerintah diharapkan tidak lupa menghitung berapa realisasi penerimaan PPN, PPh orang dan PPh badan, serta pajak lain.

“Namun, para administrator pajak saat ini sedang sangat-sangat sibuk dengan urusan tax amnesty, yang katanya untuk memperbaiki basis pajak yang sangat rendah,” imbuh Tabor.

ADB Proyeksi Ekonomi Indonesia Tumbuh ke 5,0% | PT Rifan Financindo Berjangka 

PT Rifan Financindo Berjangka


Mengutip pembaruan publikasi ekonomi tahunannya, Asian Development Bank 2016, ADB memprakirakan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada 2016 sebesar 5,0 persen, turun dari prakiraan ADB pada Maret sebesar 5,2 persen, dan prakiraan untuk 2017 sebesar 5,1 persen, bahkan turun dari prakiraan sebelumnya sebesar 5,5 persen.

Asian Development Bank (ADB) mencatat pertumbuhan ekonomi di Indonesia menguat untuk tahun ini dan tahun depan, meskipun perekonomian terbesar di Asia Tenggara ini menghadapi beberapa tantangan dalam jangka pendek.

"Penyesuaian prakiraan ini merefleksikan belanja investasi yang lebih rendah dari prakiraan sebelumnya. Di tengah situasi yang sulit, ekonomi Indonesia tetap akan tumbuh sehat tahun ini," ungkap Wakil Kepala Perwakilan ADB di Indonesia Sona Shrestha, dalam siaran persnya, Selasa (27/9/2016).

Selain itu, upah minimum lebih tinggi, kenaikan nilai Penghasilan Tidak Kena Pajak, dan melambatnya inflasi mendorong pertumbuhan pengeluaran rumah tangga.

"Alokasi APBN yang lebih tinggi untuk Dana Desa dan prospek yang lebih baik di sektor pertanian akan meningkatkan pendapatan di perdesaan," tambah dia.

Menurut dia, seiring makin terwujudnya reformasi kebijakan di Indonesia dan membaiknya momentum pertumbuhan perekonomian negara-negara industri utama, besar kemungkinan akan ada peningkatan ekonomi lebih lanjut di tahun mendatang.

Laporan ini juga mencatat adanya kelemahan di pasar tenaga kerja yang dapat melemahkan kepercayaan konsumen. Tercatat, telah terjadi penurunan jumlah pekerjaan pada periode 12 bulan sampai dengan Februari 2016, dibandingkan tahun sebelumnya, walaupun jumlah pekerjaan di perdesaan meningkat.

"Meskipun sektor pertanian di pedesaan dapat menyerap tenaga kerja yang lebih banyak karena keterlambatan musim panen, pasar tenaga kerja bagi pekerja berpendidikan mengalami stagnasi upah, dengan makin banyaknya lulusan pendidikan tinggi yang mengambil pekerjaan yang tidak memerlukan kualifikasi setinggi mereka," tambah Sona.

Sementara itu, belanja pemerintah untuk infrastruktur akan mengalami percepatan pada paruh kedua 2016, sejalan dengan pola tahunan kenaikan pengeluaran menjelang akhir tahun, namun secara keseluruhan investasi dan konsumsi pemerintah akan lebih rendah dari prakiraan sebelumnya dikarenakan rendahnya realisasi pendapatan.

"Investasi swasta akan memperoleh manfaat dari diterapkannya serangkaian paket reformasi kebijakan yang telah diumumkan pemerintah. Beberapa perbaikan penting antara lain dibukanya peluang penanaman modal asing bagi 35 industri tambahan, dan proses izin usaha yang telah disederhanakan secara signifikan," jelasnya.

Dia menjelaskan, tren ini terjadi bersamaan dengan keluarnya pekerja berketerampilan rendah, terutama perempuan, dari angkatan kerja.

Dia menambahkan, para pengambil kebijakan di Indonesia perlu mempertimbangkan berbagai langkah untuk menghadapi risiko terhadap prospek pertumbuhan jika terjadi pemotongan anggaran yang akan menimbulkan keterlambatan berbagai proyek infrastruktur.

Pertumbuhan Ekonomi RI Ditopang Konsumsi Masyarakat | PT Rifan Financindo Berjangka 

PT Rifan Financindo Berjangka


Direktur ADB Indonesia, Steve Tabor mengatakan, walaupun terlihat ada sedikit peningkatan, namun sebenarnya target pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2016 ini sedikit lebih rendah dari yang diperkirakan sebelumnya, yakni sebesar 5,2 persen.

Steve menjelaskan, pertumbuhan ekonomi di kuartal I 2016 yang sebesar 4,92 persen, dan di kuartal II 2016 sebesar 5,1 persen, sedikit banyak telah ikut mempengaruhi kondisi tersebut.

Bank Pembangunan Asia (ADB) menyatakan, perekonomian Indonesia pada 2015 lalu tumbuh sebesar 4,8 persen. Dan di tahun ini, ADB memproyeksikan ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh sebesar 5 persen.

"Kami memperkirakan ekonomi (Indonesia) tumbuh 5 persen di tahun ini," kata Steve di kantor ADB Indonesia, kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa 27 September 2016.

Namun, dari sisi investasi, Steve mengatakan jika kondisi yang ada tampaknya tidak seperti yang diharapkan. Dirinya menjelaskan, pada semester I 2016 belanja pemerintah memang terealisasi cukup cepat, namun hanya terbatas pada belanja infrastruktur.

Steve menyebut, kebijakan pemerintah yang melakukan pemotongan dan penundaan belanja akibat kondisi keuangan negara yang kurang memadai, nantinya juga akan mengurangi belanja infrastruktur itu sendiri.

Selain itu, lanjut Steve, faktor pendorong utama pertumbuhan dalam dua periode tersebut adalah faktor konsumsi masyarakat yang meningkat, terutama di momen khusus seperti lebaran. Sebab, pada momen perayaan hari besar semacam itu tingkat konsumsi masyarakat lebih besar dari biasanya

"Konsumsi masih menjadi pendorong utama perekonomian. Hal ini seperti yang terjadi pada 2015," ujarnya.

"Inflasi 2016 diperkirakan 3,5 persen. Ini dikarenakan langkah pemerintah dalam mengendalikan harga, khususnya bahan pangan. Kemudian untuk defisit transaksi berjalan, diproyeksikan terkendali di 2,3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)," ujarnya.

Sementara untuk sektor investasi swasta, ia mengatakan jika tidak akan ada yang mengalami peningkatan secara signifikan. Sebab, walaupun pemerintah sudah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi, namun mereka pun memang masih lemah dalam melakukan reformasi struktural.

"Selain itu, memang ada pengaruh global yang membuat perusahaan sulit ekspansi, dan dari dalam negeri permintaan kredit itu juga masih rendah," kata Steve.