Pemerintah menargetkan total produksi ikan budidaya mencapai 21,9 juta ton | PT Rifan Financindo Berjangka
KKP memprediksi total produksi perikanan budidaya hanya mencapai sekitar 15,8 juta ton hingga akhir tahun ini. Tidak tercapainya jumlah tersebut karena dipengaruhi oleh iklim yang ekstrem. "Hujan yang terjadi hampir sepanjang tahun membuat suhu kolam berubah dan tingkat keasaman (PH) air laut pun semakin tinggi, sehingga menganggu proses produksi," kata Slamet Soebjakto, Dirjen Perikanan Budidaya KKP, Kamis (29/12).
Slamet optimistis dapat meraih target tersebut karena saat ini pelaku perikanan budidaya semakin banyak, terutama di sektor budidaya udang. Jangkauan pasar yang luas membuat komoditas udang ini menjanjikan.
Tahun 2016 menjadi tahun yang cukup berat bagi sektor perikanan. Pasalnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) khususnya sektor budidaya tidak dapat mengejar target produksi 19,46 juta ton.
Diharapkan, kondisi cuaca ekstrem ini tidak terjadi kembali di tahun 2017. Pasalnya, pemerintah menargetkan total produksi ikan budidaya mencapai 21,9 juta ton.
Proyeksi 2017: Pemerintah Indonesia Harus Banyak Berbenah Demi Masyarakat Pesisir | PT Rifan Financindo Berjangka
Mendapat banyak catatan merah atas kinerja program yang dilaksanakan pada tahun anggaran 2016, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) didesak untuk memperbaikinya pada tahun anggaran 2017. Perbaikan tersebut sangat penting dilakukan, karena itu menyangkut keberlangsungan banyak orang di seluruh pulau yang ada di Indonesia.
“Mengacu pada pelbagai fakta atas kinerja Pemerintah di bidang kelautan dan perikanan, kami mendapati bahwa program prioritas yang akan dijalankan oleh KKP tidak jauh berbeda antara 2016 dan 2017,” ungkap dia.
Demikian diungkapkan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim, di Jakarta, kemarin. Menurut dia, meski antara 2016 dan 2017 tidak terlalu banyak perbedaan yang banyak dalam perencanaan program kerja, namun itu harus menjadi catatan penting untuk bahan perbaikan dalam pelaksanaan di lapangan.
Tidak adanya perbedaan tersebut, menurut Halim, menegaskan bahwa penyusunan program prioritas kelautan dan perikanan tidak didasarkan pada kajian dan evaluasi yang terukur. Padahal, kata dia, sudah jelas jika posisi KKP sebagai kementerian seharusnya menyusun program dengan mengacu pada data dan fakta yang terukur di lapangan.
Dengan dugaan seperti itu, Abdul Halim mendesak Pemerintah untuk melakukan langkah bersama dengan mayarakat yang ada di pulau-pulau. Adapun, langkah yang dimaksud adalah sebagai berikut:
- Menyegerakan proses peralihan alat tangkap perikanan yang ramah lingkungan bagi nelayan kecil eks pengguna pukat hela dan pukat tarik, serta pro-aktifmelakukan sosialisasi di 10.666 desa pesisir;
- Mengevaluasi program pengadaan kapal perikanan secara terbuka dengan melibatkan masyarakat nelayan untuk menghindari pemakaian anggaran negara yang terbuang percuma;
- Sungguh-sungguh memprioritaskan anggaran untuk pemberian asuransi kepada nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam sebagaimana dimandatkan oleh Undang-Undang No.7 Tahun 2016 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam;
- Memaksimalkan peran pengadilan perikanan bersama-sama dengan aparat penegak hukum perikanan lainnya guna meningkatkan kas negara demi sebesar- besar kemakmuran rakyat, khususnya masyarakat pesisir;
- Meningkatkan kerja sama lintas kementerian di bidang perizinan kapal agar kemandirian bisnis perikanan nasional bisa bangkit, mulai dari skala kecil, menengah hingga skala besar;
- Memerintahkan BUMN Perikanan untuk bekerja sama dengan organisasi nelayan dalam rangka meningkatkan nilai tambah produk perikanan yang dihasilkan di desa-desa pesisir;
- Memprioritaskan investasi gotong-royong yang dimiliki oleh masyarakat pesisir dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; dan
- Meningkatkan serapan anggaran kelautan dan perikanan yang diperuntukkan bagi sebesar-besar kemakmuran masyarakat pesisir (nelayan tradisional, perempuan nelayan, pembudidaya ikan, petambak garam, dan pelestari ekosistem pesisir).
“Ini yang menjadi masalah dan dikuatirkan terjadi lagi pada 2017. Harusnya KKP belajar dari tahun anggaran sebelumnya yang masih banyak bolongnya. Jika itu bisa dipelajari dan dipecahkan persoalannya, saya yakin pada 2017 nanti program akan berjalan baik,” tutur dia.
Wakil Sekretaris Jenderal Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Niko Amrullah mengatakan, kinerja KKP dalam dua tahun terakhir dinilai sudah sangat baik. Indikasinya, karena penanganan tindak pidana pencurian ikan semakin banyak dilakukan oleh KKP di wilayah perairan Indonesia.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pengelolaan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Sjarief Widjaja mengatakan, kinerja yang positif akan terus dilaksanakan pada tahun depan. Namun, untuk kinerja yang negatif, pastinya itu akan dievaluasi dan diperbaiki.
“Ada keseriusan dari Pemerintah untuk menegakkan hukum di laut. Ini harus diapresiasi,” jelas dia.
“SKPT itu adalah penting. Karena kita ingin mengembangkan potensi yang ada di setiap pulau kecil, kawasan perbatasan dan pesisir. Ini jadi fokus di tahun depan,” ungkap dia.
Sjarief mengungkapkan, di antara yang menjadi fokus pada 2017, adalah pembangunan sentra kelautan dan perikanan terpadu (SKPT). Program tersebut, selain untuk memberdayakan ekonomi masyarakat di pesisir dan pulau-pulau kecil, sekaligus juga untuk program kedaulatan di laut.
Adapun, SKPT yang dibangun, jumlahnya bertambah dari 10 menjadi 20 lokasi, sesuai dengan Keputusan Menteri (Kepmen) No.51 Tahun 2016 tentang Penetapan Lokasi Pembangunan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu di Pulau-Pulau Kecil dan Kawasan Perbatasan.
Dengan adanya SKPT, Sjarief meyakini, ketimpangan pembangunan akan segera dihilangkan. Hal itu, karena SKPT akan memberikan kesempatan kawasan untuk membangun ekonominya lebih maju. Semua fasilitas pengembangan ekonomi, akan dibangun oleh Pemerintah.
Ke-20 lokasi tersebut adalah :
- Simeuleu, Kabupaten Simeuleu, Provinsi Aceh
- Kota Sabang, Provinsi Aceh
- Mentawai, Kabupaten Mentawai, Provinsi Sumatera Barat
- Pulau Enggano, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu
- Natuna, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau
- Kabupaten Kepulauan Anambas, Provinsi Kepulauan Riau
- Sebatik, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara
- Talaud, Kabupaten Kepulauan Talaud, Provinsi Sulawesi Utara
- Tahuna, Kabupaten Sangihe, Provinsi Sulawesi Utara
- Kabupaten Buton Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara
- Rote, Kabupaten RoteNdao, Provinsi Nusa Tenggara Timur
- Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur
- Tual, Kota Tual, Provinsi Maluku
- Moa, Kabupaten Maluku Barat Daya, Provinsi Maluku
- Morotai, Kabupaten Pulau Morotai, Provinsi Mauluku Utara
- Saumlaki, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Provinsi Maluku
- Biak, Kabupaten Biak Numfor, Provinsi Papua
- Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua
- Timika, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua
- Merauke, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua.
Menurut Sjarief, penetapan sejumlah UPT tersebut dilakukan berdasarkan berbagai pertimbangan. Di antaranya, karena daerah-daerah tersebut masuk sebagai daerah yang rawan dari kegiatan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan secara ilegal dan merusak, terutama ancaman masuknya kapal-kapal perikanan asing ilegal.
“Tetap memberantas illegal fishing dengan menenggelamkan kapal dan tentu saja penegakan hukum yang lainnya,” tutur dia.
Fokus pada pengawalan sumber daya laut tersebut juga diakui Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Namun, menurut dia, pada tahun depan, pihaknya juga akan fokus untuk menegakkan hukum di perairan laut Indonesia.
Selain SKPT, Sjarief mengaku, pihaknya akan fokus untuk memperkuat kelembagaan pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan yang bertujuan untuk menjamin kapal-kapal pencuri ikan asing tidak kembali ke perairan Indonesia.
Penambahan tersebut, kata Sjarief, mengubah komposisi UPT PSDKP menjadi 6 Pangkalan PSDKP yang berada di Lampulo (Banda Aceh), Batam (Kepulauan Riau), Jakarta, Benoa (Bali), Bitung (Sulawesi Utara), dan Tual (Maluku). Sementara, jumlah Stasiun PSDKP kini menjadi 8 UPT yang tersebar Cilacap (Jawa Tengah), Belawan (Sumatera Utara), Kupang (Nusa Tenggara Timur), Pontianak (Kalimantan Barat), Tarakan (Kalimantan Utara), Tahuna (Sulawesi Utara), Ambon (Maluku), dan Biak (Papua Barat).
“Saat ini, UPT (Unit Pelaksana Teknis) PSDKP ditambah dari 5 menjadi 14 dan tersebar di seluuruh Indonesia,” jelas dia.
Penebaran Benih Ikan Lokal Terus Digalakkan | PT Rifan Financindo Berjangka
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meski telah melampaui target kebijakan restocking sebesar 100 juta ekor ke berbagai daerah, juga akan terus menggalakkan penebaran benih ikan lokal di Tanah Air.
Menurut Slamet, terlampauinya target penebaran benih ikan itu antara lain karena KKP juga melakukan penyebaran bantuan benih ikan pada beragam daerah yang terkena musibah alam.
"Sebaran bantuan benih ikan pada 2016 dengan target 100 juta ekor, kami telah mencaai 179 juta ekor," kata Dirjen Perikanan Budi daya KKP Slamet Soebjakto di Jakarta, Kamis (29/12).
Untuk Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya KKP, ujar dia, juga telah melakukan penebaran benih ikan budidaya yang terdiri atas 12 jenis ikan di berbagai kawasan perairan umum seperti danau, situ, sungai dan pantai.
Ia juga mengemukakan, KKP saat ini juga mendorong pemda-pemda untuk membuat regulasi sehingga ikan-ikan lokal di perairan umum dapat terlindungi dengan aturan.
Penebaran benih ikan budidaya tersebut, telah dilaksanakan hingga mencapai 91 lokasi penebaran yang tersebar di 33 kabupaten/kota dan 15 provinsi. "Daerah-daerah yang menunjukkan tingkat ikan lokalnya menurun, kami melakukan restocking," tutur Slamet.
Susi juga menegaskan, tidak akan mencabut atau merevisi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1 tahun 2015 tentang Larangan Penangkapan Lobster dan Rajungan dalam kondisi bertelur agar nantinya masyarakat bisa mendapatkan lobster besarnya lebih banyak.
Sebagaimana diwartakan, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti meminta para nelayan di Pulau Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat tidak lagi menangkap bibit lobster.
"Tolong benur (benih) lobsternya dilepas, biarkan besar nanti tangkap setelah besar, ya," kata Susi saat mengunjungi Pelabuhan Perikanan Teluk Awang di Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat, baru-baru ini.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Maritime Studies for Humanity Abdul Halim dalam sejumlah kesempatan menyatakan, kebijakan restocking atau penyebaran benih ikan memang perlu untuk digalakkan, tetapi diharapkan dapat dicek secara berkala.
Dengan demikian, lanjut dia, ada spesies ikan yang tumbuh besar hanya dalam jangka waktu setahun. Namun, ada pula spesies yang tumbuh dibutuhkan lebih dari setahun.
"Restocking cukup baik asal spesies lokal dan bisa dicek stoknya dalam periode tertentu," ucap Abdul Halim dan menambahkan, pengecekan dalam periode tertentu itu idealnya tergantung spesies dari benih ikan yang disebarkan.
Pakar kelautan dan Direktur Eksekutif Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries and Food Security (CTI-CFF) Prof Widi Agoes Pratikto mengatakan, Indonesia harus memperkuat pengembangan benih perikanan. "Kita lemah di benih karena sering tidak sabar," kata Widi.
Untuk itu, ia mengemukakan bahwa pejabat yang terlibat sektor terkait harus lebih aktif seperti dalam menjalin jaringan dan komunikasi dengan berbagai pihak.